Laman

Tampilkan postingan dengan label Islami. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Islami. Tampilkan semua postingan

Jumat, 24 Juli 2020

Sejarah Hagia Sophia - Mengubah Hagia Sophia Menjadi Mesjid Tidak Sesuai Dengan Ajaran Islam

Dewan Negara, pengadilan administratif tertinggi Turki, pada 2 Juli membatalkan keputusan 1934 dan memerintahkan Hagia Sophia, situs Warisan Dunia UNESCO, akan dibuka kembali sebagai tempat beribadah Muslim. Dewan Negara memutuskan Hagia Sophia menjadi masjid dari museum dengan suara bulat. Proses suara bulan ini merupakan manipulasi emosi yang mencolok. 

Hagia Sophia/Foto: Westfalenpost

Usaha Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan ini tidak lain hanya untuk memenangkan satu kelompok Muslim namun menyembunyikan kenyataan yang jauh dari semangat Islam. Fakta-fakta sejarah jika terungkap akan menjadi bumerang. Pemerintah Edogan adalah contoh nyata dari pemerintahan yang mendistorsi sejarah untuk melayani kepentingan politiknya. Yang pasti, banyak sejarawan, baik orang Turki atau orang Arab, menyebut peristiwa ini dengan bangga, meski tidak mencerminkan moral Islam.

Ketika masih hidup, Nabi Muhammad SAW menulis kepada Uskup Bani Harith bin Kaab dan para uskup Najran, pendeta, biksu, dan pengikut mereka bahwa mereka menyimpan semua milik yang ada di tangan mereka baik sedikit atau banyak, termasuk harta milik mereka, doa. Semuanya di bawah perlindungan Allah SWT dan Nabi-Nya. Tidak ada uskup yang harus disingkirkan dari jabatannya atau biksu dari biaranya atau pendeta dari gerejanya. 

Seharusnya apa yang telah dilakukan Nabi Muhammad menjadi sebuah tradisi dan hukum yang harus dipatuhi semua umat Islam. Yang dilakukan Nabi Muhammad ini bermakna untuk hidup bersama orang lain sambil menghormati ritual keagamaan mereka, tempat-tempat ibadah mereka, dan keyakinan keagamaan mereka. 

Setelah Nabi Muhammad wafat, para khalifah mengikuti tradisi yang toleran dan baik hati ini. Khalifah Umar bin Khattab mengikuti dengan apa yang dikenal sebagai "Perjanjian Umar" untuk orang-orang Yerusalem:  

"Atas nama Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang Maha Penyayang, ini adalah jaminan perdamaian dan perlindungan yang diberikan oleh hamba Allah, Umar, kepada orang-orang Yerusalem." Umar memberi mereka jaminan perlindungan kehidupan mereka, properti, gereja, salib, orang sakit, orang sehat, dan semua komunitas agamanya. Gereja-gereja mereka tidak akan ditempati, dihancurkan atau diambil seluruhnya atau sebagian. Tak satu pun dari salib atau properti mereka akan disita. Mereka tidak akan dipaksa dalam agama mereka dan tidak akan ada dari mereka yang terluka."

Umar menulis perjanjian serupa untuk rakyat Lod, sementara Ayyadh bin Ghanam menulis perjanjian serupa untuk rakyat atau Ar-Raqqah dan Uskup Odessa.
Ketika Khalid bin Walid menaklukkan Damaskus, ia menulis kepada orang-orangnya: 

Atas nama Allah, Yang Maha Pemurah, Penyayang. Ini diberikan oleh Khalid bin Walid kepada orang-orang Damaskus. Ketika orang-orang Muslim masuk, mereka (orang-orang Damaskus) akan memiliki keselamatan untuk diri mereka sendiri, harta benda mereka, tempat ibadah mereka, dan tembok-tembok kota mereka, yang tidak ada yang akan dihancurkan. Mereka memiliki jaminan ini atas nama Allah, Utusan Allah, Khalifah, dan Muslim.

Kondisi ini tidak terjadi saat penaklukan Konstantinopel. Hagia Sophia adalah gereja Kristen yang dibangun antara 532 M dan 537 M pada masa pemerintahan Kaisar Justinian I. Namun Mehmed II mengubah gereja itu menjadi masjid. 

Hagia Sophia, yang merupakan tempat ibadah terbesar di dunia Kristen, telah menjadi tempat yang hebat untuk ibadat Islam. Tidak ada bangunan di Eropa Barat yang lebih memesona selain Hagia Sophia. Sebelum pembangunan gereja-gereja besar selama masa Renaisans, Hagia Sophia menjadi sorotan orang-orang Kristen di mana-mana. Ini menjelaskan mengapa konversi Hagia Sophia menjadi masjid adalah masalah yang krusial bagi umat Kristen.

"Dalam arti yang sama, perilaku Republik Turki setelah tahun 1930 sangat penting dalam hal politik dan budaya ketika mengubah tempat ibadah ini menjadi museum, setelah itu menyebabkan perselisihan antara orang-orang selama berabad-abad." [Ottoman Ditemukan Kembali, diterjemahkan oleh Bassam Chiha (Beirut: Al-Dar Al-Arabiya Lil Ulum Nashiroun, 2012, 77)].

Erdogan berusaha memenangkan hati Muslim di seluruh dunia dengan mengadakan doa di Hagia Sophia dan mengubahnya menjadi masjid. Meskipun langkah seperti itu tidak mewakili nilai-nilai Islam, yang melarang paksaan dan penghinaan dari Ahli Kitab.

Turki tidak memiliki hak untuk membuat keputusan seperti itu, berdasarkan undang-undang yang menjamin hak dan sentimen orang-orang di seluruh dunia. Ini tidak hanya didikte oleh hukum internasional, tetapi terutama oleh prinsip-prinsip Nabi Muhammad, para sahabatnya dan ajaran-ajaran Islam moderat sepanjang zaman.

Adapun dokumen yang mengklaim bahwa Hagia Sophia adalah bagian dari Wakaf Fatih, itu pasti bagian dari permainan di mana sejarah ditempa dan digunakan.
Tidak sulit untuk memalsukan dokumen semacam itu, terutama mengingat bahwa dokumen tersebut tidak sesuai dengan fakta sejarah.

Bagi Fatih, ketika pertama kali menginjakkan kaki di kota, mengumumkan konversi Hagia Sophia menjadi masjid, lalu kapan dia punya waktu untuk membelinya dan menetapkannya sebagai Wakaf? Baginya, itu adalah fait accompli.

Perubahan Hagia Sophia tidak mewakili kita sebagai Muslim di seluruh dunia.


Sejarah Hagia Sophia

Dalam bahasa Turki, Hagia Sophia disebut Ayasofya, dan di bahasa Latin: Sancta Sophia. Hagia Sophia juga pernah dikenal sebagai Gereja Kebijaksanaan Suci (Church of the Holy Wisdom) dan Gereja Kebijaksanaan Ilahi (Church of the Divine Wisdom).

Menurut ensiklopedia Britannica , bangunan Hagia Sophia pertama kali didirikan di atas pondasi atau tempat kuil pagan pada 325 Masehi, atas perintah Kaisar Konstantinus I.

Putranya, Konstantius II, lalu menjadikan bangunan ini sebagai gereja Ortodoks pada 360 masehi. Hagia Sophia kemudian menjadi gereja tempat para penguasa dimahkotai dan menjadi katedral paling besar yang beroperasi sepanjang periode Kekaisaran Bizantium.

Pada tahun 404 masehi, Hagia Sophia sempat terbakar akibat kerusuhan karena konflik politik di kalangan keluarga Kaisar Arkadios yang kemudian menjadi penguasa Bizantium pada 395-408 masehi.

Selepas Arkadios mangkat, penerusnya, Kaisar Theodosis II membangun struktur kedua di Hagia Sophia. Di bangunan ini, ditambahkan lima nave dan jalan masuk khas gereja dengan atap terbuat dari kayu.

Sebagaimana dicatat Encyclopedia Britannica , pembangunan gereja Hagia Sophia berlanjut di masa kekuasaan Justinan I (532 M). Perbaikan dilakukan karena Hagia Sophia rusak akibat rusuh yang terjadi saat revolusi Nikka.

Setelah kerusuhan yang melanda Konstantinopel itu, Justinian I memerintahkan arsitek terkenal pada masanya, Isidoros (Milet) dan Anthemios (Tralles), untuk mendirikan ulang bangunan Hagia Sophia. Pada masa Kaisar Justinian I inilah yang paling masyhur diakui sebagai fondasi awal dari bangunan Hagia Sophia yang sekarang demikian terkenal.

Kubah yang menaungi Hagia Sophia juga diklaim sebagai kubah bangunan terbesar kedua selepas Gereja Pantheon di Roma. Bangunan ini dianggap warisan arsitektur terpenting dari era Bizantium dan merupakan bagian dari monumen warisan dunia.

Pada 1453, era Kekaisaran Bizantium berakhir karena ditaklukkan oleh Sultan Mehmet/Mehmed II dari Kekaisaran Ottoman. Setelah Sultan Mehmed II menaklukkan Konstantinopel, status Hagia Sophia dikonversi menjadi masjid.

Nama Hagia Sophia masih dipertahankan oleh Sultan Mehmed II. Sebagaimana arti kata sophia dalam bahasa Yunani adalah kebijaksanaan, maka arti lengkap dari Hagia Sophia adalah tempat suci bagi Tuhan. Sultan Mehmed II mempertahankan kesucian Hagia Sophia dan hanya mengubah status fungsinya dari gereja menjadi tempat ibadah umat Islam.

Salah satu alasan Sultan Mehmed II: "Tuhan yang disembah umat Kristen dan Islam adalah Tuhan yang sama," tulis Robert Mark dan Ahmet S. Cakmak yang dikutip dari Diegesis di Hagia Sophia from the Age of Justinian to the Present (1992: 201).

Saat berubah menjadi masjid di era Mehmed II, banyak mosaik dan lukisan bercorak Kristen, yang menghiasai bangunan Hagia Sophia, ditutupi dan diplester. Seniman kaligrafi terkenal pada masa itu, Kazasker Mustafa İzzet, kemudian mengguratkan tulisan Allah SWT, Nabi Muhammad SAW, empat khalifah pertama, dan dua cucu Rasulullah SAW, di beberapa bagian interior Hagia Sophia.

Pada masa Kesultanan Ottoman, struktur bangunan Hagia Sophia memperoleh sentuhan arsitektur Islam. Misalnya, mihrab yang kemudian dibangun, hingga pendirian empat menara yang digunakan untuk melantunkan Adzan. Bangunan seperti madrasah, perpustakaan hingga dapur umum juga melengkapi Hagia Sophia pada masa Ottoman. Pada era Kekaisaran Ottoman, bangunan Hagia Sophia sempat difungsikan menjadi masjid selama 482 tahun.

Selepas Kekaisaran Ottoman bubar dan Turki menjadi negara republik, Hagia Sophia pun kembali beralih fungsi. Pendiri dan presiden pertama Republik Turki, Mustafa Kemal Ataturk mengubah status Hagia Sophia menjadi museum.

Setelah Hagia Sophia menjadi museum, dilakukan restorasi mosaik-mosaik kuno di bangunan ini dan plester penutupnya dibuka. Lantas, selepas plester ornamennya dibuka, tampaklah lukisan Bunda Maria dan bayi Yesus, yang ternyata berjejer dengan kaligrafi Allah dan Muhammad SAW.

Hagia Sophia kemudian diakui sebagai salah satu dari situs Warisan Dunia UNESCO yang disebut Area Bersejarah Istanbul, sejak tahun 1985.




Referensi

Ali Mohammed (Kairo: Al-Khanji Boosktore, 2001)

[Ahmed bin Abi Yakoob, Tarikh Al-Yakoobi, diulas oleh Abdul Amir Mhanna, (Beirut: Al-Aalami Lil Matbouat, 2010) Mengatakan bin Batriq “Afticius,” Al-Tarikh Al-Majmou 'Ala Al-Tahqiq Wal Tasdiq (Beirut : Jesuites Print, 1905)]

Ottoman Ditemukan Kembali [diterjemahkan oleh Bassam Chiha (Beirut: Al-Dar Al-Arabiya Lil Ulum Nashiroun, 2012, 77)]

Apakah Perubahan Hagia Sophia Mewakili Muslim Dunia?
Republika.co.id 

Sejarah Hagia Sophia, Museum yang Dijadikan Masjid oleh Erdogan
Tirto.id

Jumat, 03 Juli 2020

Kitab Lauhul Mahfudz

Lauh Mahfuzh (ﻟَﻮْﺡٍ ﻣَﺤْﻔُﻮﻅٍ) juga disebut sebagai Kitaabun Min Qabli (Kitab Ketetapan) karena mengisahkan tentang berbagai peristiwa yang akan terjadi di seluruh jagad raya. Allah telah menjadikan Lauh Mahfuz ini sebagai tempat untuk menyimpan segala rahasia di langit dan di bumi.

Nuzulul Qur'an ilustrasi/Foto: Shutterstock
Dalam Al-Qur'an, Lauhul Mahfudz disebut sebagai Ummul Kitaab (Induk Kitab), Kitaabun Hafiidz (Kitab Yang Memelihara atau Mencatat), Kitaabun Maknuun (Kitab Yang Terpelihara). Lauh Mahfuzh berarti terpelihara (mahfuzh), jadi segala sesuatu yang tertulis di dalamnya tidak berubah atau rusak.

Seluruh kehidupan di dunia ini tercatat dalam Lauh Mahfuzh: Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalam Al Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan. (QS. Al An’aam, 6:38).

Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah. (QS. Al Hajj, 22:70) (1

Tidak ada yang tertinggal atau terlupakan dari kitab ini: Dan pada sisi Allah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kcuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS. Al An’aam, 6:59)

Kalimat Allah di dalam Lauh Mahfuzh tidak akan ada habisnya, dan hal ini dijelaskan melalui perumpamaan: Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Luqman, 31:27)

Apakah lauhul mahfudz bisa berubah?

Takdir memang tidak bisa berubah tanpa takdir baru yang datangnya dari Allah SWT. Dengan demikian, catatan di dalam Lauh al-Mahfuzh pun bisa berubah, namun berdasarkan usaha manusia, baik itu berupa tindakan atau doa, semuanya adalah kejadian yang tertulis di lauh mahfudz.

Berdoa ilustrasi/Foto: iStock
Sama sekali tak ada kejadian apa pun yang tak terekam di sana. Tidak relevan sama sekali menanyakan apakah usaha dapat mengubah takdir sebab usaha itu sendiri adalah juga bagian dari takdir. Intinya, usaha tak bisa dipertentangkan dengan takdir sebab usaha itu sendiri, baik usaha positif atau usaha negatif, adalah juga bagian dari takdir. Dengan kata lain Manusia itu sendiri yang mengisi catatan Lauh al-Mahfuzh dengan usaha manusia, baik itu berupa tindakan atau doa.

Adanya perubahan di dalam Lauh al-Mahfuzh itu merupakan hak prerogatif Tuhan, sebagaimana disebutkan di dalam firman-Nya: “Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Umm al-Kitab (Lauh Mahfuzh).” (QS ar-Ra'd [13]:39).

Kalimat “Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki” dari lembaran tertentu dan “menetapkan (apa yang Dia kehendaki)” dalam lembaran lain yang bukan Lauh al-Mahfuzh. Di sisi Allah SWT terdapat Umm al-Kitab yang tidak lain adalah Lauh Mahfuzh yang sesungguhnya dan tidak tersentuh perubahan.


Referensi:

Bisakah Manusia Mengubah Takdir
IslamPos.com

Apakah Takdir Bersifat Tetap?
HakikatIslam.com

Menyingkap Misteri Lauh al-Mahfudz
Republika.co.id

Lauh Mahfuzh
Republika.co.id

Senin, 29 Juni 2020

Siapa Yang Menciptakan Tuhan ?

Tuhan tidak diciptakan. Jika diciptakan berati Ia bukan Tuhan. Tuhan yang menciptakan segala sesuatu dan tidak ada yang menciptakanNya, tapi dialah Sang Pencipta, tidak ada selainNya, inilah yang sesuai dengan akal dan logika.

Foto / Liputan6.com
Jika seseorang berpikir siapakah yang menciptakan Tuhan Yang Maha Pencipta, maka logika berpikirnya yang keliru, karena ini menyamakan Tuhan dengan bukan-Tuhan, menyamakan Pencipta dengan yang diciptakan, dan sebagainya. Ini sama saja dengan logika berpikir keliru

Apakah Pria dapat hamil dan melahirkan? Tentu tidak. Apakah ini pertanyaan yang tidak logis?

Begitu juga pertanyaan "Siapa yang menciptakan Tuhan?" Maka ini juga pertanyaan yang tidak logis.

Anda bisa menerima fakta bahwa seorang lelaki tidak mungkin & mustahil bisa hamil dan melahirkan, karena bertentangan dengan sifat manusiawi, lalu kenapa anda tidak bisa menerima bahwa Tuhan tidak mungkin diciptakan? Jika Dia diciptakan maka mustahil dia Tuhan, karena bertentangan dengan sifatNya.

Jika alam semesta ini ada begitu saja, tampa ada yang menciptakan, maka yang jadi pertanyaan adalah; dapatkah suatu ketiadaan menciptakan sesuatu yang kemudian eksis?

Siapakah yang menciptakan pencipta penciptanya sang pencipta? Demikianlah seterusnya pertanyaan tersebut berantai tak berujung. Ini tentu mustahil secara akal.

Tuhan telah ada dan tidak ada sesuatupun selainNya. Tidak ada sesuatupun sebelumNya. Dialah awal dari segalanya.

Tidak ada yang menyerupaiNya. Jika Dia memiliki wujud seperti apa yang ada dalam dipikiran dan bayangan (imajinasi) manusia, maka dia bukanlah Tuhan.

Dialah Tuhan. Tidak ada Tuhan selain Dia. Tuhan tidak mungkin menciptakan Tuhan  selain Dia, karena iti bukanlah sifat KetuhananNya. Jika Tuhan menciptakan Tuhan, maka Dia bukan Tuhan.

Jika ada yang mendampingi dalam mengendalikan alam semesta alam ini. Sebab kalau ada yang mendampingi maka alam semesta ini akan hancur, yang satu menghendaki bumi berputar, yang satu lagi menghendaki bumi tidak berputar, dan lain sebagainya.

Yang membedakan Manusia dan Hewan adalah; manusia memiliki akal. Manusia dikaruniai akal untuk memikirkan penciptaan langit dan bumi dengan segala isinya yang sebenarnya bila akal setiap manusia mau berfikir, maka tidak akan ada yang bisa dilakukan oleh manusia kecuali harus menyatakan bahwa Tuhan adalah pencipta segalanya.

Mereka yang tidak percaya Tuhan memandang bahwa dengan nalarnya ia mempunyai pengetahuan yang memadai tentang Tuhan adalah orang yang membatasi Tuhan dalam bentuk khusus menurut pengertian yang ditentukan oleh akalnya. Padahal Tuhan tidak dapat dibatasi. Bentuk Tuhan yang ditangkapnya adalah bentuk yang dicocokkan dengan "kotak" akalnya.

Ia menolak bentuk Tuhan yang tidak cocok dengan bentuk dan ukuran "kotak" akalnya. Ia menyalahkan orang lain yang mempercayai Tuhan dalam bentuk lain. Ia tidak menerima apa pun sebagai kebenaran jika bertentangan dengan akalnya. Ia telah mempertuhankan akalnya. Orang seperti ini, kata Ibn al-'Arabi, adalah "hamba nalar" ('abd nazhar).

Kamis, 25 Juni 2020

Ashabul Ukhud - Kisah Ashabul Ukhud

Peristiwa ini diabadikan dalam surah al-Buruj dan sebuah hadits panjang riwayat Imam Muslim (no. 3005). Orang-orang yang disiksa Ashhabul Ukhdud merujuk pada sekelompok kaum beriman yang memeluk agama Nasrani, pengikut ajaran tauhid Nabi Isa (bukan Kristen) di Kota Najran (Nazareth). Kota tersebut kini terletak di suatu lembah perbatasan antara Arab Saudi dan Yaman. Tragedi tersebut terjadi pada 523 M.

Gambar ilustrasi. Foto/Shutterstock.com

Pendahuluan: 

Di zaman itu negeri Yaman dikuasai Kabilah Himyar dengan raja terakhirnya Zur’ah Dzu Nuwas. Bani Himyar penganut agama Yahudi yang amat membenci dawah nabi Isa. Pembanyaian tersebut terjadi hampir setengah abad menjelang kelahiran Nabi Muhammad SAW. Maka dari itu, tidak mengherankan bila kisah ini cukup populer di kalangan penduduk jazirah Arab, termasuk Makkah.

Penyiksaan atas kaum Najran dilakukan atas instruksi langsung Yusuf bin Syarhabiil. Bangsa Arab menggelarinya Dzu Nuwaas. Kata dzu dalam bahasa Arab berarti ‘pemilik’, sedangkan nuwaas adalah sebutan untuk hiasan khas Yahudi ortodoks yang berupa rambut keriting dan dipasang di dekat kedua telinga (payots [Ibrani]; sidelocks [Inggris]). Sirah Nabawiyah karya Ibn Hisyam sebagaimana diringkas Abdus-Salam M Harun (2000: 10) meriwayatkan kisah pemimpin bengis ini. Dzu Nuwas saat itu ingin meluaskan ekspansi wilayahnya dengan menyerang kota Najran. Dia memaksa warga Najran masuk agama Yahudi. Jika menolak mereka ditangkapi dengan tuduhan makar.

Dalam buku Sirah Ibnu Hisyam diceritakan, warga Najran lebih memilih mati daripada meninggalkan ajaran tauhid Nabi Isa lantas menjadi Yahudi. Terjadilah penangkapan besar-besaran terhadap rakyat. Mereka yang melawan langsung dibunuh dan dicincang. Penduduk yang ditangkap hidup-hidup menjadi tawanan. Kemudian Dzu Nuwas memerintahkan pasukannya menggali parit panjang diisi dengan api menyala-nyala.

Para tawanan terdiri lelaki, perempuan, dewasa, dan anak-anak dibariskan di pinggir parit berapi itu. Mereka yang menolak agama Yahudi didorong ke dalam parit yang membakarnya hidup-hidup. Jumlah orang Najran yang dibantai dalam peristiwa ini mencapai 20.000 jiwa.

Kisah Ashabul Ukhud:

Di zaman dahulu para raja mengandalkan para tukang sihir untuk memantapkan kekuasaan. Para tukang sihir bekerja menundukkan manusia kepada penguasa dengan tipuan dan taktik yang mereka lakukan. Lebih dari itu, tukang sihir merupakan pilar penopang tiang-tiang kekuasaan dan menegakkan para raja sebagai tuhan yang disembah selain Allah.

Imam Muslim meriwayatkan dari Shuhaib bahwa Rasulullah telah menyampaikan kepada kita bahwa ada seorang raja yang mempunyai tukang sihir yang sudah berumur lanjut. Dia takut ilmunya lenyap, sehingga tukang sihir ini meminta kepada raja agar mengutus kepadanya seorang pemuda yang cerdas lagi pintar agar dia bisa mewarisi ilmu dan kesesatannya. Raja memenuhi permintaannya dan mengirim seorang pemuda kepadanya.

Pemuda ini melewati seorang pendeta manakala dia mondar-mandir pulang pergi kepada penyihir. Pemuda ini duduk dan mendengar di majelis sang pendeta. Pendeta ini memberikan taktik kepada si pemuda manakala penyihir mulai mencurigainya disebabkan seringnya dia terlambat setelah mampir pada sang pendeta. "Jika tukang sihir itu bertanya kepadamu tentang keterlambatanmu, maka jawablah keluargamu menahanmu. Jika keluargamu yang bertanya, maka katakan bahwa tukang sihir yang membuatmu terlambat," begitu nasehat pendeta itu.

Dengan begitu pemuda itu terbebas dari kekesalan tukang sihir dan keluarganya.
Suatu hari seekor binatang yang menghalang-halangi jalan banyak orang. Binatang besar ini mungkin binatang buas, seperti singa atau ular yang besar. Pemuda ini melihat bahwa inilah peluang untuk mengetahui kebenaran, apakah pendeta atau tukang sihir.

Suatu hari seekor binatang yang menghalang-halangi jalan banyak orang. Binatang besar ini mungkin binatang buas, seperti singa atau ular yang besar. Pemuda ini melihat bahwa inilah peluang untuk mengetahui kebenaran, apakah pendeta atau tukang sihir. Pemuda ini lalu mengambil batu dan melemparkannya kepada binatang buas itu. Ia berdoa memohon kepada Tuhannya jika binatangnya itu terbunuh maka pendeta yang benar. Sebaliknya jika tidak maka ia akan berguru dengan tukang sihir.

Begitu dilembar, binatang itu ternyata mati. Maka orang-orang mengira bahwa pemuda ini membunuh binatang itu dengan sihirnya yang mumpuni. Manakala pendeta mengetahui apa yang dilakukan oleh pemuda itu, ilmunya mengatakan kepada dirinya bahwa pemuda ini akan diuji. Pemuda ini tidak melakukan dakwah yang tenang seperti yang dilakukan oleh pendeta, akan tetapi perlawanan yang terbuka.

Pendeta ini meminta kepada pemuda agar merasiakan bahwa ia berguru padanya. Ini adalah bagian dari ujian itu. Seorang mukmin memohon keselamatan kepada Allah. Tetapi jika diuji, dia harus bersabar. Allah telah menyembuhkan orang-orang sakit lewat tangan pemuda ini. Dia menyembuhkan – dengan izin Allah – kebutaan dan penyakit lepra. Dia menyampaikan kepada manusia bahwa penyembuh adalah Allah, dan bahwa barangsiapa beriman kepada Nya, maka Dia menyembuhkannya.

Pemuda ini menjadikan pengobatan sebagai sarana berdakwah dan iman. Salah seorang kepercayaan raja, di mana orang itu buta, mendengar berita tentang pemuda ini. Dia datang kepada pemuda ini dengan hadiah-hadiah besar agar si pemuda mengobatinya.

“Semua yang ada di sini akan menjadi milikmu jika engkau berhasil menyembuhkan diriku,” ujar kepercayaan raja.

Pemuda itu menjawab, “Sesungguhnya aku tidak dapat menyembuhkan seseorang. Yang menyembuhkan adalah Allah yang Maha Tinggi. Jika engkau beriman kepada Allah yang Maha Tinggi, maka aku akan berdoa kepada Allah, lalu Dia akan menyembuhkanmu.”

Maka dia pun beriman kepada Allah yang Maha Tinggi dan Allah menyembuhkannya. Kepercayaan raja itu pun sembuh. Matanya normal kembali.

Saat ia kembali ke majlis raja, Raja terkejut karenanya. Dia bertanya, "Siapa yang telah membuatmu melihat?"

Orang ini menjawab, "Tuhanku."

Raja bertanya, "Adakah tuhan lain selain diriku?" Orang ini menjawab, "Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah."

Raja murka. Dia mencium cikal bakal fitnah dalam ucapan laki-laki ini yang dapat mengancam kekuasaan dan kerajaannya. Raja thaghut ini telah mendudukkan dirinya sebagai tuhan yang disembah selain Allah.

Dia mengklaim bahwa dirinya adalah tuhan manusia. Tukang sihir dan para pembantu raja yang rusak bekerja siang malam untuk menancapkan keyakinan seperti ini di hati penduduk kerajaan ini. Oleh karena itu, hati raja tergoncang. Dia takut terhadap kekuasaan dan kerajaannya. Maka dia menangkap laki-laki itu dan terus menyiksanya sampai akhirnya dia menyebut nama pemuda itu. Ketika pemuda itu dihadapkan kepada raja, raja mengira bahwa dia telah menguasai sihir yang sangat tinggi.

“Wahai anakku, sihirmu luar biasa hebatnya hingga dapat menyembuhkan kebutaan dan kusta. Kamu juga telah melakukan ini dan itu,” sambut Raja begitu pemuda itu sampai di hadapannya.

Pemuda itu menjabar, “Sesungguhnya aku tidak dapat menyembuhkan seorang pun. Sebenarnya yang menyembuhkan mereka adalah Allah.”

Raja akhirnya menyadari bahwa dugaannya meleset. Pemuda ini mengingkari sihir dan penyihir. Pemuda ini tidak memakai ilmunya untuk menopang kerajaannya dan menjadikan rakyat sebagai hamba raja. Pemuda ini mengajak beriman kepada Allah yang Maha Esa.
Maka pemuda itu pun dihukum dan terus disiksa hingga pemuda itu menunjuk sang pendeta. Lalu dia minta supaya pendeta itu dihadirkan.

Selanjutnya kepada pendeta itu dikatakan,”'Kembalilah kamu ke dalam agamamu semula.” Namun dia menolak. Raja minta agar diambilkan gergaji. Gergaji itu diletakkan di atas kepalanya, lalu membelahnya hingga kedua belahan tubuhnya terjatuh.

Selanjutnya, dia minta untuk menghadapkan pemuda itu kepadanya. Lalu dia mengatakan kepadanya, “Kembalilah kepada agamamu.” Namun dia tetap menolak.

Maka dia menyerahkannya kepada beberapa orang pengikutnya, lalu berkata, “Pergi dan bawalah pemuda ini ke gunung ini dan itu, dan bawalah dia naik ke atas gunung. Jika kalian telah sampai di puncaknya dan dia kembali kepada agamanya, maka tidaklah bermasalah. Tetapi jika tidak, maka lemparkanlah dia.”

Kemudian mereka segera membawa pemuda itu naik ke gunung. Maka pemuda itu berdoa, “Ya Allah, lindungilah diriku dari (kejahatan) mereka sesuai dengan kehendak-Mu.”

Maka gunung itu goncang, mereka pun berjatuhan dari gunung. Kemudian pemuda itu dengan berjalan kaki datang menemui sang raja. Kemudian raja bertanya kepadanya, “Apa yang dilakukan oleh orang-orang yang membawamu?”
Dia menjawab, “Allah yang Maha Tinggi telah menghindarkan diriku dari kejahatan mereka.”

Maka pemuda itu diserahkan kepada pasukan lain seraya berkata, “Pergilah kalian dan bawalah pemuda ini dengan sebuah perahu ke tengah-tengah laut. Jika dia mau kembali ke dalam agamanya semula, maka dia akan selamat. Jika tidak, maka lemparkanlah dia ke tengah lautan.”

Lalu mereka berangkat dengan membawa pemuda tersebut. Selanjutnya, pemuda itu berdoa, “Ya Allah, selamatkanlah aku dari mereka sesuai dengan kehendakMu.”
Maka kapal itu pun terbalik dan mereka tenggelam. Setelah itu, pemuda tersebut dengan berjalan kaki datang menemui sang raja.

Dan raja berkata kepadanya, “Apa yang telah dilakukan oleh orang-orang yang bersamamu tadi?”

Dia menjawab, “Allah yang Maha Tinggi telah menyelamatkanku dari kejahatan mereka.”

Lebih lanjut, pemuda itu berkata kepada raja, “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat membunuhku hingga kamu mengerjakan apa yang aku perintahkan kepadamu.”

“Apa yang harus aku kerjakan?” tanya raja itu.

Pemuda itu menjawab, “Kamu harus mengumpulkan orang-orang di satu tanah lapang, lalu kamu menyalibku di sebuah batang pohon. Ambillah anak panah dari tempat anak panahku, letakkan pada busurnya, kemudian ucapkanlah, “Dengan menyebut nama Allah, Tuhan pemuda ini”. Lalu lepaskanlah anak panah itu ke arahku. “Sesungguhnya jika kamu telah melakukan hal itu, maka kamu akan dapat membunuhku”.

Raja itu pun menjalankan apa yang disampaikan pemuda itu. Ia kumpulkan orang-orang di satu tanah lapang. Dia menyalib pemuda di atas sebatang pohon, lalu mengambil satu anak panah dari tempat anak panah pemuda itu. Selanjutnya, dia meletakkan anak panah itu pada busurnya, kemudian mengucapkan Bismillahi rabbil ghulaam (dengan menyebut nama Allah, Tuhan pemuda ini). Dia pun melepaskan anak panah itu dan mengenai bagian pelipis. Pemuda itu meletakkan tangannya di pelipisnya dan ia pun meninggal dunia.

Syaikh ‘Umar Sulaiman al-Asyqor dalam Kisah-Kisah Shahih Dalam Al-Qur’an dan Sunnah, menyatakan jika ini terjadi pada saat sekarang, niscaya ada sebagian orang yang dangkal pemahamannya terhadap syariat yang menggugat perbuatan pemuda ini. Apakah dia boleh membeberkan cara membunuh dirinya kepada raja? Bukankah itu berarti bunuh diri? Mungkin sebagian orang yang minim ilmunya akan beranggapan demikian.

Guru Besar Universitas Islam Yordania ini mengingatkan bunuh diri adalah perbuatan seseorang yang putus asa dan berlari dari kehidupan. Lain dengan pemuda ini dan yang sepertinya, mereka mengorbankan diri mereka demi menyebarkan iman dan Islam, melawan kejahatan orang-orang yang berbuat jahat, orang-orang kafir, dan orang-orang zalim.

"Pemuda ini tidak bodoh mencari mati. Dia rela mati dengan cara seperti ini, karena dia mencari iman manusia. Orang-orang selalu mengikuti perkembangan sepak terjangnya," jelasnya.

Pemuda ini, menurutnya, ingin membongkar tembok pembatas yang membuat rakyat takut menghadapi raja yang merusak. Ketakutan terhadap kematian menghalangi manusia mengikuti kebenaran dan menyuarakannya.

"Pemuda ini datang untuk memberi contoh bagi rakyat. Dia mengorbankan dirinya, padahal dia selalu terjaga dari raja dan para pengikutnya. Mereka tidak bisa sedikit pun mencelakainya, lalu dia membocorkan suatu cara yang dengannya raja bisa membunuhnya," ujarnya.

Hanya sesaat setelah pemuda itu mati, raja pun bernafas lega. Menurut perkiraannya, dia telah memadamkan fitnah dan mencabut akarnya. Tiba-tiba para prajuritnya tergopoh-gopoh melapor, "Apa yang engkau takutkan telah terjadi. Rakyat telah beriman."

Akhirnya, apa yang dicari dan diinginkan oleh pemuda itu telah terwujud. Pemuda ini telah merobohkan sekat penghalang yaitu rasa takut pada diri rakyat. Sekarang mereka tidak lagi peduli kepada raja dan bala tentaranya. Pengorbanan di jalan Allah menjadi impian orang-orang yang bertauhid.

“Tahukah engkau, apa yang engkau khawatirkan? Demi Allah, kekhawatiran itu sekarang telah menjadi kenyataan. Orang-orang telah beriman,” ujar prajuritnya.

Kemarahan raja memuncak melebihi batas-batasnya. Raja pun memerintahkan untuk membuat parit besar di setiap persimpangan jalan dan di parit itu supaya dinyalakan api. Raja berkata, “Barangsiapa tidak kembali kepada agamanya semula, maka lemparkanlah dia ke dalam parit itu.”
Atau akan dikatakan kepadanya, “Ceburkanlah dirimu”. Maka orang-orang pun melakukan hal tersebut, hingga datanglah seorang wanita bersama bayinya.

Wanita ini ragu untuk masuk ke dalam api dan dia hampir mundur, tiba-tiba Allah membuat bayi dalam gendongannya berbicara. “Wahai ibuku, bersabarlah, sesungguhnya engkau berada dalam kebenaran."

Itu menjadi tanda besar yang dengannya Allah meneguhkan hati orang-orang mukmin. Allah telah menyampaikan berita Ashabul Ukhdud dalam surat Al-Buruj.

Apa yang dilakukan oleh orang-orang zalim lagi lalim terhadap orang mukmin. Allah menjelaskan bahwa sebab dibakarnya orang-orang mukmin adalah karena iman mereka.


ﻭَﻣَﺎ ﻧَﻘَﻤُﻮﺍ۟ ﻣِﻨْﻬُﻢْ ﺇِﻟَّﺎٓ ﺃَﻥ ﻳُﺆْﻣِﻨُﻮﺍ۟ ﺑِﭑﻟﻠَّﻪِ ﭐﻟْﻌَﺰِﻳﺰِ ﭐﻟْﺤَﻤِﻴﺪِ
ﭐﻟَّﺬِﻯ ﻟَﻪُۥ ﻣُﻠْﻚُ ﭐﻟﺴَّﻤَٰﻮَٰﺕِ ﻭَﭐﻟْﺄَﺭْﺽِ ۚ ﻭَﭐﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻰٰ ﻛُﻞِّ ﺷَﻰْﺀٍ ﺷَﻬِﻴﺪٌ

"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji, Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu." 
(QS Al-Buruj:8-9)

Begitulah orang-orang zalim dan raja yang lalim membakar rakyat jika mereka membelot dari jalan yang telah mereka rumuskan. Perkara paling penting dan utama adalah tegaknya kerajaan mereka agar mereka tetap berkuasa. Jika tidak, maka mereka akan membakar yang basah maupun yang kering dan menghancurkan segala sesuatu.

Kisah ini diceritakan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitabuz Zuhdi war Raqaiq, bab kisah Ashabul Ukhdud (4/2299), no. 3005 juga diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam Sunan-nya dalam Kitab Tafsir, tafsir surat Al-Buruj (4/437).

Referensi:

Kisah Ashabul Ukhdud, Rasulullah Baca Taawuz, Mengapa?
REPUBLIKA.CO.ID

Ashabul Ukhdud, Pembantaian Penganut Nabi Isa di Najran
Pwmu.co

Ashhabul Ukhdud: Kisah Pembakaran Orang-Orang Beriman Pra-Islam
SINDOnews.com

Jumat, 09 November 2018

Sejarah dan Latar Belakang Konflik Rohingya - Keterlibatan Pemerintah dan Militer Myanmar

Rohingya berasal dari kata Rohai atau Roshangee yang berarti penduduk muslim Rohang atau Roshang, sebutan untuk daerah tersebut sebelum dinamai Arakan. 


Sejak 1942 mereka mengalami upaya pengusiran dari wilayah Arakan. Saat itu terjadi pembantaian muslim Rohingya oleh pasukan pro Inggris. Sedikitnya 100 ribu muslim Rohingya tewas dan ribuan desa hancur dalam tragedi tersebut. Sejak itu muslim Rohingya hidup dalam ketakutan.

Komunitas muslim mendiami wilayah Arakan (kini Rakhine) pada abad XIV. Tepatnya di Kerajaan Mrauk U yang dipimpin oleh raja Buddhis bernama Narameikhla atau Min Saw Mun. Sebelumnya, selama 24 tahun, Narameikhla diasingkan di kesultanan Bengal. Atas bantuan Sultan Bengal yang bernama Nasirudin, dia mendapatkan takhta di Arakan.




Kesultanan Bengal adalah sebuah kerajaan Islam pada abad pertengahan yang didirikan di Bengal pada 1342. Daerah kekuasaan kesultanan ini mencakup wilayah negara Bangladesh saat ini, India bagian Timur, dan bagian Barat Myanmar.


Setelah mendapat takhta di Arakan, Narameikhla mengucapkan Syahadat dan ganti nama jadi Suleiman Shah. Dia kemudian membawa orang-orang Bengali untuk membantu administrasi pemerintahannya. Lalu terbentuklah komunitas Muslim pertama di Arakan kala itu.


Pada 1420, Arakan memproklamirkan diri sebagai kerajaan Islam merdeka di bawah Raja Suleiman Shah. Kekuasaan Arakan yang Islam itu bertahan hingga 350 tahun. Pada 1784, Arakan kembali dikuasai oleh Raja Myanmar. Tahun 1824, Arakan menjadi koloni Inggris. Sejak itulah populasi Islam di kawasan Arakan perlahan-lahan berkurang.


Situasi buruk umat Islam Rohingya terjadi saat Perang Dunia Kedua saat Myanmar (Birma) dijajah Inggris. Selama pemerintahan Inggris dari 1824 -1942 Arakan diizinkan memiliki tingkat otonomi daerah sendiri. Ketika itu Arakan relatif aman dan hanya ada beberapa insiden pemberontakan yang tercatat.

Pada 1942, pasukan Jepang menyerang Birma dan Inggris mundur sehingga menyebabkan kekosongan besar dalam kekuasaan dan stabilitas. Saat itulah terjadi kekerasan komunal antara Muslim Rakhine dan Rohingya. Terjadi pembantaian berikutnya dari kedua belah pihak sehingga memaksa Muslim Rohingya migrasi besar ke Bengal.


Setelah Burma merdeka pada Januari 1948, ketegangan antara pemerintah dengan Muslim Rohingya berlanjut dengan gerakan politik dan bersenjata. Sekitar 13.000 orang Rohingya mencari perlindungan di kamp pengungsian India dan Pakistan. Hal inilah yang menyebabkan mereka ditolak hak warga negaranya untuk kembali ke Birma dan terjadilah penolakan terhadap Muslim Rohingya.

Sejak periode itulah Muslim Rohingya menyandang status manusia tanpa negara. Sejak Birma merdeka pada 1948, Muslim Rohingya dikucilkan dalam hal pembangunan bangsa. Pada 1962 Jenderal Ne Win mensistematiskan penindasan terhadap Rohingya dengan membubarkan organisasi politik dan sosial mereka.




Pembantaian Sistematis Otoritas Myanmar Terhadap Muslim Rohingya

Etnis Rohingya, minoritas muslim terbesar, telah mengalami diskriminasi, represi, dan kekerasan di Myanmar selama puluhan tahun. Status kependudukan mereka ditolak oleh pemerintah Myanmar meski etnis ini sudah menduduki wilayah Rakhine selama bergenerasi-generasi, jika bukan berabad-abad, dan menjadikan mereka sebagai salah satu penduduk tuna negara terbesar di dunia. Kendati sudah banyak korban berjatuhan, otoritas Myanmar masih terus menegasikan genosida yang dilakukan oleh pihaknya. Penyerangan oleh tentara-tentara Myanmar pada Agustus 2017 merupakan satu dari tiga pembantaian terbesar yang dilakukan pemerintahan Burma terhadap etnis ini sejak 2012 dan 2016.


Diperkirakan, sedikitnya 6.700 pengungsi Rohingya tewas dalam kurun waktu sebulan setelah serangan yang disebut pemerintah Myanmar sebagai “operasi pembersihan” pada Agustus lalu. Hal ini diungkapkan dalam laporan survei Médecins Sans Frontières (MSF) atau Dokter Lintas Batas terhadap pengungsi Rohingya di sejumlah kamp di Bangladesh.

Jumlah yang dirilis oleh lembaga kemanusiaan berbasis di Perancis dan beroperasi di Bangladesh sejak 1985 ini jelas jauh berbeda dari angka resmi yang dirilis pemerintah Myanmar pada September lalu, yakni hanya 400 jiwa. 


Dari rilis pengungsi muslim Rohingya yang tewas tersebut, 730 di antaranya adalah anak-anak di bawah usia 5 tahun (balita). Survei ini menunjukkan, sedikitnya 71,1 persen kematian ini disebabkan oleh kekerasan. Sebanyak 69 persen tewas akibat luka tembak, kemudian tewas dibakar sampai tewas (9 persen), dan dipukuli hingga meninggal (5 persen).



Faktor Ekonomi Turut Memicu Konflik Sosial
John McKisick, kepala organisasi untuk pengungsi PBB, mengatakan pemerintah Myanmar sedang melaksanakan pembersihan etnis. Kesimpulan Human Right Watch juga sama. Sementara publik di Indonesia banyak yang mereduksi apa yang terjadi di Rakhine sebagai genosida sistematis dengan korban warga muslim Rohingya sehingga memunculkan sentimen SARA bermodalkan hoax .

Saskia Sassen, profesor Sosiologi di Columbia University dan penulis Expulsions: Brutality and Complexity in the Global Economy (2014), menilai konflik antar-agama di Rakhine adalah puncak gunung es dari akar masalah yang lain, yakni konflik perebutan lahan dan sumber daya alam. Pelaku utamanya adalah pemerintah Myanmar dan rezim militernya yang masih kuat bercokol di tubuh pemerintahan hingga saat ini.


Myanmar adalah salah satu negara di Asia yang mayoritas masyarakatnya masih menggantungkan pekerjaan di sektor agrikultur (pertanian), pertambangan, dan ekstraksi air sederhana. Di sisi lain, Myanmar menyimpan potensi sumber daya alam yang melimpah, salah satunya gas alam. Apalagi posisi Myanmar berada di antara dua raksasa Asia, Cina dan India, yang sedang lapar-laparnya terhadap pelbagai macam SDA untuk modal akselerasi pembangunannya.


Sebagian besar penduduk Myanmar menggantungkan hidupnya di ranah agrikultur. Demikian pula etnis Rohingya, yang kebetulan mayoritas beragama Islam. Jika pun tak memiliki tanah, mereka tetap menggantungkan profesinya sebagai buruh tani dengan pendapatan tak seberapa.


Pada saat bersamaan, tahun 2012 juga tahun paling berdarah bagi orang-orang Rohingya. Konflik berdarah meletus yang membuat hampir 100 orang (sebagian besar muslim Rohingya, sisanya warga Buddha) meninggal dan 90.000 lain dipaksa meninggalkan rumahnya. Hampir 3.000 bangunan dibakar, dan 1.300-nya milik warga Rohingya dan sisanya milik warga Rakhine yang menganut agama Buddha.


Orang-orang Rohingya sudah terbiasa diintimidasi sejak lama. Namun, mereka mulai meninggalkan Myanmar dalam jumlah besar usai tragedi tersebut. PBB memperkirakan jumlah imigran Rohingya, yang dijuluki manusia perahu, kurang lebih 160.000 orang. Mereka meminta belas kasihan dari negara-negara tetangga seperti Indonesia, Thailand, Malaysia, dan negara moyang mereka, Bangladesh.


Orang-orang Rohingya tergolong miskin . Lebih dari 78 persen penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan, demikian menurut Bank Dunia. Rakhine adalah salah satu negara bagian Myanmar yang paling tidak berkembang, dengan lahan luas dan menyimpan potensi alam berlimpah. Kemiskinan memungkinkan pengusiran orang-orang malang itu demi membuat ruang bisnis bagi proyek-proyek pembangunan negara maupun perusahaan asing.


Provokasi Elit dan Pemuka Agama 


Di setiap negara, ada aturan hukum. Jika warganya melakukan kesalahan, tentu akan dihukum. Setiap negara seperti itu. Tetapi tidak di Myanmar. Alih-alih fokus mencari pelaku penyerangan, para tentara melampiaskan kemarahan kepada warga lain. Mereka membunuh, membakar rumah, memperkosa, ini sangat menjijikkan. Di Myanmar, praktik seperti ini sebenarnya berlaku bagi semua etnik, tentara bisa sesukanya. Tetapi bagi Rohingya, mereka akan bertindak lebih jauh, lebih parah.


Ada ideologi yang cukup popular dari Nazi Jerman, ketika negara dan agamamu diserang, kau kehilangan akal sehat. Begitu yang sedang terjadi di Myanmar, untuk menjadi warga Myanmar yang baik, kau harus membenci Muslim. Jika tidak, kau bukan bagian dari Burma. Ideologi ini yang mendorong Aung Sang Su Kyii untuk diam. Dia bisa bertindak jika dia mau, tetapi dia tidak melakukan apa-apa. Dia selalu bicara tentang aturan hukum, di mana aturan hukum itu bagi Rohingya?

Mereka (orang Rohingya) terlalu lemah. Mereka sadar konsekuensi yang akan mereka dapat jika melawan. Jika hal itu dilakukan maka ini akan jadi alasan militer untuk menyerang membabi-buta, dan korban yang berjatuhan akan lebih banyak. Dan kedua, tidak ada yang mau menolong mereka.


Kaum terpelajar juga banyak yang rasis. Ini seperti group psychology, ketika pandangan kita berbeda dari pandangan kelompok, maka kita akan dianggap musuh dan diperlakukan sama seperti musuh. Secara psikologi, manusia sulit menerima ini. Inilah yang terjadi di Myanmar. Agar dianggap benar dan diterima kelompok mayoritas, mereka harus membenci Rohingya.

Lagipula, tidak ada ancaman penjara dan hukuman dari menghina, dan menghancurkan Rohingya. Mereka bisa melakukan apapun terhadap kaum muslim Rohingya. Kalau ada hukuman, tentu mereka tak akan bertindak seenaknya. Di banyak tempat, terutama di Selatan Myanmar, kedai-kedai milik Muslim diboikot.


Ini bukan originalitas tindakan para biksu. Sebab seperti agama lain, Buddha tak mengajarkan kebencian dan diskriminasi. Biksu-biksu yang ada di Myanmar saat ini kebanyakan adalah orang yang direkrut oleh tentara dan dijadikan biksu. 


Biksu-biksu ini kemudian menyebarkan ajaran kebencian akan Rohingya, akan Islam. Anda bisa lihat di beberapa video, biksu-biksu itu mengatakan jika membiarkan umat Islam ada di Myanmar, maka mereka akan merebut kekuasaan, seperti yang terjadi di Indonesia. Ini didesain oleh tentara, agar rakyat Myanmar bertengkar satu sama lain.


Mereka hanya dijadikan alat politik. Dalam pidato-pidatonya, mereka akan cerita tentang kehancuran Buddha di beberapa negara, termasuk Indonesia. Hal itu dijadikan alasan mengapa Rohingya harus dienyahkan dari negeri mereka, jika tidak, mereka yang akan tersingkir. Bukan milisi Budha yang didukung pemerintah, tapi milisi Rakhine (pasukan Arakan – milisi ini adalah milisi pemberontak yang tidak ada sangkut pautnya dengan Rohingya, pasukan Arakan menutut kemerdekaan di negara bagian Rakhine dan Kachin). Cina juga mendukung dan melatih mereka.



Biksu di Myanmar Dijadikan Alat Politik Oleh Militer. Ashin Wirathu, Biksu Buddha penggerak Umat Buddha di Myanmar untuk membenci & menyerang Rohingya.


Wirathu disebut dalam majalah TIME sebagai tokoh paling kontroversial. Di balik jubah biksunya, dia mendapat cap provokator yang benci pada kaum muslim dan mulai khawatir atas perkembangan agama samawi ini di tanah Myanmar. Atas kelakukannya, Wirathu dilabeli banyak media sebagai 'Buddhist Bin Laden'. Bahkan, TIME juga menulis Wirathu sebagai 'The Face of Buddhist Terror' atau Wajah Teror Buddha.


Dalam majalah (Time) tersebut, dibeberkan bagaimana biksu militan yang dipimpin Wirathu mendalangi aksi kejahatan anti-Islam di Asia. Wirathu sempat mengatakan bahwa kaum Buddha tengah dalam ancaman bahaya. Seperti dikutip The Economist, Wirathu mengatakan berabad-abad silam, Indonesia merupakan negara Hindu dan Buddha, sebelum jatuh ke tangan Islam.


Biksu Wirathu lahir pada 10 Juli 1968. Ashin Wirathu, nama lengkapnya. Ia yang mencetuskan gerakan ‘969’; sebuah gerakan anti-Islam yang kemudian membantai muslim Rohingya dan mengusir mereka dari tanah kelahirannya. Catatan hitam Wirathu mencuat sejak tahun 2001. Waktu itu ia menghasut kaum Budha untuk membenci muslim. Hasilnya, kerusuhan anti-Muslim pecah pada tahun 2003. 


Wirathu kini menjabat sebagai kepala di Biara Masoeyein Mandalay. Di kompleks luas itu Wirathu memimpin puluhan biksu dan memiliki pengaruh atas lebih dari 2.500 umat Budha di daerah tersebut. Dari basis kekuatannya itulah Wirathu memimpin gerakan anti-Islam “969”.

Interviewnya yang dimuat majalah The New York Times, terbit 21 Juni 2013, Biksu Wirathu menyebut muslim Rohingnya adalah anjing gila. Hal itu tidak disebutkan Wirathu secara sembunyi-sembunyi tetapi langsung dikatakannya dalam khutbah yang diliput media setempat & media internasional.

“Anda bisa berikan kebaikan dan rasa kasih, tetapi Anda tidak bisa tidur di samping anjing gila,” kata Wirathu.


Kampanye provokatif semacam itu mulai meluas pada awal 2013. Wirathu berpidato di berbagai tempat, menyalakan kebencian kaum Budha atas umat muslim. Selain melalui pidato, gerakan 969 juga menyebar dengan cepat melalui stiker, brosur dan sebagainya. Kebencian dan anti-Islam meluas dengan cepat, berbuah pembantaian dan pengusiran Muslim Rohingya.

Anthony Catalucci, analist geo politik Mahkamah Pidana Internasional (ICC), dalam kasus Rohingya ini mengatakan, "Apa yang disebutkan sebagai genosida dalam hukum internasional, sedang terjadi di provinsi Rakhine, Myanmar barat."

Militer Myanmar dituding bertanggung jawab dalam pembunuhan, salah memenjarakan orang, melakukan penyiksaan, perbudakan seks dan pemerkosaan. Laporan PBB menyebut, di negara bagian Rakhine ada bukti telah terjadi pemusnahan dan deportasi.


Sebuah laporan tim pencari fakta PBB menegaskan bahwa para pemimpin militer, termasuk panglima tertinggi Myanmar, harus diselidiki dan didakwa dengan tuduhan bertanggungjawab dalam genosida, kejahatan kemanusiaan, dan kejahatan perang, atas tindakan mereka terhadap kelompok etnis dan agama minoritas, termasuk setengah juta muslim Rohingya, di Negara Bagian Rakhine Agustus 2017 lalu.


Laporan itu, yang dikemukakan di Jenewa pada Senin 27 Agustus 2018 oleh Misi Tim Pencari Fakta terhadap Myanmar (TPF Myanmar) di bawah naungan Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) dan Dewan HAM PBB, merupakan hasil penyelidikan selama kurang-lebih satu tahun, dengan mewawancarai narasumber dan saksi, meriset, dan menganalisis berbagai data yang ditemukan. 


Laporan itu juga menyebut bahwa panglima tertinggi militer Myanmar, Min Aung Hlaing, harus diselidiki dan didakwa atas dugaan mendalangi genosida dan kejahatan kemanusiaan terhadap muslim Rohingya di Negara Bagian Rakhine utara, serta mendalangi kejahatan perang di Negara Bagian Kachin dan Shan.

Tindak kejahatan di Rakhine, Myanmar, berdasarkan cara para korban diperlakukan, kondisi dan ruang lingkup mengarah pada adanya niat melakukan genosida atau pembantaian dalam konteks lain. Tim pencari fakta PBB menyimpulkan ada cukup bukti untuk mengadili para pucuk pimpinan militer Myanmar.


Laporan setebal 190 halaman itu, berdasarkan lebih dari 400 wawancara yang dilakukan selama sembilan bulan di Myanmar dan Bangladesh, menggambarkan saksi dan laporan lain tentang pembunuhan di luar hukum, perkosaan massal, perampasan sumber daya vital, dan pembakaran desa-desa Rohingya dalam "cara yang disengaja".


Ditambahkan oleh Amnesty International, masyarakat Rohingya merupakan minoritas muslim yang teraniaya dan kebanyakan tanpa kewarganegaraan dari negara bagian Rakhine di wilayah barat Myanmar, negara dengan mayoritas penganut Buddha.


Setelah kelompok pemberontak yang dikenal sebagai Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) melancarkan beberapa serangan terhadap pasukan keamanan negara pada 25 Agustus 2017, militer Myanmar melakukan pembalasan brutal yang menargetkan warga sipil Rohingya.


Sejak itu, lebih dari 700.000 warga Rohingya melarikan diri melintasi perbatasan ke Bangladesh, mewakili sekitar 80 persen dari total populasi mereka di wilayah utara negara bagian Rakhine.

Laporan tersebut juga mengidentifikasi dua divisi tempur yang diketahui terlibat dalam pelanggaran serupa lainnya di Myanmar , yakni 33rd and 99th light infantry divisions yang dikerahkan ke negara bagian Rakhine sebelum kekerasan Agustus terjadi. Amnesty International juga memperoleh rekaman audio tentang "konflik Agustus 2017" --diyakini otentik-- yang didapat dari panggilan telepon antara penduduk Rohingya dan seorang perwira militer setempat.


Dalam rekaman itu, petugas mengatakan, dalam bahasa Burma, "Kami mendapat perintah untuk membakar seluruh desa jika ada gangguan. Jika Anda penduduk desa tidak hidup dengan damai, kami akan menghancurkan segalanya ... Kami memulai operasi ... Jika Anda hanya diam, tidak akan ada masalah. Jika tidak, Anda semua akan berada dalam bahaya."



Kebencian Disebar Secara Sistematis Melalui Sosial Media
Anggota tim investigasi Yanghee Lee menyebutkan bahwa Facebook punya popularitas tinggi di Myanmar dan membuatnya jadi faktor kunci penyebaran ujaran kebencian (hate speech) yang menyasar kelompok Rohingya.


"Facebook digunakan untuk menyampaikan pesan publik, tetapi kami tahu bahwa para ultra-nasionalis Buddha Myanmar menggunakan Facebook untuk menyebarkan kebencian terhadap Rohingya atau etnis minoritas lainnya. Saya khawatir Facebook sekarang berubah jadi binatang buas dan bukan apa yang dimaksudkan pada awalnya.” ujar Yanghee Lee


Di Myanmar, Facebook Adalah Internet
Myanmar telah lama hidup di bawah cengkeraman junta militer yang memberlakukan aturan sensor ketat agar arus informasi bisa dikontrol. Salah satu langkahnya adalah menetapkan harga yang tinggi untuk kartu SIM ponsel

Tahun 2011 pemerintah Myanmar memutuskan untuk melonggarkan sensor. Kebijakan ini turut berdampak pada terbukanya akses internet, turunnya harga kartu SIM ponsel (dari yang semula $3.000 menjadi $1), serta meledaknya penggunaan teknologi seluler.


Salah satu pihak yang diuntungkan dari keterbukaan ini adalah Facebook. Sebagaimana diwartakan The New York Times , selepas sensor dilonggarkan dan teknologi seluler mulai berada di genggaman masyarakat Myanmar, Facebook dapat menarik sekitar 30 juta pengguna dalam kurun waktu 2014 sampai sekarang.


Tingginya angka tersebut memperlihatkan antusiasme masyarakat dalam beraktivitas di Facebook. Di Facebook, mereka seperti bisa melakukan apa saja. Bahkan, lebih banyak warga Myanmar yang punya akses ke Facebook dibanding jaringan listrik di rumah mereka. Facebook, singkat kata, telah menjadi bagian dari hidup masyarakat Myanmar. Facebook adalah internet dan begitu juga sebaliknya.

“Facebook telah menjadi semacam internet secara de facto untuk Myanmar,” ungkap Jes Kaliebe Petersen, kepala eksekutif Phandeeyar, pusat teknologi sekaligus mitra Facebook di Myanmar kepada The New York Times. “Ketika orang beli smartphone, Facebook sudah terpasang.”


Namun, ada harga yang harus dibayar untuk pengadopsian internet Myanmar. Tej Parikh dalam “Social Media Exhibits Its Disruptive Power in Myanmar” yang terbit di The Diplomat menyebut tingginya akses internet dan Facebook di Myanmar turut meningkatkan sentimen terhadap minoritas Rohingya yang digulirkan oleh biksu-biksu ultra-nasionalis. Lewat internet, terutama Facebook, mereka menyebar fitnah yang ganas sampai ujaran kebencian yang pada akhirnya mampu membentuk skeptisisme masyarakat akan keberadaan Rohingya. 

Dari kebencian kelompok tertentu menjadi kebencian berskala nasional—dan Facebook adalah media penyalurnya. Beberapa konten anti-Rohingya yang beredar di Facebook antara lain karikatur rasis, foto palsu, sampai laporan-laporan menyesatkan. Konten-konten itu kemudian jadi viral, mendorong kebencian, hingga membentuk persepsi publik akan Rohingya. 


Kekerasan terhadap Rohingya semakin dilegitimasi dan dirayakan sebagai “keberhasilan negara.”
Salah satu pihak yang getol berlaku seperti ini adalah Ashin Wirathu yang mempunyai ratusan ribu pengikut di Facebook. Setiap hari, ia mengunggah informasi yang menyudutkan Rohingya. 

Menyebut Rohingnya sebagai “orang luar yang agresif,” membagikan foto maupun video biksu yang tewas “akibat serangan Rohingya,” hingga narasi-narasi lainnya yang menegaskan bahwa Rohingya merupakan ancaman bangsa dan agama.

Facebook berkali-kali memblokir akun Wirathu, tapi ia selalu saja berhasil membikin akun baru dan meneruskan kebenciannya kepada Rohingya lewat Facebook. Dalam satu wawancara, ia pernah mengatakan, apabila Facebook menghapus akunnya, ia tinggal membuat akun lagi. Ia juga menambahkan jika ada yang tak suka dengan unggahannya di Facebook, “mereka bisa menuntut saya.”

Selain Wirathu, ada pula Thu Seikta, biksu ultra-nasionalis dari Yangon yang menggunakan Facebook sebagai alat mobilisasi massa. Ia menyerukan pada pengikutnya untuk menentang penggunaan istilah “Rohingya” serta mengajak mereka mengintimidasi orang-orang Muslim di sekitaran Pagoda Shwedagon.

Dalam satu kesempatan, Seikta pernah mengatakan eksodus Rohingya ke Bangladesh membuatnya bahagia. Ia menambahkan, “Mereka [Rohingya] adalah orang paling berbahaya di dunia. Wajar jika mereka pergi ke rumah mereka [Bangladesh]. Jika mereka kembali ke sini, akan ada lebih banyak kekerasan.”

Tak hanya digunakan kelompok ultra-nasionalis, Facebook juga digunakan pemerintah dan militer untuk melancarkan propaganda yang semakin memperkeruh suasana. Misalnya saja Zaw Htay, juru bicara Aung San Suu Kyi, yang mengunggah lusinan gambar yang memperlihatkan seolah-olah orang Rohingya membakar rumah mereka sendiri. Meski gambar-gambar itu banyak ditentang, Facebook tak menghapusnya.

Lalu ada Min Aung Hlaing, panglima tertinggi angkatan bersenjata Myanmar yang berkali-kali menegaskan melalui akun Facebook dan Twitter-nya bahwa operasi di Rakhine adalah respons atas “upaya bengis ekstremis untuk membangun sebuah kubu.” 


Pembenaran itu lantas dibagikan ke 1,3 juta pengikutnya. Pemberitaan pemerintah tentang Rohingya, catat Parkih dalam tulisannya di The Diplomat, dibuat secara tidak proporsional. Bagi pemerintah, tak ada yang namanya pelanggaran HAM. 

Lewat Facebook, pemerintah dan militer Myanmar dalam kasus Rohingya, kian gencar melakukan propaganda bahwa apa yang mereka lakukan terhadap kelompok Rohingya—membantai, memperkosa, dan mengusir—dapat dibenarkan. Di saat bersamaan, pemerintah juga menggunakan Facebook untuk mengawasi mereka yang kritis atas isu Rohingya. Siapa yang mengatakan pemerintah dan militer bersalah sekaligus dianggap mencemarkan nama baik kedua institusi itu, maka penjara merupakan balasannya. 


Walaupun pemerintah melonggarkan kebijakan sensor, tapi mereka tak benar-benar melonggarkan sepenuhnya. Militer masih mengontrol akses informasi dan membungkam masyarakat sipil yang kritis terhadap pemangku kebijakan.

Pada dasarnya, Facebook tidak selalu mengawasi miliaran unggahan maupun status yang beredar di seluruh dunia tiap harinya. Dalam menanggulangi kasus-kasus seperti “pelanggaran konten” (menyebar hoaks, foto vulgar), Facebook hanya mengandalkan apa yang disebut “standar komunitas” (pengguna melaporkan unggahan yang negatif, diproses Facebook, dan ditentukan apakah dapat dihapus atau tidak) yang seringkali justru membingungkan.


Ihwal kebingungan “standar komunitas” ini juga berlaku pada kasus Rohingya. Ketika Facebook kerap membiarkan unggahan hoaks dari kelompok ultra-nasionalis dan militer tentang Rohingya, mereka justru menghapus bukti-bukti pelanggaran HAM oleh negara yang dipublikasikan aktivis dan LSM dengan alasan “bermuatan kekerasan.”

Media sosial, tidak hanya jadi media mobilisasi massa namun juga jadi titik balik lahirnya gerakan yang sama di dunia nyata. Facebook hanya pemantik, lalu terus berlanjut secara offline sampai sekarang.



Referensi:

Sejarah Rohingya, Duka Warga Tanpa Negara - detikNews

Pembantaian Sistematis terhadap Muslim Rohingya - Tirto.id

Konflik Agama Jadi Dalih Kasus Perebutan Lahan di Myanmar - Tirto.id

"Biksu di Myanmar Dijadikan Alat Politik Oleh Militer" - Tirto.id

Fakta Menyeramkan Soal Biksu yang Membenci Kaum Muslim Rohingya - Wartakota.Tribunnews.com

Alasan Biksu Wirathu Sangat Membnci Muslim Rohingya - Tarbiyah.net

Tuntutan ICC untuk Mengusut Kejahatan Anti-Muslim Rohingya - Parstoday.com/id

Amnesty International: 13 Pejabat Myanmar Terlibat Kejahatan HAM pada Etnis Rohingya - Liputan6.com

Benarkah Facebook Terlibat dalam Pembantaian Rohingya? - Tirto.id