Laman

Senin, 03 Desember 2018

Penemuan Jasad Firaun Yang Tenggelam di Zaman Nabi Musa


Firaun atau Pharaoh, adalah gelar bagi raja-raja yang menjabat dikerajaan Mesir kuno. Firaun adalah seorang raja penindas dan sangat kejam, terutama terhadap bani Israil. Bahkan Firaun mengklaim sebagai tuhan yang wajib disembah oleh rakyatnya, kerena ia menganggap dengan kekuasaan yang dimilikinya, dia berhak untuk menentukan seseorang hidup atau mati.



Pada masa itu Firaun bermimpi, ada lelaki keturunan bani Israel yang membuatnya jatuh dari tampuk kekuasaannya sebagai raja di Mesir. Keesokan harinya Firaun mememerintahkan untuk membunuh semua bayi laki-laki yang baru dilaharkan tanpa terkecuali. 


Namun dengan sebuah mukjizat Nabi Musa yang baru saja lahir, lolos dari kekejaman Firaun. Allah memberikan ilham dan memerintahkan ibu Nabi Musa untuk menghanyutkannya di sungai nil, sehingga lolos dari pembunuhan massal. 



Nabi Musa yang hanyut ditemukan oleh istri Firaun, yang kemudian mengadopsi Nabi Musa. 



Hingga akhirnya Nabi Musa beranjak dewasa, diutus menjadi seorang Rasul Allah. Ia pun menyeru kepada penduduk Mesir untuk menyembah hanya satu tuhan, ialah Allah SWT serta membebaskan Bani Israel yang diperbudak Firaun.



Dalam misinya menyampaikan risalah, Nabi Musa berkali-kali menunjukan berbagai macam mukjizat atas izin Allah. Itu membuktikan kebenaran dakwah beliau sampaikan benar-benar atas perintah Allah SWT.



Tentu saja itu membuat malu Firaun dihadapkan rakyatnya. Dalam kondisi emosi dan tertekan, Firaun memerintahkan prajuritnya membunuh Nabi Musa beserta pengikutnya, Bani Israel yang kemudian melarikan diri.



Dalam kondisi dikejar oleh Firaun serta pasukannya, Nabi Musa dan pengikutnya dalam kondisi tersudut, karena mereka berada dipinggir lautan dan tidak ada lagi jalan untuk melarikan diri, sementara Firaun dan pasukannya terus mendekat.


Nabi Musa kemudian berdoa dan memohon pertolongan Allah SWT. Maka Allah SWT mewahyukan (memerintahkan) Nabi Musa untuk memukulkan tongkatnya ke lautan. 


Seketika, laut pun terbelah dua, seakan memberikan jalan untuk mereka. Tanpa pikir panjang, Musa a.s. dan pengikutnya langsung menyeberangi laut tersebut, hingga sampai dengan selamat ke tepi pantai bagian timur daratan Hijaz (sinai). 



Seketika, bani Israil melihat dengan cemas, bahwa bala tentara fir’aun juga sedang melakukan penyeberangan melewati jalan mereka tadi. Namun, berselang beberapa saat kemudian, air laut pun kembali menyatu, serta membinasakan semua bala tentara fir’aun, termasuk fir’aun itu sendiri.


"Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir`aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir`aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. 091. Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. 092. Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.  (QS. Yunus [10] : 90-92)


Siapakah Firaun di Zaman Nabi Musa ?


Setelah sekian ribu tahun terendam didalam laut, akhirnya mumi Firaun ditemukan pada tahun 1898 oleh Loret di Thebes di Lembah Raja-raja (Wadi al Muluk). 



Banyak klaim yang mengatakan Firaun di zaman Nabi Musa adalah Ramses II, bukan MinephtahNamun, setelah diselidiki, Ramses II justru merupakan seorang raja yang baik. Ia memerintahkan rakyatnya untuk selalu berbuat adil. Ia memerintah selama 68 tahun pada 1304-1237 SM. 



Sedangkan, anaknya, Minephtah, dikenal sebagai raja yang sangat kejam. Dialah yang menentang Nabi Musa dan mengaku sebagai tuhan.



Tahun 1975, sebuah tawaran dari pemerintah Prancis datang kepada pemerintah Mesir. Perancis menawarkan bantuan untuk meneliti, mempelajari, dan menganalisis mumi Firaun. Mumi itu pun dibawa ke ruang khusus di Pusat Purbakala Prancis. 



Pemimpin ahli bedah sekaligus penanggung jawab utama dalam penelitian mumi ini adalah Prof Dr Maurice Bucaille. Bucaille adalah ahli bedah kenamaan Prancis dan pernah mengepalai klinik bedah di Universitas Paris. Bucaille memulai kariernya di bidang kedokteran pada 1945 sebagai ahli gastroenterology.



Setelah melakukan peneltian terhadap mumi tsb, ternyata hasil akhir yang ia peroleh sangat mengejutkan! Sisa-sisa garam yang melekat pada tubuh sang mumi adalah bukti terbesar bahwa dia telah mati karena tenggelam. Jasadnya segera dikeluarkan dari laut dan kemudian dibalsem untuk segera dijadikan mumi agar awet. Namun penemuan tersebut masih menyisakan sebuah pertanyaan dalam kepala sang professor: “Bagaimana jasad tersebut bisa lebih baik dari jasad-jasad yang lain, padahal dia dikeluarkan dari laut?”


Prof. Bucaille lantas menyiapkan laporan akhir tentang sesuatu yang diyakininya sebagai penemuan baru, yaitu tentang penyelamatan mayat Firaun dari laut dan pengawetannya. Laporan akhirnya ini dia terbitkan dengan judul Mumi Firaun; Sebuah Penelitian Medis Modern, dengan judul aslinya, Les momies des Pharaons et la midecine



Berkat buku ini, dia menerima penghargaan Le prix Diane-Potier-Boes (penghargaan dalam sejarah) dari Academie Frantaise dan Prix General (Penghargaan umum) dari Academie Nationale de Medicine, Prancis.



Terkait dengan laporan akhir yang disusunnya, salah seorang di antara rekannya membisikkan sesuatu di telinganya seraya berkata: ”Jangan tergesa-gesa karena sesungguhnya kaum Muslimin telah berbicara tentang tenggelamnya mumi ini”. Bucaille awalnya mengingkari kabar ini dengan keras sekaligus menganggapnya mustahil. Menurutnya, pengungkapan rahasia seperti ini tidak mungkin diketahui kecuali dengan perkembangan ilmu modern, melalui peralatan canggih yang mutakhir dan akurat.

Hingga salah seorang di antara mereka berkata bahwa Al Qur'an yang diyakini umat Islam telah meriwayatkan kisah tenggelamnya Firaun dan kemudian diselamatkan mayatnya. Ungkapan itu makin membingungkan Bucaille. Lalu, dia mulai berpikir dan bertanya-tanya. Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi? Bahkan, mumi tersebut baru ditemukan tahun 1898 M, sementara Alquran telah ada ribuan tahun sebelumnya.

Ia duduk semalaman memandang mayat Firaun dan terus memikirkan hal tersebut. Ucapan rekannya masih terngiang-ngiang dibenaknya, bahwa Alquran–kitab suci umat Islam–telah membicarakan kisah Firaun yang jasadnya diselamatkan dari kehancuran sejak ribuan tahun lalu. Sementara itu, dalam kitab suci agama lain, hanya membicarakan tenggelamnya Firaun di tengah lautan saat mengejar Musa, dan tidak membicarakan tentang mayat Firaun. 

Bucaille pun makin bingung dan terus memikirkan hal itu. Ia berkata pada dirinya sendiri. ”Apakah masuk akal mumi di depanku ini adalah Firaun yang akan menangkap Musa? Apakah masuk akal, Muhammad mengetahui hal itu, padahal kejadiannya ada sebelum Alquran diturunkan?”

Prof Bucaille tidak bisa tidur, dia meminta untuk didatangkan Kitab Taurat (Perjanjian Lama). Diapun membaca Taurat yang menceritakan: ”Airpun kembali (seperti semula), menutupi kereta, pasukan berkuda, dan seluruh tentara Firaun yang masuk ke dalam laut di belakang mereka, tidak tertinggal satu pun di antara mereka” (mereka mati semua termasuk Firaun) [Kitab Keluaran 14:28]. Kemudian dia membandingkan dengan Injil-Perjanjian Baru. Ternyata, kitab tsb juga tidak membicarakan tentang diselamatkannya jasad Firaun dan masih tetap utuh. Karena itu, ia semakin bingung.

Setelah perbaikan terhadap mayat Firaun dan pemumiannya, Prancis mengembalikan mumi tersebut ke Mesir. Akan tetapi, tidak ada keputusan yang menggembirakannya, tidak ada pikiran yang membuatnya tenang semenjak ia mendapatkan temuan dan kabar dari rekannya tersebut, yakni kabar bahwa kaum Muslimin telah saling menceritakan tentang penyelamatan mayat tersebut. Dia pun memutuskan untuk menemui sejumlah ilmuwan otopsi dari kaum Muslimin.


Dari sini kemudian terjadilah perbincangan untuk pertama kalinya dengan peneliti dan ilmuwan Muslim. Ia bertanya tentang kehidupan Musa, perbuatan yang dilakukan Firaun, dan pengejarannya pada Musa hingga dia tenggelam dan bagaimana jasad Firaun diselamatkan dari laut. Maka, berdirilah salah satu di antara ilmuwan Muslim tersebut seraya membuka mushaf Alquran dan membacakan untuk Bucaille. 

Firman Allah SWT yang artinya: 
”Maka pada hari ini kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” (QS Yunus: 92).



Ayat ini sangat menyentuh hati Bucaille. Ia mengatakan bahwa ayat Alquran tersebut masuk akal dan mendorong sains untuk maju. Hatinya bergetar, dan getaran itu membuatnya berdiri di hadapan orang-orang yang hadir seraya menyeru dengan lantang: ”Sungguh aku masuk Islam dan aku beriman dengan Alquran ini”





Referensi:

Menguak Sosok Firaun yang Ditenggelamkan - Republika Online