Self injury atau self harm merupakan kelainan psikologis di mana seseorang dengan sengaja melukai diri sendiri. Aktivitas self injury dapat berupa mengiris, menggores, melukai, membakar kulit, dan mememarkan tubuh.
Pada tingkat yang lebih akut, mereka melakukannya secara berulang dan menyebabkan kecenduan, cara yang digunakan lebih ekstrim, seperti mematahkan tulang mereka sendiri dan menyuntikkan racun ke dalam tubuh.
Bagi sebagian pelaku yang melakukan Self injury justru menikmati tindakan tersebut dan menggunakannya sebagai media pelepasan emosi. Dengan kata lain, self injury merupakan bentuk mekanisme mengalihkan atau mengatasi rasa sakit secara emosional (sedih, kekosongan diri, kesepian). Bagi pelaku self injury, dengan melukai diri sendiri, maka ia merasa rasa sakitnya berkurang, meskipun ia sadar bahwa itu hanya untuk sementara.
Berbeda dengan tindakan bunuh diri, self injury dilakukan untuk melepaskan emosi yang tidak dapat diungkapkan. Melukai diri dilakukan untuk mengurangi ketegangan, euforia, kemarahan, depresi, kesepian, kehilangan, dan memuaskan keinginan untuk menghukum diri sendiri. Penderita merasa tenang dan “nyaman” setelah menyakiti diri.
Bila tidak diatasi sesegera mungkin, maka akan terjadi peningkatan frekuensi dan tingkat kerusakan fisik yang ditimbulkan akibat tindakan tersebut. Sangat disayangkan, masyarakat umum menganggap tindakan self injury merupakan tindakan cari perhatian. Padahal dalam kenyataanya, pelaku justru menutupi keadaan mereka. Menggunakan baju lengan panjang untuk menutup luka di tangan misalnya. Selain itu mereka akan menghindar jika orang di sekitarnya mulai curiga pada luka-luka yang ditimbulkan akibat tindakan self injury.
Major Self Mutilation, merupakan tindakan melukai diri yang menyebabkan kerusakan pada organ tubuh, di mana kerusakan tersebut tidak dapat diperbaiki seperti semula.
Streotypic Self Injury, tipe ini bersifat berulang. Contoh tindakan yang dilakukan antara lain mengiris tangan, membenturkan kepala, membuat lebam. Penderita tipe ini memiliki kelainan syaraf seperti autism atau tourette syndrome.
Superficial Self Mutilation, tipe ini adalah tipe yang paling banyak dilakukan. Superficial Self Mutilation terbagi lagi menjadi 3 subtipe, antara lain kompulsif, repetitif, dan episodik. Pada tipe kompulsif, biasanya dilakukan bukan untuk mencapai pelepasan tapi lebih sebagai kompulsi. Sedangkan pada Repetitif, self-injury sudah dianggap sebagai bagian yang krusial dalam kepribadian pelaku. Dan Episodik lebih kepada episode dimana self-injury bermanifestasi pada waktu-waktu tertentu.
Untuk menolong penderita self injury, adalah dengan menjadi tempat berkeluh kesah, mendegarkan cerita mereka dan membantu masalah yang mereka hadapi. Untuk tingkat yang lebih akut, dibutuhkan bantuan terapis atau professional, baik bimbingan konseling secara spiritual/rohani (agama) dan konseling ke psikolog.
Meskipun banyak orang dengan perilaku tersebut enggan mendapatkan bantuan pihak profesional dan terkadang tidak mau mengakui bahwa ia menunjukkan perilaku bermasalah, jangan abaikan kenyataan bahwa sebenarnya perilaku yang ia tunjukkan memang bermasalah. Tetaplah gigih. Jangan mencoba memaksanya, namun doronglah ia dengan cara yang baik untuk mau membicarakan masalahnya pada pihak profesional. Ingatkan ia bahwa ia tidak perlu merasa malu karena ia menunjukkan perilaku tersebut dan ada jutaan orang yang mengunjungi terapis atau konselor untuk membicarakan masalah-masalah yang mereka hadapi. Ingatkan juga bahwa terapis dapat membantu memberikan cara-cara untuk menghadapi masalah yang terbukti berguna.
Anda dapat mencari tahu sendiri atau mendapatkan informasi mengenai alasan mengapa ia melukai diri sendiri langsung darinya. Ia mungkin melukai dirinya sendiri sebagai cara untuk mengendalikan diri atau untuk meredakan luka batin. Dengan memahami alasan di balik perilaku tersebut, Anda dapat bersikap lebih empati padanya.
Ia membutuhkan dukungan emosional dan bisa mendapatkan kebaikan dari seseorang seperti Anda yang mau mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas lain yang lebih sehat untuk melampiaskan perasaannya. Dukungan sosial telah terbukti dapat menurunkan tekanan yang pada akhirnya meredakan masalah emosional pada orang yang bersangkutan. Doronglah ia untuk terlibat dalam kegiatan hobi yang mungkin akan ia sukai.
Salah satu yang paling penting adalah adanya kesadaran bahwa hal ini bukanlah cara yang baik untuk menyalurkan agresivitas. Cara yang positif biasanya dengan melakukan olahraga terutama olahraga kompetitif dan juga dengan kegiatan seni. Hal ini bisa mengurai energi negatif yang berlebihan yang dimiliki.
Referensi:
Self Injury - Center for Behavioral Health
Nonsuicidal Self-Injury (NSSI) - Psychiatric Disorders - Merck Manuals
Understanding Self-Injury/ Self-Harm - Teen Mental Health
Information about self-harm - The Royal College of Psychiatrists
Health Third World faces self-harm epidemic - BBC News
Deep Secrets: The Truth Behind Self-harm | Psychology Today
Depression and Non-Suicidal Self Injury | Psychology Today
Self-harm - Wikipedia
Ingin Sembuh dari Kebiasaan Melukai Diri Sendiri - Kompas.com
Cara Menghentikan Kebiasaan Seseorang Melukai Diri Sendiri - wikiHow
Memahami Alasan Orang Sengaja Melukai Diri Sendiri - Hello Sehat
Self Injury, Penyakit Psikologi Yang Berbahaya - Dokter Sehat
Self Injury Sebagai Pelampiasan Emosi - PsikologID
Pencederaan diri sendiri - Wikipedia bahasa Indonesia
Pada tingkat yang lebih akut, mereka melakukannya secara berulang dan menyebabkan kecenduan, cara yang digunakan lebih ekstrim, seperti mematahkan tulang mereka sendiri dan menyuntikkan racun ke dalam tubuh.
Bagi sebagian pelaku yang melakukan Self injury justru menikmati tindakan tersebut dan menggunakannya sebagai media pelepasan emosi. Dengan kata lain, self injury merupakan bentuk mekanisme mengalihkan atau mengatasi rasa sakit secara emosional (sedih, kekosongan diri, kesepian). Bagi pelaku self injury, dengan melukai diri sendiri, maka ia merasa rasa sakitnya berkurang, meskipun ia sadar bahwa itu hanya untuk sementara.
Berbeda dengan tindakan bunuh diri, self injury dilakukan untuk melepaskan emosi yang tidak dapat diungkapkan. Melukai diri dilakukan untuk mengurangi ketegangan, euforia, kemarahan, depresi, kesepian, kehilangan, dan memuaskan keinginan untuk menghukum diri sendiri. Penderita merasa tenang dan “nyaman” setelah menyakiti diri.
Faktor Pemicu
- Merasa putus asa dan tidak tahu ke mana harus mencari bantuan. Karena merasa tidak berdaya, dengan menyakiti diri sendiri seseorang merasa lebih terkontrol.
- Perasaan marah yang tidak tertahankan. Perasaan tersebut membuat seseorang berpikir dengan melukai diri dapat mengurangi ketegangan yang dirasakan.
- Perasaan bersalah atau malu yang tidak tertahankan. Menyakiti diri sendiri menjadi cara untuk menghukum diri sendiri.
- Merasa terpisah antara dunia dan tubuhnya. Menyakiti diri sendiri bisa menjadi cara untuk mengatasi pengalaman menyedihkan seperti trauma atau pelecehan serta menghindari rasa sakit ketika mengingat pengalaman tersebut.
- Saat penderita sedang merasa “down”, kecewa, atau kurang percaya diri, ia akan melukai dirinya. Meskipun ia sadar tindakan pelarian tersebut hanya bersifat sementara dan tidak dapat mengatasi masalah.
Bila tidak diatasi sesegera mungkin, maka akan terjadi peningkatan frekuensi dan tingkat kerusakan fisik yang ditimbulkan akibat tindakan tersebut. Sangat disayangkan, masyarakat umum menganggap tindakan self injury merupakan tindakan cari perhatian. Padahal dalam kenyataanya, pelaku justru menutupi keadaan mereka. Menggunakan baju lengan panjang untuk menutup luka di tangan misalnya. Selain itu mereka akan menghindar jika orang di sekitarnya mulai curiga pada luka-luka yang ditimbulkan akibat tindakan self injury.
Major Self Mutilation, merupakan tindakan melukai diri yang menyebabkan kerusakan pada organ tubuh, di mana kerusakan tersebut tidak dapat diperbaiki seperti semula.
Streotypic Self Injury, tipe ini bersifat berulang. Contoh tindakan yang dilakukan antara lain mengiris tangan, membenturkan kepala, membuat lebam. Penderita tipe ini memiliki kelainan syaraf seperti autism atau tourette syndrome.
Superficial Self Mutilation, tipe ini adalah tipe yang paling banyak dilakukan. Superficial Self Mutilation terbagi lagi menjadi 3 subtipe, antara lain kompulsif, repetitif, dan episodik. Pada tipe kompulsif, biasanya dilakukan bukan untuk mencapai pelepasan tapi lebih sebagai kompulsi. Sedangkan pada Repetitif, self-injury sudah dianggap sebagai bagian yang krusial dalam kepribadian pelaku. Dan Episodik lebih kepada episode dimana self-injury bermanifestasi pada waktu-waktu tertentu.
Untuk menolong penderita self injury, adalah dengan menjadi tempat berkeluh kesah, mendegarkan cerita mereka dan membantu masalah yang mereka hadapi. Untuk tingkat yang lebih akut, dibutuhkan bantuan terapis atau professional, baik bimbingan konseling secara spiritual/rohani (agama) dan konseling ke psikolog.
Meskipun banyak orang dengan perilaku tersebut enggan mendapatkan bantuan pihak profesional dan terkadang tidak mau mengakui bahwa ia menunjukkan perilaku bermasalah, jangan abaikan kenyataan bahwa sebenarnya perilaku yang ia tunjukkan memang bermasalah. Tetaplah gigih. Jangan mencoba memaksanya, namun doronglah ia dengan cara yang baik untuk mau membicarakan masalahnya pada pihak profesional. Ingatkan ia bahwa ia tidak perlu merasa malu karena ia menunjukkan perilaku tersebut dan ada jutaan orang yang mengunjungi terapis atau konselor untuk membicarakan masalah-masalah yang mereka hadapi. Ingatkan juga bahwa terapis dapat membantu memberikan cara-cara untuk menghadapi masalah yang terbukti berguna.
Anda dapat mencari tahu sendiri atau mendapatkan informasi mengenai alasan mengapa ia melukai diri sendiri langsung darinya. Ia mungkin melukai dirinya sendiri sebagai cara untuk mengendalikan diri atau untuk meredakan luka batin. Dengan memahami alasan di balik perilaku tersebut, Anda dapat bersikap lebih empati padanya.
Ia membutuhkan dukungan emosional dan bisa mendapatkan kebaikan dari seseorang seperti Anda yang mau mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas lain yang lebih sehat untuk melampiaskan perasaannya. Dukungan sosial telah terbukti dapat menurunkan tekanan yang pada akhirnya meredakan masalah emosional pada orang yang bersangkutan. Doronglah ia untuk terlibat dalam kegiatan hobi yang mungkin akan ia sukai.
Salah satu yang paling penting adalah adanya kesadaran bahwa hal ini bukanlah cara yang baik untuk menyalurkan agresivitas. Cara yang positif biasanya dengan melakukan olahraga terutama olahraga kompetitif dan juga dengan kegiatan seni. Hal ini bisa mengurai energi negatif yang berlebihan yang dimiliki.
Referensi:
Self Injury - Center for Behavioral Health
Nonsuicidal Self-Injury (NSSI) - Psychiatric Disorders - Merck Manuals
Understanding Self-Injury/ Self-Harm - Teen Mental Health
Information about self-harm - The Royal College of Psychiatrists
Health Third World faces self-harm epidemic - BBC News
Deep Secrets: The Truth Behind Self-harm | Psychology Today
Depression and Non-Suicidal Self Injury | Psychology Today
Self-harm - Wikipedia
Ingin Sembuh dari Kebiasaan Melukai Diri Sendiri - Kompas.com
Cara Menghentikan Kebiasaan Seseorang Melukai Diri Sendiri - wikiHow
Memahami Alasan Orang Sengaja Melukai Diri Sendiri - Hello Sehat
Self Injury, Penyakit Psikologi Yang Berbahaya - Dokter Sehat
Self Injury Sebagai Pelampiasan Emosi - PsikologID
Pencederaan diri sendiri - Wikipedia bahasa Indonesia