Laman

Selasa, 18 Desember 2018

Tripofobia (Trypophobia) - Ketakutan Terhadap Lubang


Tripofobia adalah rasa takut dan jijik kepada lubang atau pori-pori yang tersusun dalam pola janggal dalam jumlah banyak, misalnya sarang lebah, sarang semut dan sebagainya.

Bentuk-bentuk tersebut mungkin terlihat biasa aja bagi kebanyakan orang. Namun bagi beberapa orang lainnya, hanya dengan melihat gambar kumpulan lubang ini bisa cukup memicu ketakutan, kecemasan dan rasa jijik.

Ketika melihat lubang atau pori-pori yang tersusun dalam pola janggal dalam jumlah banyak, para pengidap Trypophobia biasanya mengalami rasa gatal atau sensasi serangga yang merayap di kulit, gemetaran, berkeringat, mual, pusing, sesak napas, mulut menjadi kering, denyut jantung menjadi cepat, kegerahan atau kedinginan, mati rasa atau kesemutan, kebingungan, gelisah, atau ingin cepat-cepat mengalihkan perhatian dan menjauh dari kondisi tersebut.

Tripofobia berbeda dengan Fobia (gangguan kecemasan)
Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM–5), istilah trypophobia pun tidak termuat didalamnya, karena tidak diakui secara resmi sebagai suatu jenis penyakit atau fobia spesifik.

Trypophobia bukanlah suatu reaksi yang timbul akibat ketakutan. Melainkan, reaksi jijik yang berhubungan dengan respons evolusioner manusia terhadap penyakit atau infeksi parasit. Jadi tidak dapat disamakan dengan fobia pada umumnya seperti arachnophobia (takut laba-laba), claustrophobia (takut pada ruang sempit) atau acrophobia (takut ketinggian).

Penyebab
Penelitian sekelompok Ilmuan yang  dipublikasi di jurnal Cognition and Emotion, menemukan bahwa kondisi ini berhubungan dengan respons mencegah penyakit menular atau infeksi parasit, terutama penyakit kulit.


Seperti banyak ketakutan kita lainnya, sederhananya itu merupakan respon "bawah sadar" yang mengakar. Dalam hal ini, penyebabnya adalah kecemasan yang terlalu over digeneralisasi tentang parasit dan penyakit menular yang dipandang menjijikkan.


Hal tersebut karena memang sudah menjadi naluri alamiah manusia. Misalnya, banyak orang merasa jijik dengan darah dan bau busuk, yang menyebabkan mereka sebisa mungkin menghindari kemungkinan sumber penyakit yang bisa menyebabkannya.

Manusia dibekali dengan insting atau naluri alami guna memastikan dirinya agar selalu aman. Insting ini memungkinkan pikiran manusia untuk bereaksi dengan beberapa bentuk atau pola yang dianggap membahayakan.

Ketika melihat lubang atau pori-pori yang tersusun dalam pola janggal dalam jumlah banyak, mengakibatkan timbulnya berbagai pikiran negatif, seperti membayangkan mahluk menggelikan yang mungkin merayap atau merangkak keluar dari lubang tersebut. Kecurigaan semacam inilah yang lantas membuat ketidaknyamanan

Trypophobia juga dapat disebabkan oleh pengalaman masa lalu. Dimana orang tersebut pernah mengalami suatu kondisi yang menyebabkan terciptanya klaster lubang di tubuh, seperti sengatan lebah, cacar air, campak dan lainnya.

Kondisi seperti ini dapat disebut juga dengan ‘priming dan conditioning ‘. Suatu efek yang muncul akibat insiden kecil di masa lampau yang masih tersimpan dan terekam dalam ingatan, sehingga akan menimbulkan reaksi berlebihan ketika menjumpai rangsangan sejenis di lain waktu.

Jika fobia lubang membuat Penderita menjadi sulit menjalani aktivitas sehari-hari dan memengaruhi kinerja atau pola pikirnya, sebaiknya penderita mejalani konseling dengan
psikolog atau psikiater dan mendapatkan treatment, yakni terapi perilaku kognitif, dan exposure therapy.

Selain konseling, pemderita juga disarankan melakukan pemeriksaan Dokter. Dokter mungkin akan memberi obat penenang atau antidepresan. Namun harus diingat, konsumsi obat untuk mengatasi fobia disarankan untuk dikonsumsi hanya dalam jangka pendek.