Sejarah Pangkalanbun
Lokasi Terjun Payung Pertama Kali di Indonesia
Sebuah kota di Kalimantan Tengah mendadak tenar setelah insiden AirAsia QZ8501 yang jatuh pada bulan Januari 2015. Kota itu bernama Pangkalan Bun, ibukota kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.
Baca juga:
Kronologi Lengkap Jatuhnya Pesawat Air Asia QZ 8501 Mulai Take Of Hingga Jatuh di Selat Karimata
Landmark yang ternama dari wilayah ini yakni Bundaran Pancasila. Di seberang bundaran itu terdapat sebuah taman kota yang bernama taman segitiga.
Tidak jauh dari taman segitiga, berdiri sebuah monumen yang merupakan pesawat yang sudah tidak digunakan. Ada tulisan 'Monumen Penerjunan Pertama Palagan Sambi'.
Banyak yang tidak mengetahui, ternyata kota Pangkalanbun adalah salah satu wilayah bersejarah dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Indonesia. Sejarah mencatat, Pangkalanbun merupakan lokasi operasi penerjunan yang pertama kalinya di Indonesia. Saat itu Jepang masih menduduki wilayah Kalimantan.
Peristiwa itu terjadi pada tanggal 17 Oktober 1947 yang dikemudian hari dijadikan hari jadi Pasukan Khas (Paskhas) TNI AU. Sebelumnya nama dari kesatuan tersebut adalah Pasukan Gerak Tjepat (PGT).
Kala itu Kalimantan Selatan menjadi salah satu ibukota negara bagian Borneo Netherlands (kepulauan Kalimantan) Republik Indonesia Serikat
Gubernur Kalimantan Selatan waktu itu meminta stasiun radio didirikan di Pangkalanbun. Tujuannya karena kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 belum diketahui semua rakyat.
Namun yang menjadi kendala pendirian stasiun radio tersebut karena tidak ada akses masuk melaui jalur darat, pelabuhan laut juga masih belum ada, mengingat Pangkalanbun saat itu merupakan wilayah terpencil yang masih dipenuhi hutan belantara. Untuk membuka akses jalan, dilakukanlah operasi penerjunan yang terdiri dari 15 orang penerjun dari Pasukan Gerak Tjepat (PGT) yang kini bernama pasukan Khas TNI Angkatan Udara (Paskhas AU).
Operasi penerjunan tersebut menggunakan pesawat Dakota tipe C-47 dengan nomor RI-002. Kini pesawat tersebut menjadi monumen yang berada di seberang Bundaran Pancasila.
Sejak dini hari, awak pesawat Dakota C-47 sudah bersiap. Mereka meninggalkan Hotel Tugu, Yogyakarta. Penerbang pesawat itu seorang Amerika bernama Robert Earl Freeberg dan Opsir Moeda Oedara II Soehodo. Bertindak sebagai jump master yang akan mengeluarkan penerjun adalah Amir Hamzah. Pasukan terjun itu dibekali pesawat radio sender dan diberi seragam dan senjata api perorangan. Tak lupa bahan makanan dan perlengkapan lain.
Setelah pesawat mengudara, sekitar pukul 05.30, menurut pengakuan Soehodo, pesawat sudah berada di sekitar garis pantai Kalimantan. Setengah jam kemudian, pesawat sudah berada di atas daerah rawa. Pilot pesawat tentunya berkoordinasi dengan Iskandar, yang meruapakan pimpinan operasi tersebut, soal area penerjunan.
Sekitar pukul 07.00, pesawat berada sekitar 5 mil dari garis pantai Kalimantan. Pesawat sempat berputar-putar untuk mendapatkan lokasi ideal. Tak lama kemudian terdengarlah suara bel 1 kali, lima orang satu per satu berterjun ke bawah.
Semua penerjun mendarat dengan selamat. Setelah mendarat, pasukan itu terpencar. M. Dachlan tersangkut di pohon. Lima penduduk asli menemui Dachlan. Sementara Bachri terperosok di pepohonan bambu. Waktu ada suara tembakan, Bachri menyalakan senjata apinya. Tembakan Bachri pun dapat balasan. Bertemulah dia dengan kawan-kawan lain seperti Darius, Iskandar, Bitak, Kosasih, Soejoto, dan Ali Akbar.
Mereka harus berhadapan langsung dengan tentara Jepang. Tiga penerjun tertembak oleh tentara Jepang. Salah satu oenerjun yang tertembak bernama Iskandar yang merupakan pimpinan penerjun waktu itu.
Oleh sebab itu, Lanud (landasan udara) yanh kini juga menjadi bandara komersial diberi nama Iskandar. Saat itu Lanud Iskandar merupakan Lanud terluas di Indonesia, dengan luas 300,6 hektare.
Selain Iskandar, salah seorang penerjun yang juga selamat adalah Marsekal TNI Tjilik Riwut yang kemudian menjabat sebagai Gubernur Kalimantan Tengah pertama, serta merupakan pahlawan nasional Indonesia.
Senin tanggal 17 Agustus 1987, yang bertepatan dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Tjilik Riwut meninggal dunia setelah dirawat di Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin, karena menderita penyakit liver/ hepatitis dalam usia 69 Tahun. Tjilik Riwut dimakamkan di makam Pahlawan Sanaman Lampang, Palangka Raya, Kalimantan Tengah.
Namanya diabadikan untuk salah satu bandar udara, dan nama jalan di berbagai kabupaten Kalimantan Tengah, bahkan berbagai provinsi lainnya.
6 November 1998 pemerintah RI menetapkan Tjilik Riwut sebagai Pahlawan Nasional Indonesia, SK Presiden No. 107/TK/1998 tertanggal 6 November 1998.
Referensi:
Mengenal Pangkalan bun Wilayah Bersejarah Bagi Penerbangan Indonesia - Detik News
Operasi Terjun Payung Pertama demi Eksistensi Republik Indonesia - Tirto.id