Laman

Minggu, 27 Januari 2019

Mumi Biksu Jepang Sokushinbutsu

Ajaran Buddha menyebar di negara-negara Asia selama berabad-abad yang lalu, berbagai bentuk aliran dan ajaran Buddha muncul. Terutama ketika agama berpadu dengan budaya lokal (sinkretisme).

Mumi Kūkai
Sokushinbutsu ( 即身仏) adalah cara mumifikasi diri yang dilakukan oleh biarawan Jepang. Praktik ini bertujuan untuk melakukan tindakan kedisplinan dan dedikasi terakhir yaitu dengan melakukan mumifikasi diri, untuk mencapai pencerahan tingkat lanjut.

Mumifikasi ini banyak dilakukan di Prefektur Yamagata di bagian utara Jepang. Jika berhasil, maka biksu yang telah berubah menjadi mumi tersebut akan ditempatkan di sebuah kuil untuk dihormati. Ritual Sokushinbutsu ini tidak hanya ada di Jepang saja, tapi juga di China dan India.


Praktik ini pertama kali dirintis oleh seorang kepala biara bernama Kuukai di kompleks kuil Gunung Koya di prefektur Wakayama, dimulai pada abad ke-11 dan berlangsung hingga abad ke-19, ketika pemerintah Jepang memutuskan untuk menghentikannya. Meski terbilang ekstrim dan sudah dilarang, namun mumifikasi tetap saja masih saja dipraktekkan.


Kuukai adalah pendiri Shingon, sekte Buddha, yang merupakan sekte yang muncul dengan ide pencerahan melalui hukuman fisik. Konon ratusan biksu telah mencoba praktik mumifikasi tersebut, tetapi hanya ada 16 dan 24 mumi yang berhasil ditemukan hingga kini.


Sejarah Sokushinbutsu
Tahun 804 Masehi, Kūkai, pergi ke Tang, Tiongkok untuk mempelajari agama Buddhisme Esoterik. Kemudian, pada 806 M, setelah diinisiasi sebagai penguasa garis keturunan esoterik, Kūkai kembali ke tempat asalnya dengan membawa banyak teks Buddhisme Esoterik, yang sebagian besar baru di Jepang. 

Kūkai dengan tekun merumuskan ajaran Buddhisme Esoterik berdasarkan dengan pengetahuan yang diperolehnya di Tiongkok. Sejak saat itu, ia menjadi penyebar ajaran Buddhisme Esoterik di Jepang dan mendirikan sekolahnya sendiri bernama Shingon.

Praktik-praktik mengenai Buddhisme Esoterik yang dibawanya dari Tiongkok adalah ajaran tantra dan praktik asketik yang dikenal sebagai sokushinjōbutsu, yang berarti "mencapai Kebuddhaan dalam daging".

Bagi biksu yang berhasil memumikan tubuh mereka, maka dianggap telah mencapai Kebuddhaan dalam kedagingan. Kūkai dan pengikutnya pun mempraktikan Sokuhhinbutsu. Menjelang akhir hayatnya, Kūkai melakukan mediasi dan menolak semua makanan dan air. Ketika meninggal, ia dimakamkan di Gunung Koya, Prefektur Wakayama.

Setelah beberapa lama, makam tersebut dibuka dan Kūkai terlihat seperti sedang tertidur. Kulitnya tidak berubah dan rambutnya terlihat sehat dan kuat.


Proses Sokushinbutsu
Proses mumifikasi Sokushinbutsu cukup rumit, dimulai dengan diet dan berpuasa (tidak mengkonsumsi makanan tertentu) selama 1.000 hari. Selama masa itu, para biksu hanya makan makanan nabati, seperti kacang-kacangan dan biji-bijian untuk melucuti semua lemak di tubuh mereka. Mereka kemudian hanya makan kulit dan akar selama seribu hari selanjutnya dan mulai minum teh beracun yang dibuat dari getah pohon Urushi, yang biasanya digunakan untuk pernis mangkuk.

Racun ini menyebabkan muntah dan hilangnya cairan tubuh dengan cepat, dan yang paling penting, itu membuat tubuh terlalu beracun untuk dimakan oleh belatung. Sampai pada tahap ini, seorang biarawan akan mulai memumifikasi tubuhnya sendiri dengan mengunci dirinya dalam kubur batu yang hampir tidak lebih besar dari ukuran tubuhnya.

Di situ, dia akan bersemedi dalam posisi lotus dan tidak akan bergerak lagi. Untuk berkomunikasi dengan dunia luar, terdapat sebuah tabung udara dan bel yang ditempatkan di kubur batu tersebut. Setiap hari, dia akan membunyikan lonceng itu untuk memberi tanda pada orang di luar bahwa dia masih hidup.


Ketika bel berhenti berdentang, tabung udara itu dilepas, dan makam disegel. Setelah disegel, para biarawan lain akan membacakan bait (kitab) suci selama 1.000 hari, dan membuka kubur itu untuk melihat apakah proses mumifikasi tersebut  berhasil. 

A Revered Buddhis In China has been mummified 
Dan jika mumifikasi itu berhasil, sang biksu akan dianggap sebagai Buddha dan dimasukkan ke dalam kuil untuk dipertontonkan, baik itu kepada jamaah yang hendak berdoa atau kepada pengunjung (wisatawan). 



Referensi:

Hori, Ichiro (1962). "Self-Mummified Buddhas in Japan. An Aspect of the Shugen-Dô ("Mountain Asceticism") Sect". History of Religions . 1 (2): 222–242. 

Hijikata, M. (1996). Nihon no Miira Butsu wo Tazunete. [Visiting Japanese Buddhist Mummies]. Tokyo: Shinbunsha. 

Hori, I. (1962). Self-mummified Buddhas in Japan: An aspect of Shugendō (mountain asceticism) sect. History of Religions, 1(2), 222-242. 

Saint Death & Ugly Death 
www.shugendo.fr

'Naito Masatoshi: Another World Unveiled' 
The Japan Times 

Buddhist statue has a mummy inside 
EarthSky.com 

Rùng rợn bí thuật nhịn ăn để tự ướp xác của thiền sư Nhật
Báo điện tử Kiến Thức

For centuries, some Buddhist monks followed self 
The Vintage News

Los monjes que se automomificaron en vida
National Geographic 

Sokushinbutsu, Perjalanan Panjang Para Biksu yang Mengubah Dirinya Menjadi Mumi 
TRIBUNnews.com 

Demi Jadi Mumi, Para Biksu di Jepang Ini Rela Kurung Diri di Makam Tanpa Makan dan Minum sampai Mati
TRIBUNnews.com 

Sokushinbutsu 
Wikipedia.org