Laman

Kamis, 20 Desember 2018

Saat Muslim dan Kristen Palestina Bersatu Melawan Zionis Israel

Umat Kristen Palestina tidak pernah absen dari perjuangan bersama-sama warga Muslim menentang Israel dan mewujudkan kemerdekaan. Derita Palestina pada hakikatnya adalah derita seluruh warga Palestina, baik Muslim maupun Kristen.


"Kami mencintai Israel, tapi Israel selalu menindas kami", ujar seorang Pendeta di Bethlehem, Palestina yang disiarkan oleh televisi CNN Internasional.

Perjuangan Palestina untuk meraih kemerdekaan masih panjang, karena Israel terus melakukan  manuver dan melobi negara sekutunya terutama Amerika Serikat, untuk menindas warga Palestina.

Tidak peduli kelompok manapun, baik Muslim maupun Kristen sama-sama mendapatkan perlakukan diskriminatif oleh Israel. Warga Muslim dan Warga Kristen kerapkali mendapatkan perlakuan diskriminatif yang sama oleh Israel, karenanya mereka bersama-sama menentang Israel. Sebab itu, warga Kristen di Palestina juga bernasib sama: masa depan yang suram, tidak menentu, bahkan gelap-gulita.


Fakta tersebut mengisahkan kesedihan yang amat mendalam bagi warga Kristen Palestina. Kisah pilu mereka tidak mendapatkan perhatian luas, bahkan terlupakan. Padahal penderitaan mereka tidak kalah pedihnya dari apa yang dialami oleh warga Muslim.

Bahkan, Israel kerap membentuk narasi, memprovokasi dan memicu konflik dan perang saudara antara Muslim dan Kristen di Palestina, tetapi skenario tersebut selalu gagal.

Hubungan antara Muslim dan Kristen Palestina sangat kokoh. Keduanya saling bahu-membahu menentang penjajahan Israel dan berusaha semaksimal mungkin untuk mewujudkan kemerdekaan Palestina. Warga Muslim maupun Kristen di Palestina selalu bersama-sama, bergotong-royong melawan kebijakan diskriminatif Israel.

Salah satu contoh hubungan harmonis tersebut adalah ketika Israel membuat kebijakan untuk memasang alat pemindai di pintu masuk Masjid al-Aqsha, warga Kristen Palestina ikut menentang kebijakan tersebut karena dianggap bertentangan dengan hak kebebasan beribadah warga Muslim. Warga Kristen ikut turun ke jalan menentang kebijakan Israel. Di saat umat Muslim melaksanakan shalat Jumat, justru umat Kristen yang menjaga dan melindungi warga Muslim dari tindakan brutal tentara Israel.



Begitu juga sebaliknya, warga Muslim Palestina menyadari, bahwa Palestina merupakan tanah kelahiran Yesus Kristus. Dari Palestina inilah ajaran Kristen disebarluaskan ke seantero dunia. Dalam setiap peringatan Natal, warga Muslim selalu merayakan Natal bersama-sama warga Kristen hampir di seluruh gereja Palestina. Bahkan, Mahmoud Abbas selalu menghadiri perayaan Natal di Gejera Bethlehem.


Warga Kristen Palestina juga menyadari bahwa Jerusalem merupakan kota suci bagi warga Muslim, karena Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan Isra' dan Mi'raj dari Masjid al-Aqsha yang berada di Jerusalem ke Sidratul Muntaha. Begitu pula ketika Jerusalem jatuh di bawah kekuasaan Islam, Umar bin Khattab menghormati eksistensi gereja dan umat Kristen di Palestina.

Warga Muslim dan Kristen Palestina menyadari betul, bahwa musuh utama dan bersama mereka adalah Israel. Bertahun-tahun, Israel telah membuat mereka sengsara, terusir, bahkan hilang nyawa karena kekejaman tentara Israel. Karenanya tidak ada alasan untuk tidak saling bahu-membahu untuk menentang Israel.


Dari beberapa contoh tersebut, harusnya menyadarkan kita, bahwa masalah Palestina bukan masalah perjuangan agama tertentu, tetapi perjuangan sebuah bangsa untuk mendapatkan kedaulatan dan kemerdekaan. Memperjuangkan kemerdekaan Palestina adalah memperjuangkan seluruh warga dan kelompok yang eksis di dalam Palestina.

Kondisi warga Kristen Palestina terus memburuk. Pada tahun 1922, populasi warga Kristen Palestina mencapai 10%. Namun, jumlah mereka terus menyusut sejak berdirinya Negara Israel di tanah Palestina pada tahun 1948 dan perang 1967.

Saat ini populasi warga Kristen sekitar 1% dari total populasi warga Palestina. Mereka tersebar di Tepi Barat (40.000 warga), Jerusalem Timur (5.000 warga), dan Gaza (1.250 warga). Jumlah terbesar berada di Bethlehem, tanah kelahiran Yesus. Kita juga masih bisa menyaksikan gereja-gereja berdiri tegak di seantero Palestina.

Walaupun jumlah warga Kristen terus mengalami penyusutan akibat migrasi ke beberapa negara di Timur-Tengah, seperti Jordania, Mesir, dan Libanon, serta beberapa negara Eropa dan Amerika Serikat, namun mereka yang tinggal di Palestina terus berperan dalam bidang pendidikan, kesehatan, hukum, arsitektur, bahkan politik. Suara mereka sangat lantang menentang penjajahan Israel.

Makam Yesus Kristus Dijaga Oleh Dua Keluarga Muslim 

Di seluruh penjuru dunia, selalu ada kisah akan kerukunan antar umat lintas agama. Tapi dari sekian kisah, mungkin yang paling menarik ada di Kota Suci Yerusalem.


Makam Yesus Kristus adalah situs religi yang sangat penting di Yerusalem. Menariknya, kunci makam itu dijaga oleh dua keluarga muslim selama ratusan tahun. The Holy Sepulchre Church dikenal juga sebagai situs Golgota dan diyakini sebagai tempat terakhir jalur Via Dolorosa alias jalan penderitaan (jalan salib). Inilah lokasi "penyaliban Yesus Kristus." Letaknya tak jauh dari Tembok Ratapan dan Masjid Al Aqsa, yakni di atas bukit Golgota (bukit tengkorak).

Makam itu telah diperebutkan oleh banyak pihak dan memicu konflik pihak-pihak yang berkepentingan, seperti perang salib, yang tidak hanya melibatkan Kristen dan Islam saja. Untuk mencegah terjadinya konflik dikemudian hari, maka disepakati makam itu dijaga oleh dua keluarga muslim. Yakni Keluarga Joudeh dan Nuseibeh sejak abad ke 12 dahulu.


Keluarga Joudeh dipercaya sebagai pemegang kunci. Sedangkan keluarga Nuseibeh menjadi pembuka dan penutup pintu gereja saat pagi dan malam hari. Selama ratusan tahun hingga kini, kedua keluarga muslim itu menjaga Gereja Makam Yesus untuk umat Nasrani.

Kini kunci gereja dipegang oleh Adeeb Joudeh, yang telah mewarisi kunci tersebut dari leluhur hingga kakek dan ayahnya. Adeeb bahkan masih menyimpan kontrak (surat) perjanjian sebagai penjaga kunci yang ditulis dengan tinta emas.

Bagi Adeeb, menjadi seorang penjaga kunci merupakan suatu kehormatan bagi keluarganya dan kehormatan bagi seluruh umat muslim di dunia. Kunci itu begitu spesial dan menjadi bukti tak terbantahkan bahwa ajaran Nabi Muhammad SAW menghargai agama lain.

Yang dilakukan Adeeb serupa dengan apa yang dilakukan oleh Khalifah Umar Bin Khattab. Ketika Khalifah Umar bin Khattab memasuki Yerusalem, pada 637 M, sebagai bagian dari Penaklukan Syria, Patriark Sophronious kelahiran Damaskus, memberikan kunci-kunci Gereja Makam Kudus untuk disimpan oleh umat Islam. Khalifah, setelah mempertimbangkan, memutuskan untuk mempercayakan itu pada Abdullah bin Nusseibeh al-Maziniyya dari  suku al-Khazraj, yang terbesar dan pendukung paling kuat dari nabi Muhammad di Madinah.

Pada pertemuan itu sang Patriark sempat menawarkan supaya Khalifah Umar salat di dalam gereja yang dibangun atas perintah Ratu Helena—ibunda Kaisar Konstantinus I—ini.


Namun, sang khalifah menolak. Ia menjawab, “Jika saya salat di gereja ini, kelak orang-orang sesudah saya bisa jadi menghancurkan gereja ini dan membangun masjid di atasnya. Mereka beralasan ini karena Umar pernah salat di ini.” Sang Khalifah lalu salat di lapangan di selatan gereja. Dan, 400 tahun kemudian di tempat salat ini, dibangun Masjid Umar yang berdampingan dengan Gereja Makam Kudus.

Sedangkan Keluarga Nuseibah bertugas untuk mengambil kunci dari keluarga Joudeh dan membuka pintu gereja bagi pengunjung. Proses itu pun diulang kembali ketika gereja akan tutup pada sore hari. Terus selama ratusan tahun, hingga kini dan nanti.




Referensi:

Kristen Palestina Menentang Israel - Detik News
kolomis: Zuhairi Misrawi

Kisah 2 Keluarga Muslim yang Menjaga Makam Yesus di Yerusalem - Detik Travel