Laman

Sabtu, 29 Agustus 2015

Tujuan Ibadah Haji - Maqashid al-Hajj

 

Menuju Ibadah Kolektif yang Berdaya Guna

“Maqashid al-Hajj” barangkali istilah yang belum populer di kalangan umat Islam pada umumnya. Istilah yang kurang lebih bermakna tujuan-tujuan haji atau maksud yang diinginkan dari ibadah haji ini menyimpan banyak hakekat penting tentang rukun Islam yang kelima ini.

Kenyataan yang masih sedikit disadari banyak umat Islam adalah bahwa setiap ibadah dalam Islam ada “maqashid”-nya, ada tujuan yang mesti direalisasi, ada hikmah besar yang seharusnya terwujud melalui ibadah-ibadah ritual. Seringkali umat Islam melakukan ibadah tanpa berusaha menghidupkan ruh yang terdapat dalam ibadah tersebut. Beberapa ulama dan pemikir Islam berusaha mengeksplorasi makna-makna penting yang tersimpan dalam ibadah haji ini. Ustadz Abul Hasan an-Nadwi mengkhususkan sebuah kitab berjudul al-Arkan al-Arba’ah yang menyingkap makna penting dan hikmah-hikmah yang tersimpan dalam rukun-rukun Islam yang sering kali dilupakan, yaitu rukun sholat, zakat, shaum dan haji. Pemikiran Islam Iran Ali Shariati juga mengarang sebuah buku khusus membahas tinjauan filosofis spiritual dalam ibadah multi nasional ini.

Jika Imam al-Ghazali hidup di jaman kita sekarang mungkin beliau akan menerbitkan kitab Ihya Ulumuddin version 2.0. Inti persoalan umat Islam ada pada “mati”-nya keislaman pada diri umat Islam. Ihya Ulumuddin yang berarti “menghidupkan ilmu-ilmu agama” memang ditulis oleh Imam al-Ghazali ketika dirasakan bahwa ilmu-ilmu agama sedang mati suri. Ilmu fiqh yang seharusnya memberikan pencerahan ruhani justru berubah menjadi sekedar ajaran-ajaran formal yang jauh dari sentuhan hati. Fiqh di jaman itu membatasi diri hanya pada hukum-hukum ibadah dan muamalah tanpa mengksplorasi spirit ajaran agama. Umat hanya berhenti pada batas-batas hukum boleh dan tidak boleh. Akhirnya agama hanya berupa rutinitas dan gerakan-gerakan mati tanpa jiwa. Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjadikan ilmu tasawuf sebagai ruh yang menghidupkan ilmu-ilmu agama Islam.

Revolusi Imam al-Ghazali yang dimulai di penghujung abad kelima hijriyyah tersebut mendorong munculnya generasi baru yang mampu menghidupkan ajaran agama dengan sentuhan keimanan dalam, seperti Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Jika pada generasi sebelum Imam al-Ghazali cenderung ada diferensiasi antara ahli fiqh dan ahli tasawuf, maka pada pada generasi sesudah beliau dikotomi tersebut memudar. Tetapi hal tersebut tidak bertahan lama. Karena pada generasi pewaris berikutnya justru terjadi pemformalan tasawuf yang berakibat pada munculnya tarekat sebagai forum-forum ritual yang sering kali terpisah dari kehidupan praktis.

Sebuah ironisme yang sering terulang dalam ajaran agama adalah hilangnya makna ajaran agama itu sendiri dari kesadaran umat. Ibadah sholat –misalnya- yang disyariatkan untuk menjadi moment ruhani dan pensucian hati, justru dirumuskan dalam kitab fiqh hanya sebagai gerakan dan ucapan tertentu mulai dari takbir sampai kepada salam. Bahkan niat yang hakekatnya murni aktifitas batin malah diartikan sebagai ucapan dan lafal-lafal tertentu. Hal seperti itu terjadi pada hampir semua ibadah, umat Islam banyak yang menjalankan ibadah tanpa mengerti apa makna di balik semua gerakan dan ucapan yang mereka lakukan. Akhirnya Islam menjelma menjadi jasad tanpa ruh, agama menjadi bangunan besar sepi tanpa kehidupan dinamis di dalamnya.

Dari mana pangkal kebuntuan tersebut? Jawabannya adalah keterputusan umat Islam dari al-Qur’an. Kita akan menemukan titik terang jika kita membaca ayat-ayat tentang ibadah dalam al-Qur’an. Jika kita bandingkan pembahasan masalah-masalah ibadah dalam kitab-kitab fiqh dengan pembahasan al-Qur’an tentang masalah yang sama, kita akan temukan perbedaan yang besar. Kita akan temukan bahwa al-Qur’an selalu mengaitkan antara kewajiban ibadah dengan makna ibadah itu sendiri, sesuatu yang tidak kita temukan dalam sebagian besar kitab fiqh. Sebagai contoh kita dapatkan bagaimana al-Qur’an menjelaskan fungsi sholat dalam kehidupan dan bagaimana al-Qur’an menjelaskan makna khusyu pada ayat 45 dan 46 di surat Al-Baqarah:

(45) “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (46) (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.”

Al-Qur’an juga menjelaskan tentang sholat yang efektif memberikan kebahagiaan, ketenangan jiwa dan stabilitas emosi dalam surat al-Ma’arij ayat 19-23:

(19) “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. (20) Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, (21) dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, (22) kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, (23) yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya,…”

Kita akan merasakan suasana ruhani dan horison pemikiran yang sangat intens dalam pembahasan-pembahasan al-Qur’an. Ketika seorang muslim mencukupkan diri dengan buku-buku fiqh dalam mempelajari agama tanpa kembali kepada al-Qur’an, dia akan terpisah dari pancaran cahaya dan ruh al-Qur’an. Hal yang sama terjadi dalam pemahaman sebagian umat Islam mengenai ibadah haji. Ibadah yang bisa dikatakan paling memakan biaya dan membutuhkan tenaga ini seringkali dilaksanakan tanpa efektifitas yang seharusnya.

Al-Qur’an Berbicara tentang Haji

Pembahasan tentang ibadah haji dalam al-Qur’an terdapat dalam surat al-Baqarah (ayat 158, 189, 196-203), Ali Imran (ayat 97), al-Ma’idah (1-2, 97) dan surat al-Hajj. Kita akan dapatkan bahwa al-Qur’an lebih menekankan pada makna dan maqashid ibadah dari pada hukum-hukum fiqh yang biasa kita temukan dalam kitab-kitab fiqh. Bukan hal yang aneh apabila pembahasan tentang haji dalam al-Qur’an jauh lebih “hidup” dari pada gaya pembahasan para ahli fiqh. Bukan karena pembahasan kitab-kita fiqh tersebut salah atau melenceng, tetapi perhatian para ahli fiqh terfokus pada hukum-hukum fiqh yang juga bersumber dari al-Qur’an dan hadits Nabi SAW. Dan hal ini sebenarnya menunjukkan kemukjizatan al-Qur’an yang membuktikan bagaimanapun usaha manusia menerjemahkan ajaran al-Qur’an, tetap saja manusia belum sampai mencapai ketinggian ajaran al-Qur’an. Retorika al-Qur’an dalam merangkum berbagai makna penting tidak sanggup dicapai oleh kemampuan retorika manusia, walaupun bahasa al-Qur’an adalah bahasa yang dipakai manusia, walaupun tema-tema al-Qur’an bukanlah tema-tema yang tidak mampu dipahami manusia.

Sangat penting bagi setiap muslim untuk berinteraksi langsung dengan al-Qur’an, untuk dapat memahami secara persis apa yang sebenarnya diinginkan Allah dari ibadah kita secara umum. Allah menginginkan hamba-Nya beraudiensi langsung dengan-Nya tanpa perantara.

Haji Puncak Ekspresi Ketakwaan

Ibadah dalam arahan al-Qur’an haruslah bermuara pada ketakwaan. Penyembahan seorang hamba bukanlah ritual mistis yang berhubungan dengan dunia gaib yang penuh takhayul dan serba irrasional. Ibadah dalam Islam adalah ketundukan seorang makhluk kepada Sang Pencipta penuh kuasa lagi kasih sayang. Kita temukan dalam al-Qur’an ayat-ayat ibadah selalu diakhiri dengan penegasan tentang sifat-sifat Allah.

Ambil contoh ayat 158 dari surat al-Baqarah, Allah berfirman

“Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi’ar-syi’ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-’umrah, maka tidak ada dosa baginya untuk mengerjakan sa’i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha mengetahui.”

Kita lihat bagaimana Allah menutup ayat tersebut dengan dua sifat-Nya yang agung yaitu “Syakir” (Maha Mensyukuri) dan “Alim” (Maha Mengetahui). Kita rasakan bagaimana Allah memperlakukan hamba-Nya dengan cara yang begitu terhormat. Allah SWT sebagai pencipta, pemilik dan penguasa seluruh alam begitu memberikan penghargaan terhadap hamba-Nya yang mengerjakan kebaikan dengan suka hati (tathawu’). Allah seolah-olah berkata bahwa beliau akan berterima kasih dan mengapresiasi kebajikan yang dilakukan hamba-Nya, dan Allah sangat mengetahui kebajikan yang dilakukan hamba-Nya.

Kita selalu akan merasakan hidupnya hubungan hamba dan Tuhannya setiap kali kita merenungkan sifat-sifat Allah yang Allah sebut di akhir ayat. Kita ambil contoh ayat lain di surat al-Baqarah ayat 199:

“Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak dan mohonlah ampun kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Ayat ini berbicara tentang perintah untuk bergerak dari padang Arafah kemudian Muzdalifah menuju Mina. Allah memerintah dalam kesempatan tersebut untuk memohon ampun kepada-Nya, dan Allah mengingatkan bahwa Allah bersifat Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Dalam ayat ini jelas terasa bahwa Allah begitu ingin memberikan ampunan kepada hamba-Nya, sehingga Allah hanya memerintahkan agar para jemaah haji mohon ampun. Allah menyebutkan bahwa Allah sesungguhnya suka mengampuni hamba-Nya, dan bukan hanya mengampuni hamba-Nya Allah juga sangat menyayangi hamba-hamba-Nya. Ayat ini begitu kuat memberikan suasana kasih sayang dari Allah SWT, dan mempererat hubungan antara hamba dan Sang Pencipta.

Lebih jauh lagi bahkan di surat al-Ma’dah bahkan Allah mengungkapkan bahwa seluruh rangkaian haji sesungguhnya adalah momen agar para hamba Allah dapat merasakan dengan nyata sifat-sifat keagungan Allah dalam setiap syiar-syiar yang dilakukan dalam ibadah haji. Allah berfirman:

(97) “Allah telah menjadikan Ka’bah, rumah suci itu sebagai ‘qiyam’[1] bagi manusia, dan (demikian pula) bulan Haram[2], al-hadyu[3], dan al-qalaid[4]. (Allah menjadikan yang) demikian itu agar kamu tahu, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan bahwa Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (98) Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya dan bahwa sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Ayat ini secara eksplisit dan gamblang menjelaskan bahwa sesungguhnya seluruh rangkaian ibadah haji beserta semua pra sarananya Allah syariatkan agar umat Islam menyadari kekuasan dan penguasaan Allah. Kegiatan-kegiatan ibadah haji semua adalah terjemahan praktis dari bentuk ketakwaan yang merupakan ekspresi dari keyakinan kita bahwa Allah mengetahui segala perbuatan hamba-Nya, didasari oleh keyakinan bahwa Allah dengan keadilan-Nya dapat menyiksa hamba-Nya yang ingkar dan dengan rahmat-Nya mengampuni dan menyayangi hamba-Nya yang taat. Allah mengatakan bahwa itu semua diadakan “agar kalian tahu” tidak hanya secara kognitif tapi juga “tahu” secara afektif dan psikomotorik.

Rangkaian ibadah haji yang dimulai dari ihram, kemudian thawaf, sa’i, wukuf di Arafah, melempar jumrah sampai menyembelih hewan kurban semuanya adalah ekspresi ketakwaan hambanya. Ukuran-ukuran fisik menjadi simbol yang bisa sirna jika tidak berakar pada ketakwaan. Semua jerih payah juga akan buyar begitu saja jika tidak melahirkan ketakwaan kepada Allah. Karena itu Allah berfirman:

37. Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS al-Hajj: 37)

Totalitas Penyembahan Paripurna

Rangkaian ibadah haji adalah rangkaian ibadah yang paling lengkap dari semua ibadah ritual Islam. Rukun-rukun Islam mulai dari mengucapkan dua kalimat syahadat, kemudian sholat, lalu zakat dan shaum adalah tangga-tangga yang mengantarkan pada kesempurnaan ekspresi ketaatan yang dikandung oleh ibadah haji.

Jika dua kalimat syahadat adalah ibadah hati yang diucapkan lisan, maka sholat melanjutkannya dengan ibadah tubuh yang lebih lengkap, tidak hanya hati dan lisan, tetapi seluruh tubuh bergerak menerjemahkan ketaatan sang manusia. Jika sholat telah lengkap mengikutsertakan tubuh dalam ketaatan, maka zakat melengkapi ketaatan tubuh dengan mengikutsertakan harta dalam mewujudkan ketaatan. Ketika seorang muslim sudah lengkap berbuat dengan seluruh jiwa dan hartanya, maka sisi lain dari kehidupan manusia dilengkapi dengan ibadah puasa yang mengharuskan manusia menahan diri dari beberapa hal yang disukai hawa nafsu, sehingga seorang muslim dengan puasa melengkapi ketaatannya tidak hanya dalam “berbuat” sesuatu tetapi juga dalam “meninggalkan” sesuatu. Seorang muslim tidak hanya wajib taat dalam berbuat tetapi juga wajib taat dalam menahan.

Ibadah haji merangkai semua jenis ibadah tesebut dalam rangkaian yang sempurna. Dimulai dari deklarasi ihram yang wajib diucapkan secara lisan, seorang haji harus menahan diri dari berbagai larangan tertentu selama masih berihram. Kemudian dilanjutkan dengan thawaf dan sa’i yang melibatkan seluruh tubuh. Dilengkapi dengan wukuf di Arafah dan lempar jumrah, prosesi diakhiri dengan menyembelih hewan kurban yang merupakan ibadah harta. Bahkan ibadah haji adalah ibadah yang paling menyita energi dan menelan biaya. Seluruh kemampuan yang diperlukan dalam ibadah-ibadah sebelumnya tercurah pada ibadah haji, sehingga pantas dikatakan bahwa ibadah haji adalah puncak ketaatan.

Perjalanan Penuh Dzikir dan Syukur

Jika kita ikuti satu per satu petunjuk al-Qur’an dalam ibadah haji kita akan temukan bahwa haji adalah perjalanan yang begitu sarat dengan ajakan untuk berdzikir dan mengingat nikmat Allah.

Dalam surat al-Hajj Allah SWT menyebutkan untuk apa semua jerih payah tersebut, demi tujuan apa perjalanan yang mahal dan jauh tersebut? Allah berfirman di surat al-Hajj ayat 28:

“…Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.”

Allah di ayat ini menyebutkan dua tujuan dari haji yaitu agar kita menyaksikan berbagai manfaat yang begitu banyak dari ibadah haji dan agar kita banyak mengingat Allah dalam berbagai kesempatan.

Menyaksikan Tanda-tanda Kekuasaan Allah

Ibadah haji adalah ibadah yang sarat makna. Dia bukan bentuk hura-hura tanpa tujuan. Haji juga bukan perjalanan main-main. Haji adalah event serius yang menyimpan banyak manfaat. Seluruh langit dan bumi berisi tanda-tanda kekuasaan Allah, tetapi tanda-tanda kekuasaan Allah yang dikandung dalam ibadah haji sangat jelas dan tegas, sehingga penting untuk disaksikan dan dipersaksikan kepada seluruh umat manusia.

“…padanya (Masjidil Haram) terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim[5]. Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia.”

Tanda-tanda kebenaran di tempat suci itu begitu banyak dan jelas. Sangat penting agar seluruh umat manusia menyaksikan dan menceritakan hal-hal tersebut. Allah memelihara bekas telapak kaki Nabi Ibrahim AS. Bapak para Nabi ini begitu gigih memperjuangkan ajaran tauhid sehingga Allah mengaruniai beliau banyak kemuliaan, sampai-sampai bekas telapak kaki beliau Allah abadikan dan disandingkan dengan Rumah Allah yang suci.

Di sana juga memancar mata air zamzam yang sangat ajaib. Mata air yang deras memancar di sebuah lingkungan padang pasir berbatu yang jarang mengalami hujan. Sebuah tanda kekuasaan Allah yang mengabarkan kepada seluruh umat manusia bahwa Allah yang Maha Kuasa sangat mampu melakukan apa pun yang Dia inginkan meskipun tidak lazim menurut perhitungan dan pikiran manusia.

Di sana juga ada bukit Shafa dan Marwa yang menyaksikan keteguhan Sang Ibu yang agung Siti Hajar dalam menghadapi cobaan dan kesungguhan beliau mengatasi permasalahan yang sepintas lalu tampak mustahil di atasi. Seorang wanita tangguh yang tidak hanya mampu bertahan dalam kondisi sulit, bahkan juga berhasil mendidik seorang anak yang akhirnya menjadi nabi…

Bukti Kedigdayaan Agama Allah

Moment haji adalah event internasional yang fenomenal. Bukan hal yang biasa, lebih dari dua juta manusia dari berbagai belahan dunia dengan berbagai kebangsaan dan beragam bahasa dan budaya bertemu di satu tempat melakukan aktifitas bersama. Tidak ada daya tarik keduniaan yang menyebabkan padang pasir yang gersang tersebut dikunjungi jutaan manusia. Gerakan kolosal yang dilakukan jemaah haji memperlihatkan betapa kuatnya agama ini menggerakkan manusia. Tidak ada satu agama pun yang dapat melakukan event sebesar ini.

Masjidil Haram bagaikan jantung yang menyedot darah ke pusat kemudian menyebarkannya kembali ke seluruh tubuh dunia Islam. Ibadah haji menunjukkan bahwa agama Islam mampu menggerakkan manusia di seluruh dunia. Ibadah memperlihatkan potensi umat yang luar biasa. Tidak kurang dari tiga milyar dolar beredar dalam moment yang berlangsung tidak lebih dari bulan saja. Dua juta lebih manusia melakukan aktifitas keagamaan bersama di satu tempat. Barangkali Guinness Book mencatat haji sebagai momen keagamaan terbesar yang pernah dilakukan umat manusia sepanjang sejarah. Ibadah haji menunjukkan bahwa umat Islam sejatinya bukanlah umat yang lemah tak berdaya. Umat Islam adalah umat yang digdaya, hanya memerlukan manajemen dan pengarahan yang bijaksana untuk mengarahkan potensi umat yang luar biasa ini menjadi bangunan peradaban yang kuat dan besar.

Momen Pelatihan Kolosal

Rangkaian ibadah merupakan aktifitas kolosal yang melatih umat Islam dalam menginternalisasi nilai-nilai aqidah dan akhlak secara praktis. Islam bukan cuma ajaran filosofis tanpa bimbingan praktis. Islam juga bukan cuma teori tanpa praktek. Islam juga bukan hanya keyakinan tanpa amal dan perbuatan. Ibadah haji mengajarkan bagaimana keimanan berbuah pada perbuatan dan prilaku. Ibadah haji juga menunjukkan bahwa meraih keridhoan Allah tidak cukup hanya dengan berkhayal dan berkonsep, tetapi harus dicapai dengan usaha nyata dan jerih payah riil.

Kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam ibadah haji bukanlah hal yang kebetulan. Semua bermuara pada pembinaan pribadi yang paripurna. Yang paling dapat menahan hawa nafsu dialah yang paling berhasil dalam pegemblengan “Mekkah Camp” ini. Yang paling bersabar dialah yang mendapatkan penghargaan ilahi dan sertifikat samawi setelah prosesi haji tersebut.

Rasulullah SAW bersabda,

مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ. رواه البخاري

“Barang siapa yang berhaji karena Allah kemudian dia tidak berkata kotor dan berbuat fasiq dia kembali seperti ketika dia dilahirkan ibunya (tanpa dosa). (HR al-Bukhari)

Dalam Hadits yang lain Rasulullah SAW bersabda,

وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ. متفق عليه

“Dan haji mabrur tidak ada balasannya selain sorga.” (Muttafaq ‘alaih)

Tonggak-tonggak Sejarah Ketauhidan

Allah SWT memilih Mekkah sebagai lokasi haji dikarenakan di tempat ini terdapat monumen-monumen ketauhidan yang penuh berkah. Komponen-komponen penegak ajaran tauhid terakit, terbangun dan terpancar di tempat suci ini. Di sini lah Nabi Ibrahim diperintahkan untuk membangun pondasi fisik ajaran tauhid, setelah beliau berhasil membangun pondasi logika tauhid di Irak, Syam dan Mesir.

Di kota Mekkah juga Allah memilih untuk menjadi tanah kelahiran Nabi akhir jaman. Dan dari kota Mekkah juga dakwah tauhid dimulai. Dan demi kesucian kota Mekkah Allah melarang selain orang muslim untuk tinggal di dalamnya. Sebuah hukum yang hanya berlaku bagi bumi Hijaz. Dan di akhir jaman Allah juga akan menjaga Mekkah dan Madinah dari kedatangan Dajjal.

Penegasan Makna Tauhid

Ibadah haji adalah penegasan total makna “meng-esakan” Allah. Para jemaah haji disunahkan untuk mengucapkan kalimat talbiyah (Labbaikallahumma Labbaik) dan tahlil (Laa Ilaha Illallah) sebagai deklarasi sikap dan penyerahan diri kepada Allah Yang Maha Esa. Dalam ibadah haji keyakinan akan ke-esaan Allah diungkapkan dalam semua akitfitas yang mungkin dilakukan manusia, mulai dari gerakan hati, ucapan lisan, perilaku tubuh dan pengorbanan harta.

Makna tauhid dalam ibadah haji semakin kuat jika ekspresi kecintaan kepada Allah tercurahkan. Sebagian besar jemaah haji tak mampu menahan tangis haru bercampur gembira ketika merasakan dapat beribadah di Tanah Suci. Hati seorang mukmin akan merasakan suasana emosional yang sulit diungkapkan ketika mendapatkan pancaran kesucian Tanah yang penuh berkah ini.

Haji antara Simbol dan Esensi

Dalam ibadah haji kita menemukan banyak syiar-syiar ibadah yang bisa dipahami secara simbolik tetapi juga mengandung esensi nilai yang penting. Kita temukan kiblat umat Islam adalah bangunan segi empat yang terbuat dari batu cadas biasa selain hajar aswad yang istimewa. Dasar ajaran Islam adalah memerangi penyembahan makhluk apapun. Seseorang yang sholat menghadap Ka’bah dengan anggapan bahwa dia menyembah Ka’bah, dia sama dengan musyrik penyembah berhala. (Uniknya sejak dahulu sampai sekarang belum pernah ada yang menyembah Ka’bah itu sendiri, meskipun bangsa Arab pernah menyembah berhala-berhala sebelum datangnya Islam. Mereka menyembah berhal-berhala yang mereka letakkan dalam Ka’bah. Tetapi tak satu dari mereka yang menyembah Ka’bah). Simbol-simbol ibadah yang ada di tanah Mekkah seolah-olah memang Allah jadikan syiar tauhid yang terjaga dari praktek syirik.

Inti kesakralan Ka’bah, Maqam Ibrahim, bukit Shafa dan Marwa juga Jumrah di Mina bukanlah pada materi benda-benda tersebut, tetapi pada makna ketaatan dan nilai tauhid yang terkait dengan syiar-syiar tersebut. Karena itu para fuqaha sepakat bahwa seandainya Ka’bah hancur tak tersisa, umat Islam tetap disyariatkan untuk thowaf dan sholat ke arah Ka’bah, karena yang dimaksud bukan materi Ka’bah tetapi pada lokasi dan kondisi yang Allah tentukan sedemikian rupa.

Meski demikan buka berarti syiar-syiar tersebut hanyalah simbol semata tanpa esensi dan substansi penting. Karena ketaatan dan ketundukan kepada Sang Pencipta perlu diekspresikan agar tidak semata menjadi khayalan dan angan-angan kosong. Nilai-nilai tauhid terekspresi dengan mengagungkan syiar-syiar tersebut. Keyakinan abstrak tauhid perlu diterjemahkan dalam bentuk konkret. Karena itu Allah berfirman:

“Demikianlah (perintah Allah) dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS al-Hajj: 32)

Nilai penting syiar-syiar Allah bukan pada meterinya tetapi pada ketakwaan yang terekspresi dari sikap mengagungkan syiar-syiar itu.

Sekilas tentang Kemukjizatan Zamzam

Di antara bukti kekuasaan Allah yang mengagumkan di Tanah Suci ini adalah air zamzam yang menyimpan banyak keajaiban. Mulai dari keberadaannya, kandungannya dan khasiatnya semuanya serba mengagumkan. Di jaman kemajuan teknologi saat ini semua keajaiban yang dimiliki air zamzam bukan lagi mitos atau sekedar kabar burung. Berbagai penelitian ilmiah semakin menguatkan bahwa air zamzam bukan air biasa.

Pada tahun 1971 seorang dokter mengirim surat ke salah satu media massa di Eropa, untuk mempertanyakan kelayakan air zamzam untuk diminum. Dokter tersebut berasumsi berdasarkan posisi Ka’bah yang rendah maka air pembuangan seluruh kota Mekkah diperkirakan akan mengalir ke wilayah tersebut sehingga dibayangkan bahwa air zamzam tercemar oleh air limbah tersebut.

Menyikapi surat tersebut Kementerian Pertanian dan Pengairan Kerajaan Arab Saudi diperintahkan untuk menyelidiki kebersihan air zamzam. Maka dibentuklah tim riset yang terdiri dari berbagai ahli dari beberapa negara. Setelah diteliti di beberapa laboratorium di Eropa, ditemukan bukan hanya air zamzam layak diminum, tetapi bahkan air zamzam mengandung zat flouride yang dapat membunuh virus dan kuman-kuman. Juga didapatkan kandungan mineral yang tinggi dalam air zamzam. Ditemukan bahwa kandungan kalsium dan magnesium dalam air zamzam lebih tinggi dibanding air yang biasa dikonsumsi di perumahan pada umumnya. Bahkan air zamzam mengandung mineral-mineral alam dalam standar WHO dengan konsentrasi cukup tinggi. Hal ini dapat menjelaskan mengapa para jemaah haji yang lelah merasakan kekuatan dan kebugaran setelah mengkonsumsi air zamzam ini.

Patut diingat bahwa dalam iklim padang pasir yang panas jamaah haji banyak kehilangan zat-zat potasium dan sodium dari aliran darah bersamaan dengan jumlah keringat yang dikeluarkan tubuh. Hal itu sesuai dengan kandungan sodium yang cukup tinggi dalam air zamzam sehingga dengan mudah jamaah mendapatkan suplai mineral yang cukup menggantikan kekurangan tersebut.

Air zamzam bersifat basa, di mana air basa yang terionisasi dapat memberikan energi kepada tubuh, serta menyeimbangkan kadar H2 dalam tubuh, dan juga menyingkirkan limbah-limbah asam dari tubuh. Ia juga merupakan anti oksidan dan anti toksin yang memperkaya tubuh dengan elektron-elektron bagi oksigen bebas dan aktif. Di samping itu zamzam juga membantu penyerapan nutrisi secara lebih efektif, dan juga membantu proses sintesa mineral yang terionisasi secara lebih mudah. Ditambah dengan kemampuannya membantu proses pencernaan secara umum dengan mengembalikan keseimbangan tubuh. Juga mengurangi oksidasi organ-organ yang vital, juga turut menghancurkan sel-sel yang mengalami kanker. Zamzam juga bereaksi terhadap oksidasi dan reduksi negatif sehingga membentuk milliu yang dapat membunuh bakteri.

Hal di atas membuktikan kebenaran sabda Nabi SAW,

إِنَّهَا مُبَارَكَةٌ إِنَّهَا طَعَامُ طُعْمٍ وَشِفَاءُ سُقْمٍ

“Sesungguhnya air zamzam itu diberkahi dan ia merupakan makanan yang bergizi dan obat penyakit.” (HR al-Baihaqi, at-Thabrani dan a-Bazzar dengan sanad yang shahih)

Haji dan Manfaat Tanpa Batas

Allah mendeklarasikan dalam al-Qur’an bahwa moment haji adalah moment manfaat tanpa batas. Allah berfirman

“…Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka…” (QS al-Hajj: 28)

Allah menyebutkan kata “manafi’” dalam bentuk jamak dan nakirah (indefinitive) yang menunjukkan bahwa manfaat-manfaat yang terdapat dalam moment haji begitu banyak dan tidak terbatas. Manfaat yang tidak hanya terbatas pada manfaat keagamaan dan keimanan, tetapi juga manfaat keduniaan dan materi. Dalam haji Allah membolehkan jemaah haji menggabungkan tujuan akhirat dan kepentingan duniawi. Secara tegas Allah menyatakan bahwa berdagang dalam ibadah haji tidak dilarang. Allah berfirman,

“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu.” (QS al-Baqarah: 198)

Ibadah haji menjadi saksi bahwa dunia dan akhirat bukanlah dua hal yang kontradiktif jika seorang muslim mampu mengelola motivasi dan memanej berbagai kegiatannya. Seorang yang melakukan ibadah haji secara lengkap baik rukun-rukunya, ibadah wajibnya sampai sunnah-sunnahnya, masih akan dapat waktu dan kesempatan untuk melakukan perdagangan sederhana. Meskipun beberapa ulama mengatakan bahwa lebih afdhol untuk tidak melakukan dagang di sela-sela ibadah haji, tetapi semua ulama sepakat jika rukun-rukun dan kewajiban haji disempurnakan ibadah, kegiatan perdagangan tidak akan merusak haji.

Konsep connectivity dunia dengan akhirat memang ajaran Islam yang orisinil. Sebagaimana juga dalam sholat Jum’at setiap muslim diperintahkan untuk meninggalkan perdagangan selama sholat Jum’at kemudian setelah sholat justru Allah memerintahkan untuk menyebar di muka bumi mencari rizki. Allah berfirman:

(9) ”Hai orang-orang beriman, apabila kalian diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah (yaitu khutbah dan sholat Jum’at) dan tinggalkanlah jual beli[6]. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (10) Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS al-Jumu’ah: 9-10)

Islam bukan hanya tidak menghalangi umatnya untuk berusaha dan bekerja, bahkan Islam memerintahkan dan mengarahkan umat Islam untuk bekerja dan berproduksi setelah melaksanakan ibadah. Bahkan Islam menganggap pekerjaan dunia sebagai ibadah juga jika diniatkan untuk kebaikan. Hal ini bertolak belakang dengan agama Yahudi yang melarang umatnya bekerja di hari Sabtu. Tetapi anehnya justru umat Islam yang diperintahkan bekerja sambil beribadah justru kurang gigih bekerja seperti kaum Yahudi yang dilarang bekerja di hari-hari ibadah!

Dengan memahami ruh agama Islam kita sebenarnya mendapatkan gambaran yang cukup bagaimana seorang muslim menggunakan fasilitas dunia untuk beribadah dan berkarya dalam satu waktu. Ibadah haji selain ritual ibadah juga kegiatan ekonomi. Ibadah haji juga mengisyaratkan akan persatuan global umat Islam. Ibadah haji juga mengajarkan pentingnya ketertiban dan kedisiplinan dalam aktifitas-aktifitas kolektif.

Team Spririt dalam Haji

Ibadah haji mengajarkan bagaimana seorang muslim melakukan aktifitas kolektif secara baik. Ibadah haji adalah kegiatan yang selalu dilakukan dalam suasana kebersamaan. Tidak ada kegiatan haji yang bisa dilakukan dalam kesendirian, semuanya dilakukan secara terbuka dan bersama orang lain. Arahan pertama yang di ajarkan al-Qur’an dalam haji adalah larangan berbicara kotor dan berdebat. Allah berfirman:

197. “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi. Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats (berkata jorok), berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji.” (QS al-Baqarah: 197)

Larangan terhadap rafats, perbuatan fasiq dan perdebatan adalah ajaran akhlak. Tetapi di sisi lain dia adalah arahan agar suasana haji menjadi suasana yang kondusif untuk melakukan aktifitas ibadah bersama. Perkataan jorok dan kotor akan mengeruhkan suasana ruhani. Perbuatan fasik mengeliminir nilai ibadah itu sendiri. Dan berdebat akan merusak hubungan antara jemaah haji.

Allah juga menginginkan persamaan derajat dan kebersamaan aktifitas. Kaum Quraisy pada masa jahiliyah merasa lebih istimewa dibanding kaum yang lain sehingga dalam ibadah haji mereka tidak ikut wukuf di Arafah karena Arafah ada di luar batas Mekkah. Mereka merasa karena mereka penduduk tanah suci mereka tidak perlu keluar batas Mekkah untuk wukuf bersama kabilah-kabilah lain. Al-Qur’an lalu menurunkan perintah agar semua jemaah haji berwukuf dan bergerak dari tempat yang sama. Tidak deskriminasi golongan dalam Islam. Allah berfirman:

“Kemudian bertolaklah kalian dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (‘Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah” (QS al-Baqarah: 199)

Semangat kebersamaan dalam haji ini terus Allah ajarkan bahkan setelah tahallul menyembelih hewan kurban. Allah memerintahkan daging hewan tersebut untuk dibagikan ke semua orang kaya ataupun miskin. Allah berfirman:

“Kemudian apabila dia (hewan kurban itu) telah roboh (telah disembelih), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan untua-unta itu kepada kamu, Mudah-mudahan kamu bersyukur.” (QS al-Hajj: 36)

Ayat tersebut memerintahkan orang yang berkurban agar selain mengkonsumsi hewan kurban, juga memberikan daging kurban itu untuk orang yang berkecukupan (al-qani’) sebagai hadiah juga kepada yang membutuhkan (al-mu’tarr) sebagai sedekah. Allah menginginkan dalam ibadah haji agar semua orang bergembira dan menikmati ibadah yang kita lakukan. Allah tidak menginginkan umat Islam egois dalam apa pun termasuk dalam prosesi ibadah.

Tetapi hal yang memprihatinkan adalah sebagian jemaah haji tidak memahami spirit yang ditanamkan al-Qur’an tersebut. Meskipun al-Qur’an mengajarkan semangat kebersamaan, sebagian jemaah haji justru mempraktekkan individualisme dan egoisme dalam ibadah haji. Banyak jemaah haji yang dalam tawaf misalnya bukannya bergerak secara tertib bersama seluruh jemaah haji, justru menabrak ke sana kemari dan mengganggu jemaah lain. Dalam melempar jumrah juga sering terjadi kesalahan yang sama bahkan sering membawa korban karena kesalahan tersebut. Ibadah melempar jumrah selalu menjadi kacau karena banyak jamaah haji berpikir egois dan tidak bisa bersikap tertib untuk melakukan jumrah dalam kebersamaan. Jika semua jemaah haji mempunyai semangat kebersamaan dan terbiasa pada ketertiban tidak perlu bersikut-sikutan apalagi bertabrakan. Jika semua jemaah haji memahami arah pergerakan ibadah dan mengikutinya secara baik semua proses haji akan menjadi gerakan kolektif yang begitu indah.

Khusus dalam melempar jumrah banyak kesalahan yang berakibat fatal akibat kesalahpahaman. Misalnya, ada pemahaman bahwa jumrah adalah setan sungguhan yang harus dilempari benda-benda menyakitkan. Karena itu banyak sekali jemaah haji yang melakukan lempar jumrah dengan penuh emosi. Padahal jumrah hanyalah simbol bukan setan sungguhan. Dan melempar jumrah juga tidak perlu keras ke arah tugu tersebut karena lemparan cukup sah jika kerikil dapat masuk ke dalam lingkaran jumrah walaupun tidak mengenai tugu tersebut.

Kesalahan kolektif yang juga membuat ibadah lontar jumrah kacau adalah karena sebagian jemaah haji kembali dari melempar jumrah searah dengan kedatangan jemaah yang baru datang, hal itu membuat para jemaah haji bertabrakan. Jika semua jemaah haji setelah melempar berjalan ke arah Mekkah (barat), maka tabrakan yang kacau balau tidak akan terjadi.

Di era globalisasi seperti sekarang ini, sudah bukan jamannya lagi seseorang hanya tahu kepentingan dirinya. Seseorang harus dapat memahami gerakan global sehingga tidak terjadi tabrakan tak beraturan.

Dalam ibadah haji seorang muslim seharusnya semakin mengerti bagaimana gerakan yang teratur. Seorang muslim dalam moment international ini seharusnya semakin mengerti bahwa setiap individu adalah bagian integral dari sebuah komunitas besar. Seorang muslim selayaknya terikat dan tersistem dalam sistem sosial, sistem manajemen dan sistem politik yang rapi sebagaimana haji adalah sistem ibadah berjamaah yang memperlihatkan kenyataan tersebut.

Di sisi lain ibadah haji akhirnya pada kondisi umat Islam sekarang memperlihatkan secara jelas kekurangan yang dimiliki umat Islam secara umum yang perlu diperbaiki bersama di masa mendatang. Jika umat Islam mampu memperbaiki sistem ibadahnya di masa haji, hampir dipastikan seluruh masalah keumatan dapat ditemukan solusinya secara tepat.

Hakekat Universalitas Islam

Hal penting yang ingin Allah perlihatkan dalam ibadah haji adalah universalitas agama ini. Islam adalah agama untuk seluruh dunia, semua bangsa, berbagai bahasa dan budaya. Ketika Eropa berjuang menegaskan prinsip-prinsip kemanusiaan berupa persamaan, kebebasan dan persaudaraan dalam Revolusi Perancis tahun 1789 M, umat Islam telah menjelmakan prinsip-prinsip kemanusiaan itu sepuluh abad sebelum Revolusi Perancis itu. Ibadah haji mempersamakan tuan dengan budak, kaya dan miskin, Arab dan non Arab, hitam dan putih. Semuanya wajib mengenakan pakaian yang sama dan melakukan kegiatan yang sama di tempat yang sama. Semuanya sederajat tidak ada pembedaan.

Ketika Amerika Serikat mendeklarasikan kemerdekaannya 300 tahun yang lalu, dan menyatakan bahwa semua umat manusia diciptakan sejajar, banyak yang mengira itu adalah pertama kalinya hak-hak asasi manusia dikumandangkan. Padahal Nabi Muhammad SAW sudah menyatakannya pada moment Hajjatul Wada’ (Haji Perpisahan) di depan seluruh jemaah haji ketika itu.

Moment haji adalah saksi sepenjang masa bahwa agama Islam adalah agama semua umat manusia. Islam tidak menemukan kesulitan untuk menerjemahkn persamaan kemanusiaan dalam bentuk nyata.

Dalam moment haji firman Allah tentang persamaan derajat manusia terwujud dan tampil dalam bentuk ajaran praktis.

13. “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS al-Hujurat: 13)

Haji antara Keikhlasan dan Popularitas

Ibadah haji juga mengajarkan bahwa keikhlasan tidak boleh dirusak oleh ekses-ekses popularitas. Ibadah haji tidak mungkin dilakukan secara sembunyi. Siapapun yang melakukan haji pasti akan diketahui orang lain. Sehingga seorang muslim yang melakukan ibadah haji harus dapat menjaga keikhlasannya bagaimanapun keadaanya.

Keikhlasan bukan selalu ada dalam kesendirian. Keikhlasan adalah menjaga agar motivasi beribadah hanya karena Allah semata. Kepopuleran, pujian atau celaan orang tidak boleh mengganggu niat dan motivasi. Untuk berbuat ikhlas dalam ibadah individual seperti puasa atau sholat malam mungkin sederhana. Tetapi tuntutan untuk tetap ikhlas dalam ibadah haji tidak dapat dipenuhi oleh semua orang. Hanya orang-orang yang mendapatkan hidayah dan ‘inayah dari Allah saja yang tetap dapat ikhlas dalam ibadah terbuka.

Obsesi Dunia dan Akhirat dalam Haji

Dalam ibadah haji banyak harapan yang diangankan para jemaah haji. Banyak doa terucap, banyak angan-angan tercurah. Ada yang meminta keluasan rizki. Ada yang meminta keturunan. Ada yang meminta kesehatan. Ada juga yang mengharap kekuasaan. Ada yang mengharap jodoh. Seribu satu doa beredar di langit Mekkah ketika haji. Al-Qur’an menyinggung hal itu dengan mengingatkan bahwa janganlah harapan-harapan dan doa-doa mereka terbatas pada obsesi dunia saja. Seorang muslim dianjurkan berdoa dan memohon kepada Allah agar mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat. Allah berfirman:

“Maka di antara manusia ada orang yang berdoa: “Ya Tuhan Kami, berilah Kami (kebaikan) di dunia”, tetapi tidak ada bagian untukknya di akhirat. (201) Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: “Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka” (QS al-Baqarah: 200-201)

Sebuah ajaran agama yang indah dan menyenangkan. Kita sama sekali tidak dilarang untuk mengharapkan kebaikan di dunia. Kita hanya dilarang untuk tepaku pada obsesi duniawi yang sempit. Adalah naif kita memohon kepada Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Memberi hanya untuk kepentingan dunia yang pendek dan fana. Kesempatan beribadah dan berdoa di tanah suci haruslah digunakan sebaik-baiknya untuk meminta kepada Allah SWT sebanyak-banyaknya. Dan Allah Sang Maha Pemurah mengingatkan agar hamba-Nya jangan lupa untuk meminta kebaikan akhirat bagi dirinya. Hal ini sangat penting karena sebagian besar manusia hanya berpikir pendek dan sempit. Seolah- olah Allah berkata, “Janganlah meminta sedikit kepada-Ku, mintalah yang banyak, karena Aku Maha Kaya dan Pemurah. Janganlah meminta sesuatu yang akan sirna, minta kenikmatan abadi, karena Aku Maha Kuasa.”
[1] Para ahli tafsir menyebutkan tidak kurang dari enam makna dari kata “qiyam” dalam ayat ini; pertama berarti rambu-rambu agama; kedua berati kemanan bagi manusia; ketiga berarti tempat berdiri dan bertahannya agam;, keempat berarti tempat vital bagi dunia dan agama; kelima berarti tempat diwajibkan kepada manusia untuk menunaikan kewajiban-kewajiban agama tertentu; keenam berati tempat vital untuk kehidupan manusia di mana berlangsung di sana perdagangan dan lain sebagainya. (Zadul Masir, Ibnul Jauzi, juz 2 hal. 267)

[2] Yaitu bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab.

[3] Al-Hadyu berarti hewan kurban yang diperuntukkan untuk disembelih di hari Idul Qurban oleh jemaah haji

[4]Al-Qalaid adalah bentuk jama’ dari qiladah yang berarti sesuatu yang dikalungkan pada leher hewan kurban agar diketahui statusnya sebagai hewan kurban.

[5] Maqam Ibrahim berarti tempat berdiri Nabi Ibrahim a.s, di mana membangun Ka’bah.

[6] Maksudnya: apabila imam telah naik mimbar dan muadzzin telah adzan di hari Jum’at, Maka kaum muslimin wajib bersegera memenuhi panggilan muazzin itu dan meninggalakan semua pekerjaannya.


Sumber:

Misteri Harta Karun Nabi Sulaiman `Hampir Terkuak`


King Solomon atau Raja Salomo atau Nabi Sulaiman tidak hanya dikenal dengan kebijaksanaannya. Namun juga harta kekayaannya. Banyak arkeolog dan sejarawan menghabiskan banyak waktunya hanya untuk menemukan harta karun yang ditinggalkan Nabi Sulaiman itu.
Tabut Perjanjian diduga menjadi salah satu harta karun yang ditinggalkan Nabi Sulaiman. Tabut Perjanjian adalah sebuah wadah yang digambarkan berisi 2 loh batu bertuliskan 10 perintah Allah ketika Nabi Musa mendaki Gunung Sinai.
 
 
 
Baru-baru ini, seorang profesor dari Universitas St Andrew, James Davila, berhasil menerjemahkan sebuah teks berbahasa Ibrani bernama Treatise of the Vessels. Berdasar teks itu, Davila mengklaim Kuil Solomon tempat penyimpanan harta karun tersebut kemungkinan tersebar di wilayah Timur Tengah.
 
 
Namun sayang, lokasi pasti harta karun itu tetap saja masih misterius. Laman Daily Mail bahkan menyebut teks yang diterjemahkan Davila itu tidak lebih dari sekadar hiburan daripada petunjuk terhadap harta karun yang hilang itu. Meski demikian, teks yang diterjemahkan Davila itu setidaknya telah mempersempit kemungkinan di mana lokasi harta karun legendaris itu tersembunyi.

"Beberapa (harta) yang tersembunyi di berbagai lokasi di Tanah Israel dan di Babilonia, sementara yang lain dikirim ke malaikat Shamshiel, Michael, Gabriel dan mungkin Sariel,

Namun, teks yang diterjemahkan Davila itu mengandung sejumlah ketidakkonsistenan. Sehingga para arkeolog akan kesulitan untuk melakukan penelitian yang lebih serius. Pada bagian prolog misalnya, disebutkan harta itu telah disembunyikan oleh Shimmur, orang Lewi --salah satu dari 12 suku di Israel-- dan para sahabatnya. Namun berikutnya dalam teks itu disebutkan harta itu disembunyikan Shamshiel dan malaikat lainnya.

Tapi penting untuk diingat bahwa Davila hanya seorang penerjemah, bukan penulis yang telah membuat inkonsistensi tersebut. "Saya percaya penulis melihat berbagai legenda tanpa memperhatikan konsistensinya," tulis Davila.

Teks itu juga memuat daftar harta karun Nabi Sulaiman, mulai ornamen Taman Eden, instrumen musik yang terbuat dari emas, dan Kemah Suci --tempat ibadah sentral yang dapat dipindah-pindahkan untuk bangsa Ibrani.

Peninggalan paling suci di antara harta karun itu adalah Tabut Perjanjian, peti bersepuh emas yang usianya sekitar 3000 tahun. Berdasar teks kitab orang Israel, the Ten Commandments atau Sepuluh Perintah Allah yang diturunkan kepada Nabi Musa terdapat dalam peti itu, dan tersimpan di Haikal Sulaiman atau Solomon Temple itu. Selain itu, peti tersebut juga berisi berbagai harta karun.

Bangsa Babilonia menghancurkan Kuil Sulaiman pada 587 Sebelum Masehi. Sejak itu, peti berisi harta karun tersebut lenyap. Selama berabad-abad para arkeolog mencari peti harta karun itu. Namun tetap saja tidak punya petunjuk keberadaan peti itu dirusak ataupun disembunyikan. Belakangan, sebuah teks dari abad XV yang diterjemahkan mengklaim peti harta karun itu disembunyikan sejumlah orang Suku Lewi dan para nabi.

Nabi Sulaiman dikenal sebagai putra King David atau Raja Daud atau Nabi Daud dengan Ratu Bathsheba. Dia merupakan raja ketiga bangsa Israel yang hidup pada 965-925 SM. Israel mencapai puncak kejayaan di bawah pimpinan Nabi Sulaiman. Dia juga membangun Haikal Sulaiman atau Bait Suci orang-orang Yahudi yang juga diduga sebagai tempat penyimpanan harta karun.
 
Sumber
International Science Times, Minggu (12/1/2014)

Misteri Tabut Musa a.s - The Ark Of Covenan


Tabut Perjanjian (The Ark of Covenant) dianggap oleh beberapa pihak sebagai misteri terbesar dari semua harta yang tersembunyi. Sampai saat ini benda bersejarah sekaligus benda misterius ini tetap menjadi tujuan dari setiap arkeolog modern dalam petualangannya. Tabut Perjanjian ini berisi sepuluh perintah yang ditulis di atas lempengan batu oleh Tuhan kepada Musa di Gunung Sinai.


Sepuluh Perintah Allah merupakan dasar perjanjian Allah dengan anak-anak Israel, yang terukir pada dua loh batu yang mengandung titah Tuhan bagi bani Israel.Menurut literatu Ibrani, Tabut sendiri adala sebuah peti yang dibuat oleh pengrajin dari Bezalel. Bentuknya terbuat dari kayu akasia dan dilapisi oleh emas. Memiliki panjang 1,5 meter, lebar 0,7 meter dan tinggi juga 0,7 meter.

Bani Israel selalu membawa Tabut sepanjang mereka mengembara di padang gurun. Tabut ini mereka yakini memiliki kekuatanmisterius terhadap musuh-musuh Israel. Menurut Alkitab, tembok-tembok Yerikho pun runtuh Ketika orang-orang Yahudi berjalan berkeliling dengan lembaran yang ada dalam Tabut perjanjian.

Setelah Kuil Pertama dibangun, Raja Salomo menempatkan Tabut Perjanjian diBait Allah. Tabut Perjanjian itu disimpan di ruang khusus dalam Bait Suci yang disebut Kodesh Kodashim.

Setelah Kuil Pertama dibangun, Raja Salomo menempatkan Tabut Perjanjian diBait Allah. Tabut Perjanjian itu disimpan di ruang khusus dalam Bait Suci yang disebut Kodesh Kodashim.

Tidak seorang pun diizinkan memasukinya kecuali Imam-imam tinggi Yahudi. Mereka pun hanya diperbolehkan masuk sekali dalam setahun yakni dalam momen Yom Kippur, yakni hari yang dianggap paling  suci dalam agama Yahudi. Perayaan ini jatuh pada tanggal 10 Tisyri dalam kalender Yahudi.

Namun dalam catatan sejarah, tahun 586 SM Kerajaan Yehuda diserbu oleh Kekaisaran Babilonia dibawah Nebukadnezard, dan kuil pun dihancurkantermasuk di dalamnya Tabut Perjanjian.

Hingga kini, beribu tahu pasca kejadian itu, Zionis Israel pun berusaha keras untuk mencari Tabut Perjanjian yang hilang. Konon menurut mereka, Tabut tersebut dipercaya memiliki kekuatan ghaib yang akan memberikan sentuhan sihir yang luar biasa kepada siapa pun yang menguasainya.

Mereka pun juga digerakkan oleh faktor teologis dimana mereka meyakini bahwa Tabut adalah Mukjizat yang diberikan Tuhan kepada bangsa Yahudi.

Sedangkan menurut Kitab Injil, Tabut merupakan sumber kekuatan tuhan yang bersemayam di dalamnya. Kekuatan tersebut antara lain:

• Membakar semua duri, membunuh ular dan kalajengking, serta mengeringkan air sungai dan meluapkanya kembali (Kitab Yosua 3: 15-17, 4: 10, dan 11: 18)

• Dapat menenangkan peperangan (Yosua 6:1-20).

• Memberi kemalangan kepada musuh yang menguasai Tabut, Digambarkan sebagai nenek moyang bangsa palestina (Kitab Samuel 6:5)
Dalam Al Qur’an, penjelasan mengenai Tabut terangkum dalam surah Al Baqarah ayat 248, “dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya tanda ia akan menjadi Raja, ialah kembalinya tabutkepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman.”

Kisah Al Baqarah ayat 248 hanyalah satu buah epik dari rangkaian cerita perperangan Bani Israel. Kisah ini bercerita tentang pasukan Thalut yang melawan Jalut dimana pada akhirnya Daud memenangkan duel melawan Jalut.Menurut Ath Thobari makna dari bunyi ayat
“Sesungguhnya tanda ia akan menjadi Raja, ialah kembalinya tabut kepadamu” adalah tanda-tanda Thalut akan menjadi raja.

Sesungguhnya Allah telah mengutus seorang raja kepada kalian walaupun bukan dari keturunan raja—adalah “dikembalikannya tabut yang didalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu.” Ia adalah tabut yang selalu dibawa oleh BaniIsrail saat bertemu dengan musuh, bergerak bersamanya sehingga musuh tidak mampu menghadapi mereka dan tidak bisa mengalahkan mereka. Namun kemudian mereka mengabaikan perintah Allah swt, banyak berselisih dengan para nabi mereka, sehingga Allah swt melepaskan tabut itu dari tangan mereka kemudian dikembalikan lagi dan dirampaslagi pada waktu yang lain dan tidak dikembalikan lagi bahkan tidak akan sekali-kali dikembalikan kepada mereka selana-lamanya.

Namun dalam versi lainnya, Tabut sendiri konon sudah dihancurkan oleh Nabi Musa as sesaat ia turun dari gunung Sinai untuk menerima 10 perintah Tuhan bersamaan dengan Loh Batu. Kaum Bani Israel yang sedianya berjanji untuk beribadah kepada Allah kembali berbuat kufur dengan menyembah patung sapi emas saat ditinggal Nabi Musa as ke Gunung Sinai. Kekesalan Nabi Musa as membuatnya membanting dan menghancurkan Tabut bersamaan dengan Loh Batu. Tapi lagi-lagi ini masih menjadi perdebatan, ada yang mengatakan Nabi Musa as hanya menghancurkan Loh Batu yang berisi 10 perintah Tuhan tidak beserta dengan Tabut. Tapi yang jelas kisah ini terekam dengan baik di dalam Al Qur’an, sebagai pelajaran bagi kita semua.

“Dan (ingatlah), ketika Kami berjanji kepada Musa (memberikan Taurat, sesudah) empat puluh malam, lalu kamu menjadikan anak lembu (sembahan) sepeninggalnya dan kamu adalah orang-orang yang zalim. Kemudian sesudah itu Kami maafkan kesalahanmu, agar kamu bersyukur. Dan (ingatlah), ketika Kami berikan kepada Musa Al kitab (Taurat) danketerangan yang membedakan antara yang benar dan yang salah, agar kamu mendapat petunjuk.”
(Al Baqarah: ayat 51-53)

Dalam melihat Tabut yang diyakini masih ada dan terus dicari oleh Yahudi, kita bisamenganalisa tiga hal dibalik itu semua. Pertama,Teologi Kebencian. Keberadaan Tabut di Masjid Al Quds adalah rekayasa mereka untuk menguasai Yerusalem. Dengan meyakini bahwa Tabut tersimpan dalam fondasi Al Quds, mereka bergerak mencari Tabut hingga mengeruk fondasi dasar mesjid yang pernah menjadi kiblat umat muslim ini. Kehancuran Mesjid Al Quds akan menjadi kebanggan tersendiri bagi mereka yang memang menaruh kebencian kepada kaum muslimin.

Selanjutnya, faktor kedua adalahmotivasi paganistik-kabbalahyang mempercayai kesaktian Tabut. Mereka yang menemukan Tabut dipercaya akan mengalami transferisasi kekuatan mistik ke dalam tubuh dan jiwa mereka.

Ketiga, faktorteologis-politis. Selama ini kaum zionis, masih menganggap bahwa Tabut adalah karunia atau mu’jizat yang diberikan Tuhan kepada orang-orang Yahudi. Mereka meyakini apabila tabut ituberhasil ditemukan maka keagungan dan kejayaan mereka akan kembali dan dapat menguasai dunia lagi.

“Sesungguhnya kamu dapati orang-orangyang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialahorang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.” (QS.Al Ma’idah : 82)

“Dan sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar di antaramupada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka, “Jadilah kamu kera yang hina.”(QS Al-Baqarah: 65).

Allahua’lam.

Sumber: Era Muslim

Amerika Serikat Gunakan Bilogical Weapon (Virus, Bakteri, Kuman & Penyakit) Sebagai Senjata Perang

Fakta dibalik Wabah Campak, HIV AIDS dan FLU BABI


Tahun 2014, Virus Flu Babi telah memakan korban jiwalebih dari 100 orang di Meksiko. Sementara sekitar 1300 orang lebih masuk rumah sakit. Di Amerika sendiri meski sempat memicu kepanikan, namun jumlah korban masih di sekitar 10 orang.Begitupula di Selandia Baru, sebagian besar baru pada taraf positif terinfeksi virus Flu Burung. 

Namun, apa yang sebenarnya terjadi di balik penyebaran flu babi ini? Sebuah buku, karya Jerry D. Gray, kiranya cukup membantu untuk melacak lebih jauh fenomena Flu Babi dan bahkan Flu Burung, yang sempat menjadi berita besar beberapa tahun yang lalu.

Jerry D Gray adalah mantan Perwira Angkatan Udara Amerika Serikat. Ia adalah seorang mualaf, dan ia menikah dengan wanita Indonesia. Hingga kini ia menetap di Indonesia, ia aktif berdakwah & menulis buku-buku Islami.
Namun, apa yang sebenarnya terjadi di balik penyebaran flu babi ini? Sebuah buku, karya Jerry D. Gray, kiranya cukup membantu untuk melacak lebih jauh fenomena Flu Babi dan bahkan Flu Burung, yang sempat menjadi berita besar beberapa tahun yang lalu.


Gray sempat mengungkap sebuah informasi yang mengejutkan.Bahwa pada tahun 1738, ketika pihak tentara Amerika sedang gencar-gencarnya menaklukkan suku asliAmerika Cherokee(Indian), beredar kabar Amerika melakukan tindakan biadab dengan menjangkiti suku Cherokee melalui benda-benda yang telah terinfeksiatau infected goods.


Alhasil, suku Cherokee yang sedang menjadi target operasi militer Amerika untuk dibasmi tersebut, mengalami guncangan pengurangan penduduk secara besar-besaran. Karena melalui penyebaran benda-benda yang telah terinfeksi tersebut, banyak warga Cherokee yang terkena penyakit campak. Sehingga praktis jumlah penduduk Cherokee berkurang hamper setengahnyadalam kurun waktu hampir setahun.

Melalui berbagai dokumen yang dihimpunGray, terungkap bahwa salah satu benda yang telah terinfeksi yang kemudian disebar ke kalangan penduduk Cherokee adalah yang kemudian dikenal Selimut Campak.

Jadi kalau sekarang warga dunia menhujat Amerika karena telah menggunakan senjata kuman atau Bilogical Weapon, nampaknya di abad kei-16 Amerika telah merintis penyebaran Selimut Campak sebagai sebuah proyek perintis (Pilot Project) penggunaan senjata kuman.Caranya?

Dengan mengirimkan selimut-selimut dan handuk-handuk yang telah terkontaminasi kepada Indian-Indian yang mengepung benteng, sehingga menimbulkan epidemic di antara mereka. Kalau informasi Gray ini benar, tak pelak lagi inilah kali pertama Amerika meluncurkan sebuah fase awal perang biologi. Seperti yang Amerika lakukan di Irak dan Afghanistan.

Mau bukti yang lebih otentik? Gray melalui bukunya yang memikat tersebut mengutip sebuah dokumen sejarah mahapenting. Dalam suratnya kepada Kolonel Henry Bouqeuet, Komandan Angkatan Bersenjata Inggris, seorang komandan tempur tentara Amerika bernama JenderalAmherst bertanya,”Tidak bisakah diatur suatu cara bagi pengiriman bibit campak kepada suku-suku Indian yang tidak menyenangkan itu? Dalam hal ini kita harus menggunakan berbagai strategi untuk dapat mengurangi jumlah mereka.“Tentu saja ini membuktikan dengan jelas dan gamblang bahwa penyebaran berbagai kuman maupun penyakit menular sudah dijadikan modus operandi yang diandalkan Amerika untuk membasmi musuh-musuhnya secara tidak berprikemanusiaan.

Apalagi bukti lain semakin memperkuat ketika Jenderal Armherst, dalam suratnya kepada Kolonel Henry Bouquet tertanggal16 Juli 1763, telah mengesahkan perang biologi sebagai kebijakan resmi Amerika dan karenanya, telah memerintahkan penyebaran selimut-selimut yang telah terinfeksi penyakit campak untuk memusnahkan para Indian. Dan menyarankan Kolonel Inggris tersebut, untuk mengusulkan metode-metode lain yang dapat memusnahkan ras-ras dianggap layak untuk dibasmi seperti suku Cherokee.

Bukti lain pun tak kalah mengagetkan. Pada 1990, angkatan bersenjata Amerika mulai bereksperimen dengan berbagai macam senjata biologi, sebagian diantaranya digunakan terhadap tahanan perang baik warga negara Amerika maupun asing. Para korban termasuk lima orang tahanan warga filipina yang tercemar berbagai penyakit, dan 29 tahanan yang secara sengaja ditularkan penyakit beri-beri.

Berbagai pengembangan dan percobaan yang intensif atas senjata kimia dan biologi, telah dilakukan secara rutin di Amerika Serikat, Inggris, dan Jerman.Pada tahun 1916 ketika terjadi perang dunia pertama, kekuatan sekutu,yang berarti dimotori oleh Amerika dan Inggris, menggunakan kombinasi gas phosgene dan khlor sepanjang 17 mil(273 kilometer) di depan, yang kemudian menyebar sepanjang 19.3 kilometer di belakang garis pertahanan Jerman, sehingga membunuh semua orang dan segalanya.

Pada tahun 1920-an dan 1930-anj, Angkatan Bersenjata Amerika menggunakan gas mustard terhadap laki-laki, perempuan dan anak-anak di Filipina dan Puerto Rico yang menentang pendudukan Amerika di kedua negara tersebut.

Di Rezim KepresidenanwGeorge W.Bush misalnya, dan tentunya para kroninya seperti Wakil Presiden Dick Cheney mantan Menteri Pertahanan Donald Rumsfeld, ternyata menguasai beberapa perusahaan farmasi.Setiap tahun pemerintah Amerika menakut-nakuti atau meneror setengah dari penduduk Amerika dengan adanya wabah flu dan penyakit-penyakit lainnya.

Sehingga warga Amerika dengan ketakutan mereka membeli tumpukan obat-obatan dan vitamin dari perusahaan-perusahaan yang mana para kroni Bush duduk sebagai komisaris dan CEO beberapa perusahaan farmasi tersebut.

ni memang bermotivasi ekonomi-bisnis. Terbukti ketika Amerika dilanda kepanikanakibat serangan Anthrax melalui surat-surat berisi spora anthrax, menyusul terjadinya serangan teroris 11 September 2001, warga Amerika beramai-ramai mulai memborong obat-obat antibiotik untuk melindungi diri.

Menurut sebuah data, penjualan antibiotik Cipro produksi Bayer sempat meningkat drastis hingga 1000 persen. Setiap orangnya membelanjajkan dananya sebesar U$ 700 per orang untuk persediaan dua bulan.

Bayer, menurut sejarahnya, ternyata punya tali-temali dengan George H.W Bush, ayah kandung Presiden George W. Bush. Dialah rekanan bisnis Bayer, investor utama di Carlyle Group, sebuah korporasi yang melibatkan para petinggi Partai Republik mulai dari Ronald Reagon,HW Bush hingga Bush junior yang menjadin presiden Amerika antara 2000-2008.

Bayer sebelumnya merupakan sebuah perusahaan Kimia bernama IG Farben, yang ternyata sebuah perusahaan milik NAZI semasa Jerman di bawah rejim fasisAdolf Hitler.

Masuk akal jika banyak yang curiga bahwa Bayer secara diam-diam telah mendukung terjadinya aksi-aksi terorisme berskala besar demi untuk meraup keuntungan ekonomi dan bisnis.Sehingga seorang pakar terkemuka Dr Howard Horowitz dengan tanpa ragu memberi label bagi Bayer dan perusahaan-perusahaan farmasi lain sebagai ”White Collar Terrorists.”

Penyebaran HIV AIDS
Orang biasanya kalau dengar AIDS, adalah penyakit kelamin yang tertular melalui hubungan seksual dengan sesama jenis, atau hubungan sexual dengan wanita pekerja sex.Tapi tahukah anda bahwa pada 1960-an, ilmuwan-ilmuwan di bawah pengawasan CIA, di divisi Operasi Khusus Fort Detrick, mengembangkan penyakit-penyakit yang menyerang sistem imum tubuh manusia.

Pada 1969, DR Robert MacMahan dari Departemen Pertahanan Amerika meminta dan menerima dana $10 juta dari Kongres Amerika untuk mengembangkan agen biologi buatan yang tidak ada imunitas alami yang dapat menahannya.

Ternyata, inilah agen biologi yang kelak terkenal dengan adanya epidemi dunia yang disebut AIDS (Aquired Imune Deficiency Syndrome).

Marilah kita renungkan pernyataan mantan Gubernur Bank Dunia Robert McNamara. Bahwa untuk menekan laju pertambahan penduduk dunia hanya ada dua cara. Menurunkan tingkat kelahiran dengan sangat cepat atau tingkat kematian meningkat. Tidak ada cara lain.

Apakah ini yang mendasari Amerika menciptakan berbagai virus dan wabah penyakit ke seluruh dunia? Menarik untuk dikaji lebih lanjut.Yang pasti, saat ini di Afrika terdapat 12 Juta anak yatim yang terkena AIDS. 50 persen wanita juga mengidap AIDS. Lebihdari 25 juta orang telah terbunuh karena AIDS sejak 1981.


 
FLU BABI
seorang ilmuwan Islam kelahiran India, Sayyid Saeed Akhtar Rizvi, telah mengingatkan warga Amerika mengenai bahaya dari daging babi. Namun media massa Amerika tidak menganggap penting peringatan Rizvi.

Padahal menurut Rizvi, satu dari enam orang Amerika mempunyai cacing dalam ototnya karena mengonsumsi daging babi yang terinfeksi Trichina.

Mengapa Media Amerika tidak perduli?

Mudah saja jawabnya. Pemerintah Amerika yang banyak dipengaruhi oleh kepentingan berbagai perusahaan farmasi seperti Cipro, ingin warganya sakit, dan kemudian membeli banyak sekali obat dari perusahaan farmasi monopoli milik Keluarga Bush dan para kroninya dari Partai Republik.
 

SumberEra Muslim

Jumat, 28 Agustus 2015

Sebelum Ka'bah, Baitul Maqdis di Jarusalem adalah Arah Kiblat Muslimin - Sejarah Perubahan Arah Kiblat


Dalam sebuah riwayat yang sanadnya shahih, diceritakan bahwa ketika di Makkah sebelum hijrah ke Madinah, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat menghadap Baitul Maqdis.

Meskipun beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di Makkah menghadap BaitulMaqdis bukan berarti beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membelakangi Ka'bah. Namun beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallammengambil posisi supaya Ka'bah berada ditengah antara beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Baitul Maqdis. Dengan demikian, Ka'bah tetap berada di depan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , meski beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadap Baitul Maqdis.

Setelah hijrah ke Madinah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih tetap shalat menghadap Baitul Maqdis selama 16 bulan, ada yang mengatakan 17 bulan[2] . Dan pada pertengahan bulan Rajab tahun kedua hijrah, Allah memerintahkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk merubah arah kiblat shalat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari arah Baitul Maqdis ke arah Ka'bah di Makkah, kiblat Nabi Ibrahim Alaihissallam dan Ismail Alaihissallam.

Al-Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan cara mempertemukan dua riwayat yang menjelaskan berapa lama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat menghadap Baitul Maqdis setelah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah. Kata beliau rahimahullah :

"Mempertemukan dua riwayat ini mudah. Orang yang menetapkan 16 bulan berarti dia menggabungkan antara bulan kedatangan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Madinah dengan bulan turunnya perintah merubah kiblat menjadi satu bulan serta mengabaikan sisa hari (dua-pent) bulan tersebut (karena beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai di Madinah pada pertengahan bulan Rabi'ul Awal dan beliau diperintahkan untuk merubah kiblat pada pertengahan bulan Rajab -pent), sedangkan orang yang menetapkan 17 bulan berarti dia menghitung kedua bulan tersebut.

Perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, shalat menghadap Baitul Maqdis setelah hijrah ke Madinah mendapatkan sambutan hangat dari kaum Yahudi, karena mereka juga beribadah menghadapke Baitul Maqdis. Mereka mengira bahwa agama yang dibawa Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengikuti kiblat dan cara beribadah mereka. Berangkat dari anggapan ini, mereka sangat berambisi untuk mengajak Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bergabung bersama mereka. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat berharap agar kiblat kaum Muslimin dirubah ke arah Ka'bah, kiblat Nabi Ibrahim dan Ismail, rumah pertama yang dibangun untuk mentauhidkan Allah Azza wa Jalla .

Berkali-kali beliau menengadahkan wajah ke langit, mengharap agar Allah Azza wa Jalla menurunkan wahyu perihal kiblat. HarapanRasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini dikabulkan oleh Allah Azza wa Jalla dengan firman-Nya :

قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُمَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَه

Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu kearah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. [al-Baqarah/2:144]

Shalat pertama kali yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menghadap Ka’bah adalah shalat Zhuhur di Bani Salamah ; sedangkan shalat ‘Ashar di masjid Nabawi. Penduduk Quba’ merubah kiblat mereka ke arah Ka’bah ketika sedang menunaikan shalat Shubuh, setelah kabar tentang perubahan kiblat sampai kepada mereka.[4]

Perubahan kiblat ini memberikan suasana gembira di hati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena Allah Azza wa Jalla telah mengabulkan harapan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. 


Sebaliknya, bagi kaum Yahudi, perubahan ini merupakan pukulan telak. Karena dugaan mereka selama ini, ternyata salah total danterbantahkan. Oleh karena itu, mereka sangat geram dan melontarkan isu-isu baru yang bersumber pada praduga hampa. Allah Azza wa Jalla pun turun tangan dengan menurunkan ayat-ayat-Nya guna menghancurkan dugaan-dugaankaum Yahudi ini. Ketika kaum Yahudi menebarkan isu bahwa kebaikan hanya bisa diraih dengan cara shalat menghadapBaitul Maqdis, Allah Azza wa Jalla menurunkan firman-Nya, :

لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِيالرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا ۖ وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُون

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arahtimur dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi, memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), dan orang-orang yang meminta-minta, (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila dia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. [al-Baqarah/2:177]

Ketika mereka mempertanyakan sebab perubahan ini, Allah Azza wa Jalla mengajarkan jawaban dari pertanyaan ini kepada Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Azza wa Jalla berfirman :

وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ ۚ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۗ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِي

Dan Kami tidak menjadikan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi beberapa orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.
[al-Baqarah/2:143]

Perubahan Kiblat Sebagai Ujian Bagi KaumMusliminMelalui al-Qur’ân, Allah Azza wa Jalla menjelaskan bahwa tujuan lain dari perubahan kiblat ini adalah untuk menguji kekuatan aqidah kaum Muslimin dan kesigapan mereka melaksanakan perintah-perintah Allah SWT.


Dan ternyata kesiagapan para shahabat merupakan bukti keimanan yang luar biasa. Sebagaimana tergambar dalam sebuah hadits yang dibawakan oleh imam Bukhari dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu yang mengatakan :

بَيْنَا النَّاسُ يُصَلُّونَ الصُّبْحَ فِي مَسْجِدِ قُبَاءٍ إِذْ جَاءَ جَاءٍ فَقَالَ أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُرْآنًا أَنْ يَسْتَقْبِلَ الْكَعْبَةَ فَاسْتَقْبِلُوهَا فَتَوَجَّهُوا إِلَى الْكَعْبَة

Ayat di atas juga sebagai jawaban dari pertanyaan yang timbul akibat perubahan kiblat ini, yaitu bagaimana dengan shalat para shahabat yang meninggal dunia sebelum perubahan kiblat ini, apakah shalat mereka dengan menghadap Baitul Maqdis diterima oleh Allah Azza wa Jalla ataukah tidak ? Jawabannya, Allah Azza waJalla tidak akan menyia-nyiakan shalat mereka. Karena mereka melakukan shalat dengan menghadap Baitul Maqdis itu dalam rangka mentaati Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya, sebagaimana para shahabat yang masih hidup menunaikan shalat menghadap Ka’bah juga dalam rangka mentaati Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya.



Refrensi:
Majalah As-Sunnah
Edisi 01/Tahun XIII/1430H/2009.

Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta
Selokaton Gondangrejo Solo
PO BOX 57183
Telp. 0271-761016

Sumber:

Kamis, 27 Agustus 2015

PERANG KARBALA - Pandangan & Sikap Ahlus Sunnah Wal Jama'ah


Pertempuran Karbala terjadi pada tanggal 10 Muharram, tahun ke-61 dari kalender Islam (9 atau 10 Oktober 680) di Karbala, yang sekarang terletak di Irak. Pertempuran terjadi antara pendukung dan keluarga dari cucu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Husain bin Ali dengan pasukan militer yang dikirim oleh Yazid bin Muawiyah, Khalifah Bani Umayyah saat itu.

Pihak Husain terdiri dari anggota-anggota terhormat keluarga dekat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sekitar 128 orang. Husain dan beberapa anggota jugadiikuti oleh beberapa wanita dan anak-anak dari keluarganya. Di pihak lain, pasukan bersenjata Yazid I yang dipimpin oleh Umar bin Sa'ad berjumlah 4.000-10.000.

Pertempuran ini kemudian diperingati setiap tahunnya selama 10 hari yang dilakukan pada bulan Muharram oleh Muslim Syi'ah seperti halnya segolongan Sunni, dimana puncaknya pada hari kesepuluh, Hari Asyura.

Sanad dan Sikap Ahlus Sunnah Wal Jama'ah
Syaikhul Islam rahimahullah mengatakan dalam kitab Aqidah al-Wasithiyyah : “Ahlussunnah menahan lidah dari permasalahan atau pertikaian yang terjadi diantara para Sahabat Radhiyallahu ‘anhum.

Dan mereka juga mengatakan: “Sesungguhnya riwayat-riwayat yang dibawakan dan sampai kepada kita tentang keburukan-keburukan para Sahabat Radhiyallahu ‘anhum (pertikaian atau peperangan) ada yang dusta dan adajuga yang ditambah, dikurangi dan dirubah dari aslinya (serta ada pula yang shahih-pen).

Riwayat yang shahih. menyatakan, bahwa para Sahabat Radhiyallahu ‘anhum ini ma’dzûrûn (orang-orang yang diberi udzur). Baik dikatakan karena mereka itu para mujtahidyang melakukan ijtihad dengan benar ataupun juga para mujtahid yang ijtihadnya keliru.”

Ahlussunah wal Jama’ah memposisikan riwayat-riwayat ini. Ketiga riwayat ini bertebaran dalam kitab-kitab tarikh (sejarah). Dan ini mencakup semua kejadian dalam sejarah Islam, termasuk kisah pembunuhan Husain bin Ali Radhiyallahu ‘anhuma di Karbala. Sebagian besar riwayat tentang peristiwa menyedihkan ini adalah kebohongan belaka. Sebagian lagi dhaif dan ada juga yang shahih. Riwayat yang dinyatakan shahih oleh para ulama ahli hadits yang bersesuaian dengan kaidah ilmiah dalam ilmu hadits, inilah yang wajib dijadikan pedoman dalam mengetahui apa yang terjadi sebenarnya. Dari sini, kita dapat memahami betapa sanad itu sangat penting untuk membungkam para pendusta dan membongkar niat busuk mereka.

Terbunuhnya HUSAIN RADHIYALLAHU ‘ANHUMA (Syahid)
Mengenai peristiwa Karbala, SyaikhulIslam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan, “Orang-orang yang meriwayatkan pertikaian Husain Radhiyallahu ‘anhu telah memberikan tambahan dusta yang sangat banyak, sebagaimana juga mereka telah membubuhkan dusta pada peristiwa pembunuhan terhadap ‘Utsman Radhiyallahu ‘anhu, sebagaimana mereka juga memberikan tambahan cerita (dusta) pada peristiwa-peristiwa yang ingin mereka besar-besarkan, seperti dalam riwayat mengenai peperangan, kemenangan dan lain sebagainya.

Para penulis tentang berita pembunuhan Husain Radhiyallahu ‘anhu, ada diantara mereka yang merupakan ahli ilmu (ulama) seperti al-Baghawi rahimahullah dan Ibnu Abi Dun-ya dan lain sebagainya. Namun demikian, diantara riwayat yang mereka bawakan ada yang terputus sanadnya. Sedangkan yang membawakan cerita tentang peristiwa ini dengan tanpa sanad, kedustaannya sangat banyak”

RIWAYAT SHAHIH TENTANG PERISTIWA KARBALA
Riwayat yang paling shahih ini dibawakan oleh Imam al-Bukhâri, no, 3748 :
“Aku diberitahu oleh Muhammad bin Husain bin Ibrâhîm, dia mengatakan : aku diberitahu oleh Husain bin Muhammad, kami diberitahu oleh Jarîr dari Muhammaddari Anas bin Mâlik Radhiyallahu ‘anhu, dia mengatakan : Kepala Husain dibawa dan didatangkan kepada ‘Ubaidullah bin Ziyâd[3]. Kepala itu ditaruh di bejana. Lalu ‘Ubaidullah bin Ziyâd menusuk-nusuk (dengan pedangnya) seraya berkomentar sedikit tentang ketampanan Husain. Anas Radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “DiantaraAhlul bait, Husain adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Saat itu, Husain Radhiyallahu ‘anhu disemir rambutnya dengan wasmah (tumbuhan, sejenis pacar yang condong ke warna hitam)”
Kisahnya, Husain bin Ali Radhiyallahu ‘anhuma tinggal di Mekah bersama beberapa Shahabat, seperti Ibnu ‘Abbâs dan Ibnu Zubair Radhiyallahu ‘anhuma. Ketika Muawiyah Radhiyallahu ‘anhu meninggal dunia pada tahun 60 H, anak beliau Yazîd bin Muâwiyah menggantikannya sebagai imam kaum muslimin atau khalifah. Saat itu, penduduk Irak yang didominasi oleh pengikut ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu menulis surat kepada Husain Radhiyallahu ‘anhuma meminta beliau Radhiyallahu ‘anhuma pindah ke Irak. Mereka berjanji akan membai’at Husain Radhiyallahu ‘anhuma sebagai khalifah karena mereka tidak menginginkan Yazîd bin Muâwiyah menduduki jabatan Khalifah.

Tidak cukup dengan surat, mereka terkadang mendatangi Husain Radhiyallahu ‘anhumadi Mekah mengajak beliau Radhiyallahu ‘anhu berangkat ke Kufah dan berjanji akan menyediakan pasukan.

Para Sahabat seperti Ibnu Abbâs Radhiyallahu ‘anhuma kerap kali menasehati Husain Radhiyallahu ‘anhuma agar tidak memenuhi keinginan mereka, karena ayahHusain Radhiyallahu ‘anhuma, Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, dibunuh di Kufah dan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu khawatir mereka membunuh Husain juga disana. Husain Radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, “Saya sudah melakukan istikharah dan akan berangkat kesana”.

Sebagian riwayat menyatakan bahwa beliau Radhiyallahu ‘anhuma mengambil keputusan ini karena belum mendengar kabar tentang sepupunya Muslim bin ‘Aqilyang telah dibunuh di sana.

Akhirnya, berangkatlah Husain Radhiyallahu ‘anhuma bersama keluarga menuju Kufah.

Sementara di pihak yang lain, ‘Ubaidullah bin Ziyâd diutus oleh Yazid bin Muawiyah untuk mengatasi pergolakan di Irak. Akhirnya, ‘Ubaidullah dengan pasukannya berhadapan dengan Husain Radhiyallahu ‘anhuma bersama keluarganya yang sedang dalam perjalanan menuju Irak.

Pergolakan ini sendiri dipicu oleh orang-orang yang ingin memanfaatkan Husain Radhiyallahu ‘anhuma. Dua pasukan yang sangat tidak imbang ini bertemu, sementara orang-orang Irak yang membujuk Husain Radhiyallahu ‘anhuma, dan berjanji akan membantu dan menyiapkan pasukan justru melarikan diri meninggalkan Husain c dan keluarganya berhadapan dengan pasukan Ubaidullah. Sampai akhirnya, terbunuhlah Husain Radhiyallahu ‘anhuma sebagai orang yangterzhalimi dan sebagai syahid. Kepalanya dipenggal lalu dibawa kehadapan ‘Ubaidullah bin Ziyâd dan kepala itu diletakkan di bejana.

Lalu ‘Ubaidullah kemudian menusuk-nusuk hidung, mulut dan gigi Husain, padahal di situ ada Anas bin Mâlik, Zaid bin Arqam dan Abu Barzah al-Aslami Radhiyallahu ‘anhum. Anas Radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Singkirkan pedangmu dari mulut itu, karena aku pernah melihat mulut Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium mulut itu!” Mendengarnya, orang durhaka ini mengatakan, “Seandainya saya tidak melihatmu sudah tua renta yang akalnya sudah sudah rusak, maka pasti kepalamu saya penggal.”

Dalam riwayat at- Tirmidzi dan Ibnu Hibbân dari Hafshah binti Sirîn dari Anas Radhiyallahu ‘anhu dinyatakan :“Lalu ‘Ubaidullah mulai menusukkan pedangnya ke hidung Husain Radhiyallahu ‘anhu”.
Dalam riwayat ath-Thabrâni rahimahullah dari hadits Zaid bin Arqam Radhiyallahu ‘anhu :
Aku (Anas bin Malik) mengatakan kepadanya, “Sungguh aku telah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium tempat dimana engkau menaruh pedangmu itu.” Lalu Ubaidullah mengangkat pedangnya.
Demikianlah kejadiannya, setelah Husain Radhiyallahu ‘anhuma terbunuh, kepala beliau Radhiyallahu ‘anha dipenggal dan ditaruh di bejana. Dan mata, hidung dan gigi beliau Radhiyallahu ‘anhu ditusuk-tusuk dengan pedang. Para Sahabat Radhiyallahu anhum yang menyaksikan hal ini meminta kepada ‘Ubaidullah orang durhaka ini, agar menyingkirkan pedang itu, karena mulut Rasulullah pernah menempel tempat itu.

Alangkah tinggi rasa hormat mereka kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan alangkah sedih hati mereka menyaksikan cucu Rasulullah Shallallahu ‘aiahi wa sallam, orang kesayangan beliau n dihinakan di depan mata mereka.

Dari sini, kita mengetahui betapa banyak riwayat palsu tentang peristiwa ini yang menyatakan bahwa kepala Husain Radhiyallahu ‘anhuma diarak sampai diletakkan di depan Yazid rahimahullah. Para wanita dari keluarga Husain Radhiyallahu ‘anhuma dikelilingkan ke seluruh negeri dengan kendaaraan tanpa pelana, ditawan dan dirampas.

Semua ini merupakan kepalsuan yang dibuat Rafidhah (Syiah). Karena Yazid saat itu sedang berada di Syam, sementara kejadian memilukan ini berlangsung di Irak.

Syaikhul Islam Taimiyyah rahimahullah mengatakan, “Dalam riwayat dengan sanad yang majhul dinyatakan bahwa peristiwa penusukan ini terjadi di hadapanYazid, kepala Husain Radhiyallahu ‘anhuma dibawa kehadapannya dan dialah yang menusuk-nusuknya gigi Husain Radhiyallahu ‘anhuma. Disamping dalam cerita (dusta) ini terdapat isyarat yang menunjukkan bahwa cerita ini bohong, maka (untuk diketahui juga-red) para Sahabat yang menyaksikan peristiwa penusukan ini tidak berada di Syam, akan tetapi di negeri Irak. Justru sebaliknya, riwayat yang dibawakan oleh beberapa orang menyebutkan bahwa Yazid tidak memerintahkan ‘Ubaidullah untuk membunuh Husain.”

Yazid rahimahullah sangat menyesalkan terjadinya peristiwa menyedihkan itu. Karena Mu’awiyah berpesan agar berbuat baik kepada kerabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka, saat mendengar kabar bahwa Husain dibunuh, mereka sekeluarga menangis dan melaknat ‘Ubaidullah. Hanya saja dia tidakmenghukum dan mengqisas ‘Ubaidullah, sebagai wujud pembelaan terhadap Husain secara tegas.

Pertumpahan darah yang terjadi di Karbala ditulis dan diberi tambahan-tambahan dusta. Tambahan-tambahan dusta ini bertujuan untuk menimbulkan dan memunculkan fitnah perpecahan di tengah kaum muslimin. Sebagian dari kisah-kisah dusta itu bisa kita dapatkan dalam kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam Minhâjus Sunnah IV/517 dan 554, 556 :

- Ketika Hari pembunuhan terhadap Husain, langit menurunkan hujan darah lalu menempel di pakaian dan tidak pernah hilang dan langit nampak berwarna merah yang tidak pernah terlihat sebelum itu.

- Tidak diangkat sebuah batu melainkan di bawahnya terdapat darah penyembelihan Husain Radhiyallahu ‘anhuma.

- Kemudian mereka juga menisbatkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebuah perkataan yang berbunyi :

“Katakanlah:”Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan”
[asy Syûrâ/42:23]


Riwayat ini dibantah oleh para ulama diantaranya Ibnu Taimiyyah rahimahullah dengan mengatakan, “Apa masuk di akal, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menitipkan kepada makhluk padahal Allah Azza wa Jalla tempat penitip yang terbaik. Sedangkan ayat di atas yang mereka anggap diturunkan Allah Azza wa Jalla berkenaan dengan peristiwa pembunuhanHusain Radhiyallahu ‘anhuma, maka ini juga merupakan satu bentuk kebohongan.Karena ayat ini terdapat dalam surat as-Syûrâ dan surat ini Makkiyah. Allah Azza wa Jalla menurunkan surat ini sebelum Ali Radhiyallahu ‘anhu dan Fathimah Radhiyallahu anha menikah.
HUSAIN RADHIYALLAHU gugur sebagai Syuha

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati;bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya,” (QS. Al-Baqarah: 154).
Syaikhul Islam rahimahullah mengatakan, “Tidak disangsikan lagi bahwa Husain Radhiyallahu ‘anhuma terbunuh dalam keadaan terzhalimi dan syahid. Pembunuhan terhadap Husain Radhiyallahu ‘anhuma merupakan tindakan maksiat kepada Allah Azza wa Jalla dan rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari para pelaku pembunuhan dan orang-orang yang membantu pembunuhan ini. Di sisi lain, merupakan musibah yang menimpa kaum muslimin, keluarga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan yang lainnya. Husain Radhiyallahu ‘anhuma berhak mendapatkan gelar syahid, kedudukan dan derajat ditinggikan."
Kemudian, di halaman yang sama, Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan bahwa pembunuhan terhadap Husain Radhiyallahu ‘anhuma tidak lebih besar daripada pembunuhan terhadap para rasul. Allah Azza wa Jalla telah memberitahukan bahwa bani Israil telah membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Pembunuhan terhadap para nabi itu lebih besar dosanya dan merupakan musibah yang lebih dahsyat. Begitu pula pembunuhan terhadap ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu (bapak Husain Radhiyallahu ‘anhuma) lebih besar dosa dan musibahnya, termasuk pembunuhan terhadap ‘Utsman juga Radhiyallahu ‘anhu.

Ini merupakan bantahan telak bagi kaum Syi’ah yang meratapi kematian Husain Radhiyallahu ‘anhuma, namun, tidak meratapi kematian para nabi . Padahal pembunuhan yang dilakukan oleh bani Israil terhadap para nabi tanpa alasan yang benar lebih besar dosa dan musibahnya. Ini juga menunjukkan bahwamereka bersikap ghuluw (melampau batas) kepada Husain Radhiyallahu ‘anhu.Sikap ghuluw ini mendorong mereka membuat berbagai hadits palsu.

Misalnya,riwayat yang menerangkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan, pembunuh Husain Radhiyallahu ‘anhu akan berada di tabut (peti yang terbuat dari api), dia mendapatkan siksa setengah siksa penghuni neraka, kedua tangan dan kakinya diikat dengan rantai dari api neraka, ditelungkupkan sampai masuk ke dasar neraka dan dalam keadaan berbau busuk, penduduk neraka berlindung dari bau busuk yang keluar dari orang tersebutdan dia kekal di dalamnya.

Kesalahan dalam memahami peristiwa ini, telah memecah Belah Umat, bahkan menimbulkan penyimpangan yang tidak sesuai dengan Al Quran, Syariat Islam & Hadist

Dalam menyikapi peristiwa pembunuhan Husain Radhiyallahu ‘anhuma, manusia terbagi menjadi tiga : dua golongan yang menyimpang dan satu berada di tengah-tengah.

Golongan Pertama :
Mengatakan bahwa pembunuhan terhadap Husain Radhiyallahu ‘anhuma itu merupakan tindakan benar. Karena Husain Radhiyallahu ‘anhuma ingin memecah belah kaum muslimin. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :“Jika ada orang yang mendatangi kalian dalam keadaan urusan kalian berada dalam satu pemimpin lalu pendatang hendak memecah belah jama’ah kalian, maka bunuhlah dia.”

Kelompok pertama ini mengatakan bahwaHusain Radhiyallahu ‘anhuma datang saaturusan kaum muslimin berada di bawah satu pemimpin (yaitu Yazid bin Muawiyah)dan Husain Radhiyallahu ‘anhuma hendak memecah belah umat.

Sebagian lagi mengatakan bahwa Husain Radhiyallahu ‘anhuma merupakan orang pertama yang memberontak kepada penguasa. Kelompok ini melampaui batas,sampai berani menghinakan Husain Radhiyallahu ‘anhuma. Inilah kelompok ‘Ubaidullah bin Ziyâd, Hajjâj bin Yusûf dan lain-lain. Sedangkan Yazid bin Muâwiyah rahimahullah tidak seperti itu. Meskipun tidak menghukum ‘Ubaidullah, namun ia tidak menghendaki pembunuhan ini.

Golongan Kedua:
Mereka mengatakan Husain Radhiyallahu ‘anhu adalah imam yang wajib ditaati; tidak boleh menjalankan suatu perintah kecuali dengan perintahnya; tidak boleh melakukan shalat jama’ah kecuali di belakangnya atau orang yang ditunjuknya,baik shalat lima waktu ataupun shalat Jum’at dan tidak boleh berjihad melawan musuh kecuali dengan idzinnya dan lain sebagainya. [9]Kelompok pertama dan kedua ini berkumpul di Irak. Hajjâj bin Yûsuf adalah pemimpin golongan pertama. Ia sangat benci kepada Husain Radhiyallahu ‘anhuma dan merupakan sosok yang zhalim. Sementara kelompok kedua dipimpin oleh Mukhtâr bin Abi ‘Ubaid yangmengaku mendapat wahyu dan sangat fanatik dengan Husain Radhiyallahu ‘anuhma. Orang inilah yang memerintahkan pasukannya agar menyerang dan membunuh ‘Ubaidullah bin Ziyad dan memenggal kepalanya.

Golongan Ketiga :
Yaitu Ahlussunnah wal Jama’ah yang tidak sejalan dengan pendapat golongan pertama, juga tidak dengan pendapat golongan kedua. Mereka mengatakan bahwa Husain Radhiyallahu ‘anhuma terbunuh dalam keadaan terzhalimi dan mati syahid. Inilah keyakinan Ahlussunnah wal Jama’ah, yang selalu berada di tengah antara dua kelompok.

Ahlussunnah mengatakan Husain Radhiyallahu ‘anhuma bukanlah pemberontak. Sebab, kedatangannya ke Irak bukan untuk memberontak. Seandainya mau memberontak, beliau Radhiyallahu ‘anhuma bisa mengerahkan penduduk Mekah dan sekitarnya yang sangat menghormati dan menghargai beliau Radhiyallahu ‘anhuma.

Karena, saat beliau Radhiyallahu ‘anhuma di Mekah, kewibaannya mengalahkan wibawa para Sahabat lain yang masih hidup pada masaitu di Mekkah. Beliau Radhiyallahu ‘anhuma seorang alim dan ahli ibadah. Para Sahabat sangat mencintai dan menghormatinya. Karena beliaulah Ahli Bait yang paling besar.

Ketika dalam perjalanannya menuju Irak dan mendengar sepupunya Muslim bin ‘Aqîl dibunuh di Irak, beliau Radhiyallahu ‘anhuma berniat untuk kembali ke Mekkah. Akan tetapi, beliau Radhiyallahu ‘anhuma ditahan dan dipaksa oleh penduduk Irak untuk berhadapan dengan pasukan ‘Ubaidullah bin Ziyâd. Akhirnya, beliau Radhiyallahu ‘anhuma tewas terbunuh dalam keadaan terzhalimi dan mati syahid.

DAJJAL & SETAN MENYEBARKAN BID’AH

Syaikhul Islam mengatakan
“Dengan sebab kematian Husain Radhiyallahu ‘anhuma, setan memunculkan dua bid’ah di tengah manusia.

Pertama : Bid’ah kesedihan dan ratapan para hari Asyûra (di negeri kita ini, acara bid’ah ini sudah mulai diadakan-pen) seperi menampar-nampar, berteriak, merobek-robek, sampai-sampai mencaci maki dan melaknat generasi Salaf, memasukkan orang-orang yang tidak berdosa ke dalam golongan orang yang berdosa. (Para Sahabat seperti Abu Bakar dan Umar dimasukkan, padahal mereka tidak tahu apa-apa dan tidak memiliki andil dosa sedikit pun. Pihak yang berdosa adalah yang terlibat langsung kala itu). Mereka sampai mereka berani mencaci Sâbiqûnal awwalûn. Kemudian riwayat-riwayat tentang Husain Radhiyallahu ‘anhuma dibacakan yang kebanyakan merupakan kebohongan. Karena tujuan mereka adalah membuka pintu fitnah (perpecahan) di tengah umat.

Kemudian Syaikhul Islam rahimahullah juga mengatakan , “Di Kufah, saat itu terdapat kaum yang senantiasa membela Husain Radhiyallahu ‘anhuma yang dipimpin oleh Mukhtâr bin Abi ‘Ubaid al-Kadzdzâb (karena dia mengaku mendapatkan wahyu-pen). Di Kufah juga terdapat satu kaum yang membenci ‘Ali dan keturunan beliau Radhiyallahu ‘anhum.
Di antara kelompok ini adalah Hajjâj bin Yûsuf ats-Tsaqafi. Dalam sebuah hadits shahîh dijelaskan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Akan ada di suku Tsaqif seorang pendusta dan perusak”

Orang Syi’ah yang bernama Mukhtâr bin Abi ‘Ubaid itulah sang pendusta . Sedangkan sang perusak adalah al-Hajjaj.Yang pertama membuat bid’ah kesedihan, sementara yang kedua membuat bid’ah kesenangan.

Kelompok kedua ini pun meriwayatkan hadits yang menyatakan bahwa barang siapa melebihkan nafkah keluarganya pada hari ‘Asyûra, maka AllahAzza wa Jalla melonggarkan rezekinya selama setahun itu.”

Kedua : Bida’ah yang kedua adalah bid’ah kesenangan pada hari Asyura : Karena itu, para khatib yang sering membawakan riwayat ini – karena ketidaktahuannya tentang ilmu riwayat atau sejarah – , sebenarnya secara tidak langsung, masukke dalam kelompok al-Hajjâj, kelompok yang sangat membenci Husain Radhiyallahu ‘anhuma.

Padahal wajib bagi kita meyakini bahwa Husain Radhiyallahu ‘anhuma terbunuh dalam keadaan terzhalimi dan mati syahid. Dan wajib bagikita mencintai Sahabat yang mulia ini dengan tanpa melampaui batas dan tanpamengurangi haknya, tidak mengatakan Husain Radhiyallahu anhuma seorang imam yang ma’sum (terbebas dari semua kesalahan), tidak pula mengatakan bahwa pembunuhan terhadap Husain Radhiyallahu anhuma itu adalah tindakan yang benar.

Pembunuhan terhadap Husain Radhiyallahu ‘anhuma adalah tindakan maksiat kepada Allah dan RasulNya.

Semoga posting ini bermanfaat dan memberikan pencerahan. Kita memohon kepada Allah Azza wa Jallaagar menghindarkan kita semua dari berbagai fitnah yang disebarkan oleh setan dan para tentaranya.

Refrensi:

Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XII/1430H/2009M. 
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, 
Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 
57183 Telp. 0271-761016

Sumber: