Laman

Minggu, 02 Desember 2018

Qadha dan Qadar

Dari sisi bahasa Qadha’ adalah merapatkan sesuatu dan menyempurnakan urusan sementara Qadar adalah menentukan. Dari sisi syariat, makna Qadar adalah penentuan Allah ta’ala terhadap sesuatu sejak terdahulu, dan Ilmu-Nya yang mengetahui akan terjadi pada waktu tertentu, dengan sifat tertentu. Dan ketentuan-Nya sesuai dengan keinginan-Nya dan terjadinya seperti yang telah ditentukan-Nya. Dan penciptaan-Nya pada makhluk-Nya.


Beriman kepada taqdir adalah rukun iman ke-6. tidak sempurna keimanan seseorang tampa mengimani seluruh rukun iman.  Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya oleh Jibril tentang iman, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,


أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ


Kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir, dan kamu beriman kepada qadar yang baik maupun yang buruk. 
(HR. Muslim)


Dari Ibnu Umar radhiallahu'anhuma, telah sampai berita kepada beliau bahwa sebagian orang mengingkari tentang Qadar, kemudian beliau berkata : " Kalau engkau bertemu dengan mereka, tolong diberitahukan bahwa saya berlepas diri dari mereka dan mereka berlepas diri dari saya. Dan yang bersumpah adalah Abdullah bin Umar. Kalau sekiranya salah satu diantara mereka mempunyai emas sebesar gunung Uhud kemudian diinfakkan, tidak akan diterima infaknya sebelum mereka beriman terhadap Qadar. 
(HR Shoheh Muslim)

Keimanan terhadap Qadar tidak sah sampai beriman dengan empat tingkatan qadar, yaitu :

Pertama, beriman bahwa Allah Mengetahui segala sesuatu secara terpeinci, dari pertama dan terkakhir. Tidak ada yang tersembunyi di langit dan di bumi. Dan Allah telah mengetahui semua makhluk-Nya sebelum diciptakan. Mengetahui apa yang mereka lakukan dengan Ilmu-Nya yang lampau. Dalil tentang hal ini banyak sekali, diantaranya, firman Allah: 

“Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yan

g Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang “. QS Al-Hasyr : 22. 


 “ Bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu “. QS At-Thalaq : 12

Kedua, beriman bahwa Allah mencatat semuanya di Lauhul Mahfudz sebelum menciptakan langit dan bumi. Allah berfirman: 


“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat  mudah bagi Allah “, QS Al-Hajj : 70. 


Sabda Rasulullah sallallahu’alaihi wasallam : “ Allah telah menulis ketentuan semua makhluk sebelum menciptakan langit dan bumi lima puluh ribu tahun “. HR. Muslim no : 2653

Ketiga, beriman dengan keinginan Allah yang pasti terlaksana dan Kekuasaannya yang sempurna. Tidak ada di alam ini kebaikan maupun kejelakan kecuali dengan keinginan Allah subhanahu wata’ala. Semua yang terjadi di alam ini adalah atas kehendak Allah ta’ala. Tidak ada yang keluar dari Keinginan-Nya sedikitpun juga. Apa yang dikehendaki pasti terjadi dan apa yang tidak dikehendaki tidak akan terjadi. Dalilnya firman Allah : 


“Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: "Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi, kecuali (dengan menyebut): "Insya Allah “. QS Al-Kahfi : 23 -24.

Ayat lainnya : “Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam “. QS At-Yakwir : 29.

Keempat, beriman disertai keyakian bahwa Allah adalah Pencipta segala sesuatu termasuk diantaranya pekerjaan hamba-hamba-Nya. Tidak ada yang terjadi di alam ini kecuali Allah adalah Penciptanya. Dalilnya Firman Allah : 


“ Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. “. QS Az-Zumar : 62.

“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu “. QS As-Sofaat : 96

Dan sabda Rasulullah sallallahu'alaihi wasallam : 

"Sesungguhnya Allah menciptakan semua pembuat dan pekerjaannnya " 
Diriwayatkan oleh Bukhori dalam bab Menciptakan prilaku hamba-hamba ( 25 ) dan Ibnu Abi 'Asyim dalam Sunnah ( 358 , 257 ) dan diShohehkan oleh Syekh Al-Bany di kitab Shohehnya ( 1637 )

Syekh Ibnu Sa'di rahimahullah berkata : 
"Sesungguhnya Allah sebagaiamana telah menciptakan manusia, Dia juga menciptakan apa yang akan mereka lakukan, dari kemampuan dan keinginannya. Kemudian mereka ( manusia ) akan melakukan berbagai macam pekerjaan. Dari ketaatan dan kemaksiatan dengan kukuatan dan keinginannya masing-masing yang mana dua sifat tersebut ( kekuatan dan keinginan ) adalah ciptaan Allah. (Ad-Duratul Al-Bahiyyah Syakh AL-Qasidah At-Taiyah hal : 18)


Diantara kelaziman sahnya iman terhadap Qadar, hendaklah anda beriman bahwa seorang hamba mempunyai keinginan dan pilihan. Dengannya bisa melakukan aktifitasnya, sebagaimana Allah berfirman :

 “(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus “. QS At-Takwir : 28 

“ ( Allah ) tidak membebani jiwa kecuali sebatas kemampuannya “. QS Al-Baqarah : 286.


Keinginan dan kemampuan seorang hamba tidak pernah mampu melebihi dari kemampuan dan keinginan Allah. Dialah yang memberikan hal itu dan menjadikan dia mampu untuk memilah dan memilih. Apa-apa yang Allah jelaskan kepada kita, kita dapat mengetahui dan mempercayainya. Dan apa yang tidak diketahui, kita menerima dan mempercayainya. 


Tanpa kita membantah kepada Allah terhadap Pekerjaan dan hikmah-Nya yang sempurnah. Dan tidak patut kita bertanya terhadap apa yang dikerjakan-Nya, hukum-hukum-Nya dengan akal fikiran kita yang cupet dan pemahaman kita yang lemah, bahkan kita mempercayai akan keadilan Allah yang sempurna dan kesucian-Nya.

Para Ulama berbeda pendapat tentang Qadha dan Qadar.


Pendapat pertama, sebagian ulama berpendapat, qadha adalah sinonim dari qadar. Sehingga kata qadha dan qadar maknanya sama. Dan ini sejalan dengan penjelasan sebagian ahli bahasa, mereka menafsirkan qadar dengan qadha. Diantara ulama yang berpendapat demikian adalah Imam Ibnu Baz – rahimahullah 

Dalam al-Qamus al-Muhith (hlm. 591) dinyatakan

القدر : القضاء والحكم

Qadar adalah qadha dan hukum.


القضاء والقدر، هو شيء واحد، الشيء الذي قضاه الله سابقاً ، وقدره سابقاً، يقال لهذا القضاء ، ويقال له القدر

Qadha dan qadar adalah dua kata yang artinya sama. Yaitu sesuatu yang telah Allah qadha’-kan (tetapkan) dulu, dan yang telah Allah takdirkan dulu. Bisa disebut qadha, bisa disebut taqdir. (Imam Ibnu Baz – rahimahullah )


Pendapat kedua, qadha dan qadar maknanya berbeda. Selanjutnya mereka berbeda pendapat mengenai batasannya. Al-Hafidz Ibnu Hajar dan Al-Jurjani berpendapat bahwa Qadha lebih dahulu dari pada qadar. Qadha adalah ketetapan Allah di zaman azali. Sementara qadar adalah ketetapan Allah untuk apapun yang saat ini sedang terjadi.


Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan,

قال العلماء : القضاء هو الحكم الكلي الإجمالي في الأزل ، والقدر جزئيات ذلك الحكم وتفاصيله

Para ulama mengatakan, al-qadha adalah ketetapan global secara keseluruhan di zaman azali. Sementara qadar adalah bagian-bagian dan rincian dari ketetapan global itu. (Fathul Bari, 11/477)


Al-Jurjani dalam at-Ta’rifat (hlm. 174) menyatakan,

والفرق بين القدر والقضاء : هو أن القضاء وجود جميع الموجودات في اللوح المحفوظ مجتمعة، والقدر وجودها متفرقة في الأعيان بعد حصول شرائطها

Perbedaan antara qadar dan qadha, bahwa qadha bentuknya ketetapan adanya seluruh makhluk yang tertulis di al-Lauh al-Mahfudz secara global. Sementara qadar adalah ketetapan adanya makhluk tertentu, setelah terpenuhi syarat-syaratnya.


Pendapat ketiga, kebalikan dari pendapat sebelumnya, qadar lebih dahulu dari pada qadha. Qadar adalah ketetapan Allah di zaman azali. Sementara qadha adalah penciptaan Allah untuk apapun yang saat ini sedang terjadi.


Ar-Raghib al-Asfahani dalam al-Mufradat (hlm. 675) menyatakan,

والقضاء من الله تعالى أخص من القدر؛ لأنه الفصل بين التقدير، فالقدر هو التقدير، والقضاء هو الفصل والقطع

Qadha Allah lebih khusus dibandingkan qadar. Karena qadha adalah ketetapan diantara taqdir (ketetapan). Qadar itu taqdir, sementara qadha adalah keputusan.


Contoh: 

Ada 100 ketetapan – bentuknya hubungan berkonsekuensi,

Jika A maka B, jika C maka D, jika E maka F, dst. ini semua ketetapan.

Lalu kapan ketetapan ini diputuskan? Ketetapan diputuskan nanti, berwujud kejadian.

Menurut pendapat ini, ketetapan itu qadar, sementara keputusan itu qadha.


Apapun itu, memahami perbedaan ini bukan tujuan utama dari iman kepada qadha dan qadar, selain hanya memahami batasannya.


Syaikh Abdurrahman al-Mahmud mengatakan,

لا فائدة من هذا الخلاف ؛ لأنه قد وقع الاتفاق على أن أحدهما يطلق على الآخر… فلا مشاحة من تعريف أحدهما بما يدل عليه الآخر

Tidak ada banyak manfaat dalam mempelajari perbedaan ini, karena semua sepakat dengan batasan, meskipun berbeda dalam penyebutan namanya… sehingga tidak perlu ada perdebatan untuk memberikan definisi… 
(al-Qadha wal Qadar fi Dhau’ al-Kitab wa as-Sunah, hlm. 44)

Maksud Syaikh Abdurrahman al-Mahmud adalah apapun itu, disebut qadha maupun qadar, intinya sama, yaitu ketetapan Allah.


Keimanan terhadap Qadar adalah keimanan yang sebenarnya kepada Allah subhanahu wata'ala dengan cara yang benar. Yang merupakan pilihan kuat manusia untuk mengetahui Tuhan-Nya, dan apa yang terkait dengan pengetahuannya dari keyakinan yang jujur kepada Allah. Dan apa yang wajib baginya berkaitan Sifat-Nya yang Sempurna. 

Karena masalah Qadar banyak sekali berbagai macam pertanyaan bagi orang yang membiarkan akalnya saja. Dan banyak perbedaan seputara masalah Qadar. Pembahasannya meluas, perselisihan berkaitan dengan ta'wil ayat-ayat Al-Qur'an yang menyebutkan masalah Qadar. 

Bahkan musuh-musuh Islam setiap waktu memprofokasi aqidah Umat Islam dalam membahas masalah Qadar. Menyebarkan syubhat sampai menggoyang keimanannya yang benar dan keyakinan yang kuat kecuali orang yang benar-benar mengetahui Nama-nama dan Sifat-sifat Allah nan mulya, menyerahkan sepenuhnya kepada Allah, jiwa yang tenang, percaya kepada Tuhan-Nya. Maka tidak ada keraguan sama sekali. 

Hal ini menunjukkan pentingnya keimanan terhadap Qadar diantara rukun-rukun iman lainnya. Dan akal tidak bisa independent untuk mengetahui Qadar, karena Qadar rahasia Allah terhadap makhluk-Nya. Apa yang Allah beritahukan kepada kita lewat lisan Rasul-Nya, maka kita bisa mengetahuinya, membenarkannya dan mengimaninya. Dan apa yang didiamkan-Nya maka kita beriman akan keadilan-Nya yang sempurna dan hikmanya kepada seluruh makhluk. Dia tidak ditanya apa yang dilakukan-Nya sementara mereka ( manusia ) akan ditanyakan ( apa yang dilakukannya ). 

Walllahu a'lam wasallallahu 'ala 'abdihi wa nabiyyihi Muhammad wa a'la 'alihi wasohbih.


Referensi:

QS Al-Hasyr : 22. 

QS At-Thalaq : 12.

QS Al-Hajj : 70. 

QS Al-Kahfi : 23 -24.

QS At-Yakwir : 29.

QS Az-Zumar : 62

QS As-Sofaat : 96

QS Al-Baqarah : 286.

QS At-Takwir : 28.

HR. Muslim no : 2653

A'lamus Sunnah Al-Mansyuroh hal : 147.

Al-Qadha' wal Qadar fi Dhauil Kitab Was Sunnah karangan Syekh Dr. Abdurrahman Al-Mahmud dan Al-Iman Bil Qadha' wal Qadar karangan Syek Muhammad Al-Hamd

al-Qadha wal Qadar fi Dhau’ al-Kitab wa as-Sunah, hlm. 44

al-Qamus al-Muhith (hlm. 591) 

Al-Hafidz Ibnu Hajar - Fathul Bari, 11/477

Al-Jurjani dalam at-Ta’rifat (hlm. 174) 

Ar-Raghib al-Asfahani dalam al-Mufradat (hlm. 675)

Syaikh Abdurrahman al-Mahmud : al-Qadha wal Qadar fi Dhau’ al-Kitab wa as-Sunah, (hlm. 44)

Beda Qadha dan Qadar - KonsultasiSyariah.Com

Keyakinan Ahlussunnah Mengenai Qadha’ dan Qadar Secara Umum - IslamQa.info