Laman

Minggu, 06 Januari 2019

Sejarah LGBT di Indonesia


Gerakan LGBT di Indonesia setidaknya sudah ada sejak era 1960-an, sunber lain menyebut dekade 1920-an. Namun, pendapat paling banyak menyebut fenomena LGBT ini sudah mulai ada sekitar dekade 60-an.

Isu ini selalu menjadi bola liar nan panas yang selalu mendapat sorotan banyak pihak. Namun, seperti isu lain, pro-kontra juga terus bermunculan, terutama menjadi komoditas politik menjelang pemilu. Setelah itu timbul tenggelam & berlalu begitu saja.

Gerakan LGBT di Indonesia sudah muncul sejak era 1960-an. Ada yang menyebut dekade 1920-an. Namun, pendapat paling banyak menyebut fenomena LGBT ini sudah mulai ada sekitar dekade 60-an. Kemudian, berkembang pada dekade 80-an, 90-an, dan meledak usai orde baru tumbang, hingga kini. Kalau dulu terkenal Sentul dan Kantil, kini sebutannya adalah Buci dan Femme.

Cikal bakal organisasi dan avokasi pro LGBT di Indonesia mulai bermunculan sebelum dekade 80-an. Pada 1982, pelaku homo mendirikan Lambda Indonesia. Pada 1986 berdiri Perlesin, Persatuan Lesbian Indonesia. Pada tahun yang sama, berdiri juga pokja GAYa Nusantara, kelompok kerja Lesbian dan Gay Nusantara.

Memasuki era 1990-an, semakin banyak organisasi yang berdiri. Pendirian organisasi mereka berkedok emansipasi, merujuk emansipasi wanita. Mereka juga mendirikan media sebagai sarana publikasi. Ada beberapa media yang didirikan atau yang berafiliasi sebagai wadah komunikasi antar-LGBT.

Tahun 1993, dihelat Kongres Lesbi dan Gay disingkat KLG 1, di Jogja. Dua tahun berikutnya, digelar kongres serupa. Pada 1995, KLG II diadakan di Bandung. KLG III di Bali (1997).


Mereka juga menggelar gathering (pertemuan/ramah tamah) serta menghelat pesta akbar. Dulu sangat terkenal istilah September Ceria pada 90-an yang digelar malam minggu pertama di bulan September. Acara tersebut dilakukan dengan menyewa vila atau tempat sepi.

Usai orde baru runtuh, berganti dengan era reformasi, LGBT mendapatkan momentumnya untuk semakin berkembang dengan jangkauan yang  lebih luas, walau  di beberapa provinsi terdapat  sentimen & keberatan terhadap gerakan dan kampanye LGBT. Pendekatan mereka lakukan dengan dalih hak asasi manusia, kesetaraan gender, emansipasi dan lainnya.

Kongres Perempuan Indonesia pada bulan Desember 1998 secara resmi mengikutsertakan perwakilan dari kaum lesbian, wanita biseksual, dan pria transgender (LBT). Dalam kongres tersebut, Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi (KPI) menegaskan mereka secara resmi termasuk Sektor XV, yang terdiri dari orang-orang LBT.

Tahun 2001 dan 2004 diadakan konsultasi nasional dan pada awal 2007 berdiri Jaringan Gay, Waria dan Laki-Laki yang Berhubungan Seks dengan Laki-Laki Lain (GWL-INA) dengan dukungan dari mitra kerja, baik nasional, bilateral, maupun internasional.

Pasca Konferensi International Lesbian, Gay, Bisexual, Trans and Intersex Association (ILGA) tingkat Asia yang ke-3 di Chiang Mai, Thailand, yang diselenggarakan pada Januari 2008, enam organisasi LGBT yang berkantor pusat di Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta bergabung untuk memperkuat gerakan mereka.

Konferensi ILGA tahun 2008 di Thailand 
Langkah ini menjadi awal Forum LGBTIQ (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender, Intersex & Queer) Indonesia.

(Logo) Forum LGBTIQ Indonesia 

Dialog Nasional dihadiri 71 peserta dari 49 lembaga, termasuk wakil-wakil organisasi LGBTIQ dari 15 di antara 34 provinsi di Indonesia.

Struktur Kepengurusan Forum LGBTIQ Indonesia
Dialog Komunitas LGBT Nasional Indonesia digelar pada 13-14 Juni 2013 di Nusa Dua, Bali, sebagai kegiatan utama komponen Indonesia dalam rangka prakarsa ‘Hidup Sebagai LGBT di Asia’.


Kolaborasi dua jaringan nasional, GWL-INA, yang berhubungan dengan permasalahan HIV dan Forum LGBTIQ Indonesia pada 26 dan 27 Februari 2015, dihelat kongres LGBT Asia di Bangkok.

Aksi Teatrikal Demonstran Pro LGBT di Thailand 

Dalam catatan LGBT sendiri, pada 2013, diklaim ada 119 organisasi LGBT. Organisasi tersebut tersebar ke 28 provinsi di Indonesia. Pada 2015, menurut pengakuan mantan lesbi, ada sedikitnya 200-an organisasi LGBT.

Di kalangan jetset (orang kaya), LGBT terutama lesbi, ada semacam arisan brondong. Misal, si A memiliki pasangan remaja. Si B, iri. Nah, bila si B mendapatkan pasangan brondong milik si A, itu kebanggaan tersendiri.

Kaum LGBT, terutama lesbi, memiliki grup. Antara belasan sampai puluhan. Masing-masing grup memiliki basecamp. Khusus di kalangan middle up, kongkow dilakukan di sejumlah pub atau diskotik.

Sebelum melakukan acara gathering, mereka menyebarkan melalui broadcast, Bahkan ada EO (Event Organizer) khusus untuk mengorganisasi acaranya. Dananya patungan. Tentu bagi kalangan jetset, itu tidak masalah.

Aliran Dana Dibalik Kampanye Gerakan LGBT di Indonesia


Pihak asing, apakah itu perusahaan, badan, lembaga atau organisasi, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nation) terus mengkampanyekan gerakan LGBT.


Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nation) bahkan membentuk badan khusus bernama UNFE (United Nations Free & Equality) untuk mempromosikan LGBT. Silahkan kunjungi situs resmi UNFE: www.unfe.org


Dukungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nation) tersebut buakanlah sebuah sesuatu yang baru. Berpuluh-puluh tahun sebelumnya, Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nation) sudah menyatakan LGBT bukanlah gangguan kejiwaaan tahun 1973.

Sikap Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nation) tahun 1973 tersebut didapat bukan dari riset atau observasi, melainkan dari hasil voting mengenai homoseksual dan hasilnya dimuat pada Diagnostic Statistical Manual of Mental Disorder (DSM) edisi kelima. Di buku ini, LGBT dihilangkan dalam DSM. Celakanya, buku ini justru dijadikan rujukan para psikolog dunia dan dalih para pihak yang pro LGBT.

Diagnostic Statistical Manual of Mental Disorder (DSM)  5 

United Nations Development Programme (UNDP) atau Badan Program Pembangunan Pernyataan Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nation) adalah lembaga pemberi bantuan untuk negara berkembang, dengan menyediakan ahli dan penasehat, pelatihan, dan perlengkapan) menggelontorkan uang sebesar USD 8 juta (sekitar Rp 107 M) untuk mempromosikan LGBT di Indonesia, China, Thailand dan Filipina.


Sejumlah negara Uni Eropa juga tercatat mendanai program jangka pendek, terutama dalam kaitan dengan hak asasi manusia LGBT. Pendanaan yang paling luas dan sistematis telah disediakan oleh Hivos, sebuah organisasi Belanda. Dimulai tahun 2003, pendanaan ini kadang-kadang bersumber dari pemerintah negeri Belanda.


Ford Foundation bergabung dengan Hivos dalam menyediakan sumber pendanaan bagi organisasi-organisasi LGBT. Kedua badan penyandang dana itu mengarahkan penggunaan dananya pada advokasi LGBT dan hak asasi manusia daripada penanggulangan HIV sebagaimana fokus tradisional badan pemberi dana lainnya.

Tahun 2017, setidaknya lebih dari 200 perusahaan besar dunia yang mendukung LGBT. Komitmen ini tidak hanya terbatas pada ucapan belaka, tapi juga tindakan-tindakan seperti memberikan sumbangan materi hingga perlindungan langsung.

Berikut media dan perusahaan besar dunia yang mendukung LGBT Beberapa di antara perusahaan besar yang mungkin sudah tak asing lagi bagi anda:

Google inc, Microsoft Corp, Apple inc, Dell, Yahoo inc, Facebook, Twitter, Instagram, LINE, Ebay inc, Walt Disney, Motorola, Chevron oil, Ford, Nissan, Unilever, Visa, MasterCard, Adidas, NIKE, Coca-Cola, Pepsi, Starbucks 
dan masih banyak lagi.

Media & Perusahaan Pendukung LGBT 

Baca juga: 
Mengungkap Aliran Dana Dibalik Gerakan LGBT di Indonesia

Kampanye gerakan pro LGBT selalu menggunakan dalih hak seksualitas dan hak asasi manusia sebagai tamengnya. 

Demonstran Pro LGBTIQ Jerman 

Namun, mereka lupa masyarakat Indonesia yang tidak sepakat dengan LGBT juga memiliki hak asasi. Kalau mereka menggunakan hak itu untuk senjata agar diterima, masyarakat juga punya hak asasi menyelamatkan generasi dari LGBT. Menyelamatkan dari seks menyimpang, menyalahi fitrah manusia, norma, dan agama.

Kaum LGBT dan pendukungnya juga menuding agama Islam, Kristen, dan masyarakat yang menolak LGBT dianggap konsevatif.

Pertanyaannya:
agama mana yang menerima LGBT? Islam, Kristen, bahkan Yahudi melarang gaya hidup LGBT. Tak ada agama yang mengizinkan. Jadi, LGBT menganut agama apa, budaya mana?

Kita warga negara Indonesia, sekaligus sebagai umat beragama harus merapatkan barisan, sebab dengan dana yang melimpah ruah, Indonesia bakal terus menerus menjadi sasaran kampanye LGBT.

Kendati menolak LGBT, kita tidak boleh melakukan tindakan diskriminasi, semena-mena. Sebab perlakuan diskriminatif merupakan pelanggaran berat terhadap prinsip penghormatan Hak Asasi Manusia.

UUD1945 Khususnya di dalam pasal 25 G ayat (1) yang menjamin hak bagi setiap harga negara, yaitu,

' .... atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi '


Referensi:

Menelisik Perjalanan LGBT di Indonesia - Republika.co.id  
Oleh: Rudi Agung P. 
Jurnalis & penulis sejumlah buku antologi)

Pranala luar:

"Disorientasi Seksual LGBT Bisa Disembuhkan Dengan Kemauan Pelakunya" - Laman ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Se-Indonesia) Kamis, 19 Februari 2016.
Narasumber: Dr. Taruna Ikrar.
Ahli Spesialis Neurosains di Universitas California, Irvine, Amerika Serikat.

Di Balik Dukungan Korporasi Besar Terhadap LGBT - Tirto.id

LGBT "lesbian, gay, biseksual, dan transgender" - Wikipedia Bahasa Indonesia

Media, Lembaga dan Artis Pro-LGBT di Indonesia - myrepro.wordpress.com