Sejarah Etnis Muslim Uighur di Xianjiang, Cina yang mengalami Persekusi, Diskriminasi, Intimidasi, Perbudakan, Doktrinisasi dan Pembersihan Etnis Oleh Pemerintah Cina.
Etnis Uighur adalah etnis minoritas keturunan klan Turki yang tinggal di asia tengah, utamanya di propinsi Xinjiang, Cina. Namun, sejarah etnis Uighur menyebut daerahnya itu Uighuristan atau Turkestan Timur (East Turkistan).
Sejarah mencatat, etnis Uighur telah tinggal di Uighuristan lebih dari 2.000 tahun. Tapi Cina mengklaim daerah itu warisan sejarahnya, dan oleh karenanya tak dapat dipisahkan dari Cina. Fakta sejarah menunjukkan klaim Cina tidak berdasar dan sengaja menginterpretasikan sejarah secara salah, untuk kepentingan ekspansi (memperluas) wilayahnya
Uighuristan merupakan tanah subur 1.500 mil dari Beijing, dengan luas 1.6 juta km2 -- hampir 1/6 wilayah Cina. Dan Xinjiang adalah provinsi terbesar di Cina.
Di utara, tanah Uighur berbatasan dengan Kazakstan; Mongolia di timur-laut; Kirghiztan dan Tajikistan di barat-laut; dan dengan Afghanistan-Pakistan di barat-daya.
Tahun 1924, rezim bolshevik Rusia, Joseph Stalin, membagi etnis ini menjadi Uighur, Kazakh, Lyrgyz, Ubzek, Turkmen, Bashkir dan Tatar -- dalam konferensi etnik dan pembagian negara di Tashkent, Uzbekistan.
Orang Uighur berbeda ras dengan Cina-Han. Mereka lebih mirip orang Eropa Kaukasus, sedang Han mirip orang Asia.
Bangsa Uighur memiliki sejarah lebih dari 4.000 tahun. Sepanjang itu, mereka telah mengembangkan kebudayan uniknya, sistem masyarakat, dan banyak menyumbang dalam peradaban dunia.
Di awal abad ke-20, melalui ekspedisi keilmuan dan arkelogis di wilayah Jalur Sutra, di Uighuristan ditemukan peninggalan kuno bangsa Uighur berupa candi-candi, reruntuhan biara, lukisan dinding, dan barang-barang lainnya, juga buku dan dokumen.
Penjelajah Eropa, Amerika, bahkan Jepang sangat kagum terhadap kekayaan sejarah di daerah itu. Dan laporan-laporan merekalah yang mengundang kedatangan orang luar ke sana. Saat ini, peninggalan peradaban Uighur banyak tersimpan di museum Berlin, London, Paris, Tokyo, Leningrad, dan Musium Islam di New Delhi, India.
Berabad-abad lalu, Uighur telah menggunakan skrip tulisan. Saat bersatu di bawah Kerajaan Uighur-Kok Turk abad ke-6 dan ke-7, mereka menggunakan tulisan Orkhun, yang lalu diadposi menjadi tulisan Uighur.
Tulisan ini digunakan hampir 800 tahun, tidak hanya oleh bangsa Uighur tapi juga oleh suku-suku klan Turki lainnya, oleh orang Mongol (saat kekaisaran Genghis Khan), oleh orang Manchu (terutama pada masa awal Manchu mulai menguasai Cina). Setelah memeluk Islam di abad ke-10, Uighur menyerap alpabet Arab.
Sejak dulu, banyak orang Uighur menjadi pengajar di kekaisaran Cina, menjadi duta besar di Roma, Istambul, Baghdad. Kebanyakan karya sastra awal keberadaan Uighur diterjemahkan ke teks agama Budha dan Manichean. Namun ada juga karya naratif, puisi dan epik yang telah diterjemahkan ke bahasa Jerman, Inggris dan Rusia.
Walau telah memeluk Islam, dominasi kebudayan Uighur asli tetap bertahan di Asia Tengah. Malah dengan masuknya Islam, karya sastra dan ilmu Uighur semakin berkembang. Beberapa karya sastra yang terkenal misalnya Kutatku bilik karya Yusuf Has Najib (1069-1070), Divani Lugarit Turk oleh Mahmud Kashari, dan Atabetul Hakayik oleh Ahmet Yukneki.
Bangsa Uighur juga dikenal ahli pengobatan. Zaman Dinasti Sung (906-960), seorang ahli obat-obatan Uighur bernama Nanto mengembara ke Cina. Ia membawa berbagai jenis obat yang saat itu belum dikenal di Cina. Bangsa ini pada masa itu itu telah mengenal 103 tumbuan obat -- dicatat dalam buku obat-obatan Cina oleh Shi-zhen Li (1518-1593). Bahkan sebagian ahli barat percaya akupuntur bukan asli milik orang Cina, tapi awalnya dikembangkan Uighur.
Orang Uighur juga memiliki kemampuan arsitektur, musik, seni dan lukisan yang tinggi. Mereka bahkan telah bisa mencetak buku berabad-abad sebelum ditemui oleh Gutenberg. Pada abad pertengahan, karya sasta, teater, musik dan lukisan sastrawan Cina juga sangat dipengaruhi Uighur.
Diskriminasi & Persekusi
Bagi warga Uighur, Islam adalah bagian penting dari kehidupan dan identitas mereka. Bahasa mereka terkait dengan bahasa Turki, dan mereka menganggap diri mereka secara kultural dan etnis lebih dekat dengan negara-negara di Asia Tengah ketimbang Cina.
Perekonomian kawasan ini sebagian besar disokong dari sektor pertanian dan perdagang an. Bahkan sejak berabad lampau, kota-kota di Xinjiang seperti Kashgar berkembang sebagai penghubung Jalan Sutra, jalur perdagangan internasional yang terkenal di Abad Pertengahan. Xinjiang berada di bawah kekuasaan Cina sejak abad ke-18.
Pada tahun 1949, wilayah ini memerdekakan diri dengan nama Negara Turkestan Timur, namun tak lama usianya.
Di tahun yang sama, Xinjiang secara resmi menjadi bagian dari Republik Rakyat Cina yang berhaluan komunis. Kebijakan ekonomi China yang mengutamakan etnis Han memperburuk suasana.
Lalu, apa yang membuat pemerintah China begitu membenci warga Uighur, hingga seakan ingin melenyapkannya seperti warga Muslim Rohingya ?
Nasib malang suku Uighur berawal saat perang dunia pecah. Saat itu warga Xinjiang, termasuk Uighur , berusaha bergabung dengan Soviet. Namun, usaha mereka tak berhasil karena pasukan nasionalis kiriman Beijing akhirnya kembali memaksa warga Uighur bertahan dalam wilayah kedaulatan Republik Rakyat Cina pada 1949.
Peristiwa tersebut menjadi legitimasi dan pembenaran bagi Pemerintah & Politisi Republik Rakyat Cina untuk menjudge warga Uighur sebagai 'pemberontak dan teroris'.
Isu dan ujaran kebencian tersebut terus dihembuskan oleh Pemerintah Cina sebagai propaganda yang bertujuan nenumbuhkan kebencian rakyat Cina terhadap etnis Uighur.
Diskriminasi dan Penindasan
Catatan Amnesty International dan Human Rights Watch, dipaksa bersumpah setia kepada Presiden Xi Jinping, ditahan tanpa batas waktu yang jelas, diperlakukan layaknya sumber penyakit, sampai didorong menyerukan slogan-slogan Partai Komunis.
Selain itu, pemerintah Cina juga mengawasi gerak-gerik masyarakat Uighur secara ketat lewat pemantauan kartu identitas, pos pemeriksaan, identifikasi wajah, serta pengumpulan DNA dari jutaan warga.
Di wilayah Dabancheng, Xinjiang, Pemerintah Cina mendirikan penjara rahasia khusus, menyerupai sebuah kamp sebagai tempat untuk menahan umat Islam Uighur yang dituduh ekstremis dan akan melakukan pemberontakan.
Jutaan orang muslim Uighur yang hilang dikabarkan ditempatkan sebuah kamp kosentrasi. Pemenjaraan itu tak jarang berujung pada penyiksaan, kelaparan, dan kematian. Namun pemerintah Cina berdalih kamp tersebut pusat pendidikan keterampilan kejuruan.
Padahal tempat tersebut digunakan untuk memenjarakan umat Islam Uighur. Bahkan tempat itu juga menjadi wadah untuk penyiksaan dan kerja paksa. Dan yang lebih mengerikan lagi, mereka memaksa dan mendoktrin umat Islam Uighur agar tidak menjalankan ajaran dan peribadatan agamanya, serta mencintai partai komunis yang tak bertuhan tersebut. Seluruh umat Islam Uighur yang ditahan harus menyatakan sumpah setia kepada Partai Komunis dan menghina agama dan sukunya sendiri.
Berbagai media kenamaan dunia lainnya seperti New York Times, ABC News , dan The Independent dari Inggris melakukan investigasi jurnalistik yang bersifat indepen berhasil mengungkap fakta dan berbagai pelanggaran yang dilakukan Pemerintahan Cina. Sebuah pengakuan mantan tahanan di penjara, seorang pria Kazakhstan bernama Omir Bekali mengungkapkan suatu hal yang mengejutkan dunia.
Bekali kemudian dipindahkan ke penjara 10x10 meter yang diisi 17 tahanan. Kaki mereka dirantai ke ranjang. Beberapa tahanan mengenakan seragam biru, beberapa lainnya oranye, tanda narapidana politik.
Belakangan terungkap, bahwa setiap pagi, semua tahanan muslim harus menyanyikan lagu nasional China, mengibarkan bendera China. Lalu mereka digiring ke kelas untuk bernyanyi lagu-lagu komunis seperti "Tanpa Partai Komunis, Tidak Akan Ada China Baru", dan belajar bahasa dan sejarah China.
Tidak hanya pria saja, wanita Uighur bahkan mendapatkan perlakuan yang lebih mengerikan lagi. Wanita-wanita Uighur dilarang mengenakan hijab (jilbab), dilarang memakai pakaian dalam, mengikat rambutnya sebagai tanda siap berhubungan seksual, dan punya banyak kekasih.
Sebelum menyantap makanan, para wanita muslimah tersebut harus berteriak "Terima Kasih Partai! Terima Kasih Ibu Pertiwi! Terima Kasih Presiden Xi!"
Makanan yang diberikan kepada para tahanan adalah berbahan daging babi dan alkohol, dua hal yang haram dikonsumsi umat Islam.
Hanya ada sebuah toilet di dalamnya, itupun tanpa air. Mereka jarang mandi, bahkan sekadar cuci tangan dan kaki, apalagi mengambil wudhu untuk salat.
Seluruh tahanan muslim (baik pria atau wanita) yang membangkang, membuat masalah, atau terlambat datang ke kelas akan dipakaikan baju besi selama 12 jam untuk membatasi gerak mereka. Jika masih membelot, tahanan akan diikat di kursi selama 24 jam.
Referensi:
Siapakah Bangsa Uighur? - Republika.co.id
Ini Penyebab Ketegangan Etnis Uighur dan China - Liputan6.com
China Penjarakan Ribuan Warga Muslim, Didoktrin Cintai Partai Komunis - KUMPARAN News
Nasib Muslim Uighur di Cina: Dituduh Teroris & Ditahan di Kamp - Tirto.id