Laman

Minggu, 01 Maret 2015

Prof. Dr. J.E. Sahetapy


Jacob Elfinus Sahetapy yang lebih dikenal dengan nama J.E. Sahetapy adalah seorang guru besar dalam ilmu hukum di Universitas Airlangga, Surabaya. Sahetapy dilahirkan pada 6 Juni 1932 di Saparua, Maluku dari ayah yang bernama dan ibu Constantina Athilda Tomasowa yang sama-sama berprofesi guru. Kedua orang tuanya berpisah ketika Jacobus masih kecil karena ayahnya suka main judi. Setelah 12 tahun berpisah, ibunya menikah kembali dengan W.A. Lokollo. Jacobus menempuh pendidikan dasarnya di sekolah dasar ibunya sendiri, yaitu Particuliere Saparuasche School. Dari ibunya, ia belajar banyak tentang nasionalisme dan perjuangan membela rakyat kecil. Pada usia sekitar 10 tahun, sekolah- sekolah ditutup karena tentara Jepang menyerang Hindia Belanda. Sahetapy baru bisa menyelesaikan sekolahnya pada 1947 setelah Indonesia merdeka. Ia melanjutkan pelajarannya di sekolah menengah dengan kurikulum empat tahun. Namun kembali pendidikannya diganggu oleh gejolak politik setempat yang ditimbulkan oleh diproklamasikannya Republik Maluku Selatan (RMS). Karena itu, Sahetapy pun memutuskan untuk meninggalkan Maluku dan bergabung dengan kakaknya, A.J. Tuhusula-Sahetapy yang sudah lebih dahulu tinggal di Surabaya. Di kota itulah ia menamatkan pendidikan SMAnya. tamat SMA, Sahetapy ingin melanjutkan pendidikannya di Akademi Dinas Luar Negeri, sebuah program pendidikan kedinasan yang dikelola oleh Departemen Luar Negeri untuk para calon diplomat. Ia juga sempat mendapatkan tawaran untuk belajar di seminari untuk menjadi pendeta. Namun keduanya itu ditentang oleh ibunya. Akhirnya Sahetapy memutuskan untuk masuk ke Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada di Surabaya, yang kelak menjadi Fak. Hukum Universitas Airlangga. Di bangku kuliah, Sahetapy tergolong mahasiswa yang cerdas. Ia juga fasih berbahasa Belanda, sebuah modal yang penting untuk belajar ilmu hukum di Indonesia. Karena itu, ia kemudian diangkat menjadi asisten dosen untuk mata kuliah Hukum Perdata. Bahkan setelah selesai kuliahnya, ia ditawari untuk melanjutkan studinya di Amerika Serikat. Kesempatan ini diterimanya, dan dalam dua tahun ia menyelesaikan program studi magisternya dalam bidang Hubungan Bisnis dan Industri dari Universitas Utah di Salt Lake City, Utah, lalu kembali ke Indonesia.Sekembalinya dari Amerika Serikat, oleh pihak kiri ia dikenai tuduhan sebagai mata-mata Amerika. Karena itu ia tidak diizinkan mengajar. Setelah PKI tersingkir, ia pun tidak langsung mengajar karena munculnya tuduhan- tuduhan lain. Namun semua itu tidak membuatnya putus asa, bahkan ia semakin bertekad untuk membela rakyat kecil. 


 Setelah lama menganggur, ia akhirnya boleh mengajar dan pada 1979 ia terpilih menjadi dekan Fakultas Hukum di alma maternya. Ia mengambil gelar doktor dan menulis disertasi dengan judul "Ancaman Pidana Mati Terhadap Pembunuhan Berencana". Sahetapy menikah dengan seorang gadis dari Jawa yang bernama Lestari Rahayu Lahenda yang juga seorang sarjana hukum dan dosen. Mereka dikarunia tiga orang anak perempuan, yaitu Elfina Lebrine (lahir 1969), lulusan program S2 dari Fakultas Hukum Universitas Leiden, Belanda, Athilda Henriete (lahir 1971), lulusan S2 Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, dan Wilma Laura (lahir 1979), lulusan Fak. Sastra Universitas Kristen Petra, Surabaya, dan S2 dari Fak. Hukum Universitas Surabaya. Mereka juga mempunyai seorang anak angkat, Kezia (lahir 1992), yang saat ini masih studi di Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Petra, Surabaya. 

Sumber: Wikipedia.Org