Matahari dan bulan merupakan dua benda langit ciptaan Allah Subhanahu wa
ta’ala. Dimana dalam peredaran dan silih bergantinya yang teratur
merupakan ketetapan aturan Penguasa Jagad Semesta ini.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya) :
”Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan.”(Ar-Rahman : 5)
Biasanya teramatinya hilal atau bulan sabit pertama pada saat maghrib menjadi awal bulan dalam kalender Islam. Seperti yang kita ketahui, pengamatan hilal dan bulan biasanya digunakan sebagai metode untuk penetapan awal bulan suci ramadhan, penetapan Idhul Fitri dan Idhul Adha.
Biasanya teramatinya hilal atau bulan sabit pertama pada saat maghrib menjadi awal bulan dalam kalender Islam. Seperti yang kita ketahui, pengamatan hilal dan bulan biasanya digunakan sebagai metode untuk penetapan awal bulan suci ramadhan, penetapan Idhul Fitri dan Idhul Adha.
Bagi
umat Islam, peristiwa gerhana dianggap sebagai tanda kekuasaan dan
kebesaran Allah SWT. Karena hal tersebut, peristiwa gerhana mempunyai
makna khusus bagi umat Islam.
Matahari dan bulan menunjukkan akan keagungan dan kebesaran serta kesempurnaan Penciptanya. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa ta’ala membantah fenomena penyembahan terhadap matahari dan bulan.
Yang sangat disayangkan ternyata keyakinan kufur
tersebut banyak dianut oleh ”bangsa-bangsa besar” di dunia sejak
berabad-abad lalu, seperti kepercayaan "Pagan" (penyembah matahari)
dalam kebudayaan Yunani, Romawi, Mesir kuno dll.
Tak jarang kini oknum dari penganut agama tertentu, yang begitu membenci dan memusuhi Islam, menghembuskan fitnah keji dan merusak citra Islam. Oknum ter bahwa metode pengamatan bulan dan hilal yang dilakukan umat Islam adalah merupakan penyembah bulan.
Allah SWT berfirman:
وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُون
”Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nyaialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah kaliann sujud (menyembah) matahari maupun bulan, tapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya, jika memang kalian beribadah hanya kepada-Nya.”(QS Fushshilat: 37)
Ayat diatas menunjukan bahwa akal para filosof, rohaniawan, para wikan, paranormal dan lain-lain adalah akal yang keliru dan sesat. Kebenaran dan hidayah hanya ada pada risalah & syariat yang dibawa oleh para nabi dan rasul’alaihimussalam.
RasulullahShallallahu ’alaihi wa sallam membantah keyakinan yang ada dikalangan musyrikin arab saat itu dengan sabdanya,
”Bukanlah terjadi karena kematian atau kelahiran seseorang.”
islam memberantas segala keyakinan/ aqidah batil, diantaranya yang bersumber dari astrologi (ahli nujum) yang meyakini bahwa pergerakan/ peredaran bintang, planet dan benda-benda langit lainnya memberikan pengaruh/ ada kaitannya dengan kejadian-kejadian di bumi. Yang dikenal sebagai zodiak, shio, atau nama yang lainnya sesuai dengan agama asal masing-masing yang digagas oleh para filosof, rohaniawan atau paranormal.
Termasuk kejadian gerhana yang diyakini sebagai tanda atau sebab (bakal) terjadi peristiwa atau bencana besar di muka bumi. Ini semua adalah batil.
Seorang mukmin yang berpegang pada kemurnian tauhid harus meninggalkan keyakinan-keyakinan tersebut. Sangat disayangkan, ada sebagian di antara kaum muslimin yang masih percaya dengan ramalan-ramalan bintang, termasuk pula mitos/ legenda seputar gerhana, atau meyakini peristiwa gerhana ada hubungan dengan bencana alam atau lainnya.
Al-Imam al-Khaththabi Rahimahullah berkata:
”Dulu mereka pada masa jahiliyyah berkeyakinan bahwa gerhana menyebabkan terjadinya perubahan di muka bumi, berupa kematian, bencana dan lain-lain. Maka Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam mengajarkan bahwa itu adalah keyakinan batil. Sungguh matahari dan bulan itu adalah dua makhluk yang tunduk kepada AllahSubhanahu wa ta’ala.Keduanya tidak memiliki kekuatan mempengaruhi sesuatu yang lainnya, tidak pula memilikikemampuan membela diri.”
(Fathul Barihadits no.1040)
Mitos dan Sains Modern
Diantaranya ajaran yang digagas oleh para filosof, rohaniawan dan lain-lain tentang antariksa, semuanya berbau mistis dan kesyirikan. Termasuk dalam memahami hakekat sebenarnya tentang gerhana matahari dan gerhana bulan.
Dua fenomena tersebut oleh banyak kalangan dihubung-hubungkan dengan akan terjadinya peristiwa luar biasa di bumi tempat manusia tinggal.
Misalnya saja selang beberapa hari atau beberapa minggu dari gerhana, di daerah tertentu akan terjadi bencana alam, wabah penyakit, keributan atau bentrok antar massa dan sebagainya. Biasanya, untuk mengantisipasinya berbagai ritual digelar. Di samping adanya mitos bahwa gerhana terjadi karena raksasa menelan matahari atau bulan, dengan berbagai macam versi ceritanya.
Sementara di kubu lain, masyrakat modern yang mengalami kemajuan tekhnologi dan ilmu antariksa ini, menganggap hal itu sebagai fenomena alam biasa. Karena melalui berbagai riset ilmiah, mereka bisa mengetahui sebab terjadinya gerhana tersebut secara pasti.
Gerhana Dalam Syariat Islam
Tak jarang kini oknum dari penganut agama tertentu, yang begitu membenci dan memusuhi Islam, menghembuskan fitnah keji dan merusak citra Islam. Oknum ter bahwa metode pengamatan bulan dan hilal yang dilakukan umat Islam adalah merupakan penyembah bulan.
Allah SWT berfirman:
وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُون
”Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nyaialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah kaliann sujud (menyembah) matahari maupun bulan, tapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya, jika memang kalian beribadah hanya kepada-Nya.”(QS Fushshilat: 37)
Ayat diatas menunjukan bahwa akal para filosof, rohaniawan, para wikan, paranormal dan lain-lain adalah akal yang keliru dan sesat. Kebenaran dan hidayah hanya ada pada risalah & syariat yang dibawa oleh para nabi dan rasul’alaihimussalam.
RasulullahShallallahu ’alaihi wa sallam membantah keyakinan yang ada dikalangan musyrikin arab saat itu dengan sabdanya,
”Bukanlah terjadi karena kematian atau kelahiran seseorang.”
islam memberantas segala keyakinan/ aqidah batil, diantaranya yang bersumber dari astrologi (ahli nujum) yang meyakini bahwa pergerakan/ peredaran bintang, planet dan benda-benda langit lainnya memberikan pengaruh/ ada kaitannya dengan kejadian-kejadian di bumi. Yang dikenal sebagai zodiak, shio, atau nama yang lainnya sesuai dengan agama asal masing-masing yang digagas oleh para filosof, rohaniawan atau paranormal.
Termasuk kejadian gerhana yang diyakini sebagai tanda atau sebab (bakal) terjadi peristiwa atau bencana besar di muka bumi. Ini semua adalah batil.
Seorang mukmin yang berpegang pada kemurnian tauhid harus meninggalkan keyakinan-keyakinan tersebut. Sangat disayangkan, ada sebagian di antara kaum muslimin yang masih percaya dengan ramalan-ramalan bintang, termasuk pula mitos/ legenda seputar gerhana, atau meyakini peristiwa gerhana ada hubungan dengan bencana alam atau lainnya.
Al-Imam al-Khaththabi Rahimahullah berkata:
”Dulu mereka pada masa jahiliyyah berkeyakinan bahwa gerhana menyebabkan terjadinya perubahan di muka bumi, berupa kematian, bencana dan lain-lain. Maka Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam mengajarkan bahwa itu adalah keyakinan batil. Sungguh matahari dan bulan itu adalah dua makhluk yang tunduk kepada AllahSubhanahu wa ta’ala.Keduanya tidak memiliki kekuatan mempengaruhi sesuatu yang lainnya, tidak pula memilikikemampuan membela diri.”
(Fathul Barihadits no.1040)
Mitos dan Sains Modern
Diantaranya ajaran yang digagas oleh para filosof, rohaniawan dan lain-lain tentang antariksa, semuanya berbau mistis dan kesyirikan. Termasuk dalam memahami hakekat sebenarnya tentang gerhana matahari dan gerhana bulan.
Dua fenomena tersebut oleh banyak kalangan dihubung-hubungkan dengan akan terjadinya peristiwa luar biasa di bumi tempat manusia tinggal.
Misalnya saja selang beberapa hari atau beberapa minggu dari gerhana, di daerah tertentu akan terjadi bencana alam, wabah penyakit, keributan atau bentrok antar massa dan sebagainya. Biasanya, untuk mengantisipasinya berbagai ritual digelar. Di samping adanya mitos bahwa gerhana terjadi karena raksasa menelan matahari atau bulan, dengan berbagai macam versi ceritanya.
Sementara di kubu lain, masyrakat modern yang mengalami kemajuan tekhnologi dan ilmu antariksa ini, menganggap hal itu sebagai fenomena alam biasa. Karena melalui berbagai riset ilmiah, mereka bisa mengetahui sebab terjadinya gerhana tersebut secara pasti.
Gerhana Dalam Syariat Islam
Gerhana matahari (Khusufusy Syams) adalah hilangnya cahaya matahari sebagian atau total pada waktu siang.
Gerhana bulan (Khusuful Qamar) adalah hilangnya cahaya bulan sebagian atau total pada waktu malam.
Gerhana
merupakan moment penting dalam Islam. Islam bernar-benar mengajakhamba
untuk menyikapi gerhana yang sedang terjadi sebagai peringatan
dariRabbul ’Alamin Subhanahu wa ta’ala.Hikmah ini tidak bisa diketahui
dengan ilmu sains, namun hanya bisa diketahui melalui wahyu yang
diturunkan kepada nabi Muhammad Shallallahu ’alaihi wa sallam.
Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua ayat (tanda) di antara ayat-ayatAllah. Tidaklah terjadi gerhana matahari dan bulan karena kematian seseorang atau karena hidup (lahirnya) seseorang. Apabila kalian melihat (gerhana) matahari dan bulan, maka berdoalah kepada Allah dan sholatlah hingga tersingkap kembali.”
(HR. Al-Bukharino.1043, dan Muslim no.915)
”Tanda-tanda ini, yang Allah tampakkan, bukanlah terjadi karena kematian atau kelahiran seseorang. Namun dengannya Allah memberikan rasa takut kepada hamba-hamba-Nya. Maka apabila kalian melihat salah satu darinya, bersegeralah untuk berdzikir, berdoa kepada-Nya dan memohon ampunan-Nya.”
(HR. Al-Bukhori no.1059)
Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita tuntunan syariat yang mulia ketika terjadi gerhana matahari maupun gerhana bulan, Tujuh hal (sebagaimana dalam hadits-hadits tentang gerhana:
1.Shalat gerhana
2.Berdoa
3.Beristighfar
4.Bertakbir
5.Berdzikir
6.Bershadaqah
7.Memerdekakan budak
(HR.Al-Bukharino. 1040, 1044, 1059, 2519; Muslim no. 901, 912, 914)
Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua ayat (tanda) di antara ayat-ayatAllah. Tidaklah terjadi gerhana matahari dan bulan karena kematian seseorang atau karena hidup (lahirnya) seseorang. Apabila kalian melihat (gerhana) matahari dan bulan, maka berdoalah kepada Allah dan sholatlah hingga tersingkap kembali.”
(HR. Al-Bukharino.1043, dan Muslim no.915)
”Tanda-tanda ini, yang Allah tampakkan, bukanlah terjadi karena kematian atau kelahiran seseorang. Namun dengannya Allah memberikan rasa takut kepada hamba-hamba-Nya. Maka apabila kalian melihat salah satu darinya, bersegeralah untuk berdzikir, berdoa kepada-Nya dan memohon ampunan-Nya.”
(HR. Al-Bukhori no.1059)
Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita tuntunan syariat yang mulia ketika terjadi gerhana matahari maupun gerhana bulan, Tujuh hal (sebagaimana dalam hadits-hadits tentang gerhana:
1.Shalat gerhana
2.Berdoa
3.Beristighfar
4.Bertakbir
5.Berdzikir
6.Bershadaqah
7.Memerdekakan budak
(HR.Al-Bukharino. 1040, 1044, 1059, 2519; Muslim no. 901, 912, 914)
Sholat Gerhana tidak perlu dilaksanakan jika Gerhana terjadi di tempat/belahan bumi lain dan kita tidak bisa mengamatinya karena faktor perbedaan waktu, letak geografis dll.
Nabi Muhammad Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
”Apabila kalian melihat (gerhana) matahari atau bulan, maka berdoalah kepada Allah dan shalat lah.”
Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam mengaitkan pelaksanaan shalat gerhana dengan”melihat (ru’yah)”.
Al-Hafidz Ibnu Hajar Rahimahullah mengatakan,
”… karena pelaksanaan shalat (gerhana) dikaitkan dengan ru’yah.”(Fathul Barihadits no.1041)
Artinya, apabila telah diperkirakan dengan hisab astronomis terjadi gerhana namun terhalangi oleh langit yang mendung, maka tidak dilakukan shalat gerhana. Atau gerhana terjadi di wilayah lain/ belahan bumi lainnya, sehingga tidak terlihat. Misalnya gerhana terjadi di Eropa, tidak terjadi di Indonesia, maka orang Indonesia tidak disyariatkan untuk melaksanakan shalat gerhana. Atau terjadinya gerhana matahari setelah tenggelamnya matahari, atau gerhana bulan setelah terbitnya matahari sehingga tidak bisa teramati, maka tidak ada shalat gerhana pula.
Al-Hafidz Ibnu Hajar Rahimahullah mengatakan,
”… karena pelaksanaan shalat (gerhana) dikaitkan dengan ru’yah.”(Fathul Barihadits no.1041)
Artinya, apabila telah diperkirakan dengan hisab astronomis terjadi gerhana namun terhalangi oleh langit yang mendung, maka tidak dilakukan shalat gerhana. Atau gerhana terjadi di wilayah lain/ belahan bumi lainnya, sehingga tidak terlihat. Misalnya gerhana terjadi di Eropa, tidak terjadi di Indonesia, maka orang Indonesia tidak disyariatkan untuk melaksanakan shalat gerhana. Atau terjadinya gerhana matahari setelah tenggelamnya matahari, atau gerhana bulan setelah terbitnya matahari sehingga tidak bisa teramati, maka tidak ada shalat gerhana pula.
Gerhana
bisa diketahui dengan hisab. Allah Subhanahu wa ta’alaYang Maha Kuasa
telah menjadikan pergerakan matahari dan bulan berjalan dengan rapi dan
teratur, sehingga bisa diamati dan dihitung oleh manusia. Termasuk
gerhana bisa diketahui dengan hisab astronomis kapan terjadinya, di
belahan bumi mana sajakah terjadinya, serta jenis gerhananya, apakah
gerhana total, sebagian, cincin dan lain-lain. Namun tidak diambil
darinya konsekuensi hukum apapun terkait dengan shalat gerhana atau
lainnya. Meskipun gerhana bisa diketahui kapan waktu terjadinya
berdasarkan hisab astronomis yang sangat akurat, namun apabila ternyata
pada hari-H dan jam-J nya gerhana tidakteramati atau tidak terjadi di
wilayah tersebut, maka shalat gerhana tidak bisa dilaksanakan. Hal ini
mirip dengan hilal di awal bulan, khususnya ketika menentukan awal bulan
Ramadhan dan Syawwal. Meskipun diketahui secara pasti berdasarkan hisab
astronomi yang akurat posisi hilal sekian derajat dan dinyatakan
memungkinkan untuk diru’yah, namun apabila fakta di lapangan hilal tidak
bisa diamati, maka berarti belum masuk Ramadhan atau Idul Fitri.
Kemudian, fakta bahwa gerhana bisa diketahui dengan hisab astronomis, tidak menghilangkan sebab dan fungsi gerhana yang diberitakan oleh Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam,yaitu ”Dengannya, Allah memberikan rasa takut kepada hamba-hamba-Nya.” sekali lagi, gerhana bukan peristiwa biasa seperti halnya pasang-surutnya ombak di lautan. Namun ada hikmah besar di balik itu. Oleh karena itu –sebagaimana pada hadits-hadits di atas-sampai-sampai Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallamberdiri ketakutan, khawatir itu sebagai tanda datangnya Kiamat.
Kemudian, fakta bahwa gerhana bisa diketahui dengan hisab astronomis, tidak menghilangkan sebab dan fungsi gerhana yang diberitakan oleh Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam,yaitu ”Dengannya, Allah memberikan rasa takut kepada hamba-hamba-Nya.” sekali lagi, gerhana bukan peristiwa biasa seperti halnya pasang-surutnya ombak di lautan. Namun ada hikmah besar di balik itu. Oleh karena itu –sebagaimana pada hadits-hadits di atas-sampai-sampai Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallamberdiri ketakutan, khawatir itu sebagai tanda datangnya Kiamat.
Sumber: /www.darussalaf.or.id