Laman

Minggu, 25 November 2018

Penjelasan: Kenapa Negara Tidak Mencetak Uang Sebanyak-Banyaknya Untuk Memenuhi Kebutuhan Rakyat & Membayar Utang ?

Banyak penduduk miskin, banyak orang tak memiliki pekerjaan dan negara punya banyak hutang, tentu sempat terpikirkan, kenapa setiap negara tidak mencetak uang sebanyak-banyaknya saja agar bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah. Cetak banyak uang, utang lunas dan uang pun juga bisa dibagikan kepada masyarakat miskin yang membutuhkan.


Mencetak uang secara besar-besaran dan sebanyak-banyaknya, bukan berarti akan menyelesaikan masalah, justru menambah masalah.


Dalam hukum ekonomi, harga barang akan tergantung pada perbandingan jumlah uang dan jumlah persediaan barang. Artinya, jika barang yang beredar lebih banyak dari jumlah uang yang beredar maka harga akan cenderung turun.



Dan sebaliknya, jika jumlah barang lebih sedikit dari jumlah uang yang beredar maka harga akan cenderung naik atau yang biasa disebut dengan inflasi. Jadi, jika sebuah negara mencetak uang terus-menerus dalam jumlah banyak, maka bukan disebut kekayaan karena nilai tukar mata uang negara tersebut justru akan terus anjlok. 



Sejarah mencatat, Indonesia pernah mencetak uang dengan jumlah yang banyak pada era pemerintahan Presiden Soekarno .Hal itu dikarenakan, saat itu pemerintah belum maksimal memungut pajak dari rakyatnya. 


Hingga akhirnya, presiden pertama pun mengambil kebijakan dengan mencetak uang secara berlebih. Inflasi pun tak bisa dihindari lagi. Kejadian ini pun sempat membuat para mahasiswa protes dan melakukan unjuk rasa agar harga-harga diturunkan. Aksi unjuk rasa ini pun dikenal dengan Tiga Tuntutan Rakyat atau Tritura.

Inflasi Venezuela :1.000.000% (satu juta persen)

Nilai tukar mata uang Venezuela (Bolivar) sangat anjlok, selasa, 21 Agustus 2018 Presiden Venezuela Nicolas Maduro menerbitkan mata uang baru untuk mengendalikan inflasi Venezuela, yang tahun ini menurut IMF akan mencapai 1.000.000% (satu juta persen).


Nilai US$1 kini bisa setara lebih dari 6,3 juta Bolivar (sekali lagi: itu untuk hanya satu dolar Amerika Serikat. Untuk membeli satu gulung tisu toilet, rakyat Venezuela harus membawa uang sebanyak 2,6 juta Bolivar (2.600.000 US$)



Daging ayam seberat 2,4 kg di ibukota, Caracas, harganya setara US$ 2,22, atau Rp 32.000. Namun dalam mata uang Bolivar Venezuela, harganya 14.600.000 (empat belas juta enam ratus ribu!) Bolivar.



Untuk kembeli 1 Kg beras, rakyat Venezuela harus membayar 2,5 juta Bolivar (sekitar Rp 6.000).



Untuk membeli sebungkus pembalut keperluan perempuan, rakyat Venezuela harus membayar uang 3,5 juta Bolivar (yang kalau dirupiahkan, setelah dikonversi ke dolar Amerika terlebih dahulu, sekitar Rp8.000).




Inflasi Zimbabwe 231.000.000% (dua ratus tiga puluh  juta persen)


Nilai mata uang Venezuela mungkin hanya bisa dibandingkan dengan mata uang dolar Zimbabwe pada masa Robert Mugabe -yang di saat puncak hiperinflasi pada 8 November 2008, bahkan nilai tukar 1 US$ sama dengan 669 miliar Dolar Zimbabwe. Inflasi Zimbabwe 231.000.000% (dua ratus tiga puluh  juta persen).


Rakyat Venezuela masih bisa mengatakan, bahwa nilai mata uang mereka masih 1000 kali lebih tinggi dibanding mata uang Zimbabwe di saat terburuk ekonomi negeri itu.


Uang di Zimbabwe hampir tidak bernilai sama sekali. Hal ini berawal dari krisis moneter yang terjadi sejak akhir tahun 1990an hingga awal tahun 2000an. Saat harga bahan pokok terus meningkat, Bank Sentral Zimbabwe justru terus memproduksi uang yang pada akhirnya menyebabkan inflasi besar-besaran.



Setelah itu, pada tahun 2008 hingga 2009, krisis yang terjadi semakin memperparah keadaan ekonomi di sana. Tingkat inflasi sudah dinyatakan sebagai hiperinflasi. Bahkan, jumlah persentase inflasi menurut Ekonom dari Cato Institute mencapai 7,0 miliar persen di tahun 2008.



Saking Tidak Berharganya, Uang Dijual Sebagai Oleh-Oleh. Pecahan selembar uang kertas di Zimbabwe mencapai nilai100 Triliun. Para warga Zimbabwe harus membawa uang satu tas penuh. Untuk membeli roti saja warga harus membawa uang sebanyak satu kantong penuh.



Jadi, 100 triliun di Zimbabwe tidak ada artinya. Uang sebanyak itu hanya cukup untuk membayar ongkos angkot saja.



Pedagang di Zimbabwe juga harus memiliki semua mata uang mulai Pound sterling Inggris, Dolar Amerika Serikat, Dolar Australia, Yen Jepang, Euro, Yuan China, serta Rupee India.




Kesimpulan: 

Negara miskin atau pun negara kaya tidak berlebihan mencetak uang karena pengaruh inflasi yang justru akan merugikan masyarakatnya sendiri.


Referensi :

Zimbabwe in 10 numbers - BBC News

Hyperinflation threat returns to Zimbabwe - Reuters

Zimbabwe inflation hits 11,200,000 percent - CNN.com

Zimbabwe's inflation rate surges to 231000000% - The Guardian

How Bad Is Inflation in Zimbabwe? - The New York Times

Zimbabwe's inflation rate surges to 231,000,000% - The Guardian

Zimbabwe Unveils Budget Amid Currency Crunch, Inflation Rush - Bloomberg

Hyper Inflation in Zimbabwe | Economics Help

Mata uang Venezuela ambruk: Kertas tisu dijual 2,6 juta, daging ayam 14,6 juta - BBC News Indonesia

Mata Uang Venezuela Ambruk, Harga Tisu 2 Juta, Ayam 14 Juta - Detik News

Kenapa Ya, Negara Tak Cetak Uang Sebanyak-banyaknya Agar Terbebas dari Utang dan Kemiskinan? - Tribun Solo

Inflasi Berlebihan, Uang Rp 100 Triliun di Negara Ini Hanya Bisa Ongkos Angkot, Berikut 6 Faktanya - Tribun Manado