Dalam sebuah riwayat yang sanadnya shahih, diceritakan bahwa ketika di
Makkah sebelum hijrah ke Madinah, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
sallam shalat menghadap Baitul Maqdis.
Meskipun beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di Makkah menghadap BaitulMaqdis bukan berarti beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membelakangi Ka'bah. Namun beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallammengambil posisi supaya Ka'bah berada ditengah antara beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Baitul Maqdis. Dengan demikian, Ka'bah tetap berada di depan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , meski beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadap Baitul Maqdis.
Setelah hijrah ke Madinah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih tetap shalat menghadap Baitul Maqdis selama 16 bulan, ada yang mengatakan 17 bulan[2] . Dan pada pertengahan bulan Rajab tahun kedua hijrah, Allah memerintahkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk merubah arah kiblat shalat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari arah Baitul Maqdis ke arah Ka'bah di Makkah, kiblat Nabi Ibrahim Alaihissallam dan Ismail Alaihissallam.
Al-Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan cara mempertemukan dua riwayat yang menjelaskan berapa lama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat menghadap Baitul Maqdis setelah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah. Kata beliau rahimahullah :
"Mempertemukan dua riwayat ini mudah. Orang yang menetapkan 16 bulan berarti dia menggabungkan antara bulan kedatangan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Madinah dengan bulan turunnya perintah merubah kiblat menjadi satu bulan serta mengabaikan sisa hari (dua-pent) bulan tersebut (karena beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai di Madinah pada pertengahan bulan Rabi'ul Awal dan beliau diperintahkan untuk merubah kiblat pada pertengahan bulan Rajab -pent), sedangkan orang yang menetapkan 17 bulan berarti dia menghitung kedua bulan tersebut.
Meskipun beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di Makkah menghadap BaitulMaqdis bukan berarti beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membelakangi Ka'bah. Namun beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallammengambil posisi supaya Ka'bah berada ditengah antara beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Baitul Maqdis. Dengan demikian, Ka'bah tetap berada di depan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , meski beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadap Baitul Maqdis.
Setelah hijrah ke Madinah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih tetap shalat menghadap Baitul Maqdis selama 16 bulan, ada yang mengatakan 17 bulan[2] . Dan pada pertengahan bulan Rajab tahun kedua hijrah, Allah memerintahkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk merubah arah kiblat shalat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari arah Baitul Maqdis ke arah Ka'bah di Makkah, kiblat Nabi Ibrahim Alaihissallam dan Ismail Alaihissallam.
Al-Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan cara mempertemukan dua riwayat yang menjelaskan berapa lama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat menghadap Baitul Maqdis setelah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah. Kata beliau rahimahullah :
"Mempertemukan dua riwayat ini mudah. Orang yang menetapkan 16 bulan berarti dia menggabungkan antara bulan kedatangan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Madinah dengan bulan turunnya perintah merubah kiblat menjadi satu bulan serta mengabaikan sisa hari (dua-pent) bulan tersebut (karena beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai di Madinah pada pertengahan bulan Rabi'ul Awal dan beliau diperintahkan untuk merubah kiblat pada pertengahan bulan Rajab -pent), sedangkan orang yang menetapkan 17 bulan berarti dia menghitung kedua bulan tersebut.
Perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, shalat menghadap Baitul Maqdis setelah hijrah ke Madinah mendapatkan sambutan hangat dari kaum Yahudi, karena mereka juga beribadah menghadapke Baitul Maqdis. Mereka mengira bahwa agama yang dibawa Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengikuti kiblat dan cara beribadah mereka. Berangkat dari anggapan ini, mereka sangat berambisi untuk mengajak Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bergabung bersama mereka. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat berharap agar kiblat kaum Muslimin dirubah ke arah Ka'bah, kiblat Nabi Ibrahim dan Ismail, rumah pertama yang dibangun untuk mentauhidkan Allah Azza wa Jalla .
Berkali-kali beliau menengadahkan wajah ke langit, mengharap agar Allah Azza wa Jalla menurunkan wahyu perihal kiblat. HarapanRasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini dikabulkan oleh Allah Azza wa Jalla dengan firman-Nya :
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُمَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَه
Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu kearah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. [al-Baqarah/2:144]
Shalat pertama kali yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menghadap Ka’bah adalah shalat Zhuhur di Bani Salamah ; sedangkan shalat ‘Ashar di masjid Nabawi. Penduduk Quba’ merubah kiblat mereka ke arah Ka’bah ketika sedang menunaikan shalat Shubuh, setelah kabar tentang perubahan kiblat sampai kepada mereka.[4]
Perubahan kiblat ini memberikan suasana gembira di hati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena Allah Azza wa Jalla telah mengabulkan harapan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebaliknya, bagi kaum
Yahudi, perubahan ini merupakan pukulan telak. Karena dugaan mereka
selama ini, ternyata salah total danterbantahkan. Oleh karena itu,
mereka sangat geram dan melontarkan isu-isu baru yang bersumber pada
praduga hampa. Allah Azza wa Jalla pun turun tangan dengan menurunkan
ayat-ayat-Nya guna menghancurkan dugaan-dugaankaum Yahudi ini. Ketika
kaum Yahudi menebarkan isu bahwa kebaikan hanya bisa diraih dengan cara
shalat menghadapBaitul Maqdis, Allah Azza wa Jalla menurunkan
firman-Nya, :
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِيالرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا ۖ وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُون
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arahtimur dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi, memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), dan orang-orang yang meminta-minta, (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila dia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. [al-Baqarah/2:177]
Ketika mereka mempertanyakan sebab perubahan ini, Allah Azza wa Jalla mengajarkan jawaban dari pertanyaan ini kepada Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Azza wa Jalla berfirman :
وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ ۚ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۗ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِي
Dan Kami tidak menjadikan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi beberapa orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.
[al-Baqarah/2:143]
Perubahan Kiblat Sebagai Ujian Bagi KaumMusliminMelalui al-Qur’ân, Allah Azza wa Jalla menjelaskan bahwa tujuan lain dari perubahan kiblat ini adalah untuk menguji kekuatan aqidah kaum Muslimin dan kesigapan mereka melaksanakan perintah-perintah Allah SWT.
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِيالرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا ۖ وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُون
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arahtimur dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi, memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), dan orang-orang yang meminta-minta, (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila dia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. [al-Baqarah/2:177]
Ketika mereka mempertanyakan sebab perubahan ini, Allah Azza wa Jalla mengajarkan jawaban dari pertanyaan ini kepada Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Azza wa Jalla berfirman :
وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ ۚ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۗ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِي
Dan Kami tidak menjadikan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi beberapa orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.
[al-Baqarah/2:143]
Perubahan Kiblat Sebagai Ujian Bagi KaumMusliminMelalui al-Qur’ân, Allah Azza wa Jalla menjelaskan bahwa tujuan lain dari perubahan kiblat ini adalah untuk menguji kekuatan aqidah kaum Muslimin dan kesigapan mereka melaksanakan perintah-perintah Allah SWT.
Dan ternyata kesiagapan
para shahabat merupakan bukti keimanan yang luar biasa. Sebagaimana
tergambar dalam sebuah hadits yang dibawakan oleh imam Bukhari dari Ibnu
Umar Radhiyallahu anhu yang mengatakan :
بَيْنَا النَّاسُ يُصَلُّونَ الصُّبْحَ فِي مَسْجِدِ قُبَاءٍ إِذْ جَاءَ جَاءٍ فَقَالَ أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُرْآنًا أَنْ يَسْتَقْبِلَ الْكَعْبَةَ فَاسْتَقْبِلُوهَا فَتَوَجَّهُوا إِلَى الْكَعْبَة
Ayat di atas juga sebagai jawaban dari pertanyaan yang timbul akibat perubahan kiblat ini, yaitu bagaimana dengan shalat para shahabat yang meninggal dunia sebelum perubahan kiblat ini, apakah shalat mereka dengan menghadap Baitul Maqdis diterima oleh Allah Azza wa Jalla ataukah tidak ? Jawabannya, Allah Azza waJalla tidak akan menyia-nyiakan shalat mereka. Karena mereka melakukan shalat dengan menghadap Baitul Maqdis itu dalam rangka mentaati Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya, sebagaimana para shahabat yang masih hidup menunaikan shalat menghadap Ka’bah juga dalam rangka mentaati Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya.
بَيْنَا النَّاسُ يُصَلُّونَ الصُّبْحَ فِي مَسْجِدِ قُبَاءٍ إِذْ جَاءَ جَاءٍ فَقَالَ أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُرْآنًا أَنْ يَسْتَقْبِلَ الْكَعْبَةَ فَاسْتَقْبِلُوهَا فَتَوَجَّهُوا إِلَى الْكَعْبَة
Ayat di atas juga sebagai jawaban dari pertanyaan yang timbul akibat perubahan kiblat ini, yaitu bagaimana dengan shalat para shahabat yang meninggal dunia sebelum perubahan kiblat ini, apakah shalat mereka dengan menghadap Baitul Maqdis diterima oleh Allah Azza wa Jalla ataukah tidak ? Jawabannya, Allah Azza waJalla tidak akan menyia-nyiakan shalat mereka. Karena mereka melakukan shalat dengan menghadap Baitul Maqdis itu dalam rangka mentaati Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya, sebagaimana para shahabat yang masih hidup menunaikan shalat menghadap Ka’bah juga dalam rangka mentaati Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya.
Refrensi:
Majalah As-Sunnah
Edisi 01/Tahun XIII/1430H/2009.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta
Selokaton Gondangrejo Solo
PO BOX 57183
Telp. 0271-761016
Sumber:
Edisi 01/Tahun XIII/1430H/2009.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta
Selokaton Gondangrejo Solo
PO BOX 57183
Telp. 0271-761016
Sumber: