Laman

Jumat, 28 Desember 2018

Yang Terjadi pada Tubuh Manusia saat Pesawat Jatuh


Dilansir dari laman Live Science, gaya gravitasi atau G-force merupakan istilah yang dipakai untuk mendeskripsikan percepatan atau akselerasi sebuah objek terkait gravitasi bumi. Lebih lanjut, G-force adalah gaya gravitasi yang mengenai benda atau orang sebagai efek dari percepatan atau akselerasi.

Ketika seseorang berdiri atau duduk di atas kursi maka gaya gravitasi yang bekerja adalah 1G. Angka ini merupakan jumlah standar yang bisa diadaptasi dengan normal oleh manusia. Ketika besaran gaya gravitasi meningkat atau menurun dengan cepat maka tubuh juga akan terpengaruh.


Federal Aviation Administration lewat brosur yang dipublikasikan di Internet (PDF) menjelaskan bahwa ada tiga tipe akselerasi yang terjadi saat pesawat sedang terbang, yakni linear, radial, dan angular.


Akselerasi Linear menunjukkan perubahan kecepatan dalam garis lurus. Akselerasi ini terjadi ketika pesawat lepas landas, mendarat, atau ketika pengaturan throttle diubah ketika terbang.

Akselerasi Radial muncul karena perubahan arah akibat aksi pilot yang membelok tajam dan menukik ke atas atau bawah.

Sedangkan Akselerasi Angular terjadi akibat pergantian kecepatan dan arah saat pesawat berputar atau belok menanjak.


Kombinasi percepatan di atas, menurut Federal Aviation Administration, menghasilkan jenis gaya gravitasi Gx, Gy , dan Gz. Gx merupakan gaya yang terjadi pada dada hingga punggung saat lepas landas atau mendarat sedangkan Gy dirasakan pada bahu ketika pesawat melakukan putaran kemudi guling (aileron). Lebih lanjut, Gz memberikan efek pada bagian vertikal badan—pengaruh gaya gravitasi ini paling berbahaya bagi tubuh.


Efek gaya gravitasi yang terjadi bisa berupa Tunnel vision, Gray Out, Black Out, dan G-Induced Loss of Consciousness (GLOC). Hal ini muncul saat terjadi gaya Gz positif di mana aliran darah meninggalkan otak dan justru menuju ke kaki ketika pesawat menukik ke atas.


Tunnel vision ditandai dengan hilangnya pandangan periferi seseorang, sehingga pemandangan di sisi kanan dan kiri mata kabur.

Sementara itu, Gray Out dan Black Out adalah kondisi di mana penglihatan berubah menjadi abu-abu atau gelap sama sekali karena menurunnya aliran darah ke otak.


Induced Loss of Consciousness (GLOC) adalah kehilangan kesadaran yang diakibatkan oleh kurangnya asupan aliran darah ke otak sehingga asupan oksigen menipis. Apabila gaya gravitasi terus terjadi saat seseorang mengalami GLOC, maka nyawa orang itu bisa tak tertolong.


Gz positif, gaya gravitasi Gz negatif juga menimbulkan efek seperti Red Out dan pingsan. Sebab, G-force jenis ini memicu aliran darah dari kaki menuju ke otak.

Menurut Encyclopædia Britannica, Red Out adalah keadaan di mana penglihatan berubah menjadi merah atau hilang sama sekali akibat pembengkakan pembuluh darah. Orang bisa kehilangan kesadaran sebab mengalami kebingungan mental akibat akselerasi kecepatan yang tinggi.

Federasi Aviation Administration mengatakan bahwa gaya gravitasi Gz negatif biasa terjadi saat pesawat menukik ke bawah.


Berdasarkan studi yang dilakukan Profesor Aeronautika Massachusetts Institute of Technology John Hansman, penumpang atau kru yang duduk di bangku depan, tengah, dan belakang mengalami gaya gravitasi berbeda saat pesawat jatuh dan mengalami kecelakaan.

Gaya gravitasi yang terjadi di bagian depan pesawat mencapai 12 G dan 8 G di bagian tengah. Sebaliknya, G-force pesawat bagian belakang lebih kecil daripada yang lain, yakni 6 G. Tapi, karena manusia hanya bisa beradaptasi dengan G-force sebesar 1 G maka gaya gravitasi yang terjadi lebih besar dari itu bisa memunculkan masalah-masalah fisiologis seperti di atas.


Laman Plane Crash Info menganalisis 1.104 kecelakaan fatal dari tahun 1960 hingga 2015 menyimpulkan kesalahan pilot sebagai faktor penyebab kecelakaan pesawat paling besar, yakni sekitar 59 persen. Faktor kedua adalah masalah teknis berupa kerusakan mesin sebanyak 17 persen, faktor cuaca 17 persen.

Tiga besar faktor kecelakaan masih sama seperti laman Plane Crash Info: pilot, mesin, dan cuaca. Kegagalan peralatan & sistem komputerisasi memiliki andil sebanyak 23 persen. Sisanya adalah faktor cuaca 10 persen, terorisme 4 persen, tubrukan dengan benda lain di udara 2 persen, kontrol lalu lintas udara 1 persen, kesalahan awak pesawat ground /kabin 1 persen, dan lain-lain 19 persen.

Masih dari laman Plane Crash Info, peluang kecelakaan pesawat saat melakukan persiapan terbang, 12 persen, sama besar risikonya saat lepas landas ( take off ) 12 persen. Ketika pesawat mulai tahap awal naik ke udara, risikonya menjadi 8 persen, sementara tahap naik untuk terbang stabil memiliki risiko 10 persen.

Ketika pesawat berada di ketinggian tetap, risiko kecelakaan berada di angka 8 persen. Lalu saat ia memulai turun, risikonya jadi 4 persen, tahap penurunan kedua memiliki risiko 10 persen, dan tahap penurunan akhir risikonya 11 persen. Sementara pendaratan memiliki risiko paling besar sebanyak 25 persen.

Cara Bertahan Hidup Saat Kecelakaan Pesawat Terbang

Dilansir dari laman Thelegraph, ada beberapa cara yang dapat diterapkan untuk semaksimal mungkin bertahan hidup saat terjadi kecelakaan penerbangan, diantaranya adalah:

Pertama, dengarkan baik-baik petunjuk keselamatan yang diperagakan awak pesawat dan ingat untuk membaca kartu keselamatan.


Poin ini seringkali dianggap remeh oleh penumpang padahal sangat membantu dalam upaya penyelamatan.


Anda harus mengingat pintu keluar terdekat, termasuk jarak dari baris tempat duduk ke pintu keluar.


Kemampuan mengingat ini diperlukan karena Anda dapat terjebak dalam keadaan gelap atau asap tebal di dalam pesawat. Info penyelamatan ketika terjadi kecelakaan udara penting diketahui sebagai dasar bertahan hidup.

Kedua, beberapa penelitian secara implisit juga mendorong penumpang memilih kursi deretan belakang supaya lebih aman.

“Mereka yang duduk enam baris dari pintu keluar, lebih kecil kemungkinannya untuk bertahan hidup,” 
ungkap hasil studi Universitas Greenwich


Ketiga, tempatkan tubuh serendah mungkin (posisi brace) untuk mengurangi efek benturan dan risiko terhirup asap. Posisikan kaki di belakang lutut, letakkan tas tangan di bawah kursi depan, dan pergunakan sebagai pelindung tambahan kepala.


Singkirkan benda-benda berbahaya di sekitar seperti pensil, pulpen, atau gigi palsu. Pertahankan posisi ini sampai pesawat berhenti.

Keempat, kenakan sabuk pengaman dengan benar dan pelajari cara melepasnya di saat yang tepat. Pada saat panik, orang cenderung bingung melepas sabuk pengaman.


Kelima, jika terjebak dalam kondisi  kabin yang berasap, sebisa mungkin cari penutup hidung, basahi dulu dengan air.


Asap dapat menyebabkan kesadaran hilang, sehingga perlu mengurangi kadar hirupan asap menggunakan kain basah. Lalu ingatlah untuk meninggalkan barang karena benda-benda tersebut akan membatasi gerak untuk menyelamatkan diri dan proses evakuasi.

Terakhir, meski sulit, usahakan tetap tenang, mendengarkan, dan mengikuti instruksi awak pesawat pesawat. Pemerhati penerbangan, Saman Phartaonan, mengatakan pilot dilatih untuk mengatasi prosedur darurat. Mereka akan memberikan informasi keputusan kepada Air Traffic Services (pelayanan lalu lintas udara) yang sedang berjalan.

Ketika kondisi sudah genting mereka dapat menggunakan Frequency Emergency 121.50. Semua lalu lintas pesawat dapat mendengarkan informasi yang disampaikan pilot.


Namun apabila awak pesawat ikut panik atau tertegun saat harus memandu, maka penumpang diperbolehkan membuat keputusan penyelamatan mandiri.


Momentum (priode) emas untuk menyelamatkan diri hanya berlangsung sekitar dua menit Anda harus segera keluar dengan cepat.


Referensi:

Yang Terjadi Pada Tubuh Saat Pesawat Jatuh - Tirto.id 

Bagaimana Cara Bertahan Hidup dalam Kecelakaan Pesawat Terbang?