Laman

Kamis, 07 Februari 2019

Tariq bin Ziyad - Penakluk Andalusia Pertempuran Guadalete

Atas jasanya, nama Thariq diabadikan sebagai nama selat Giblatar, (Jabal Thariq/Bukit Thariq) yang memisahkan Maroko dan Spanyol.

Tariq bin Ziyad (Taric el Tuerto)
29 April tahun 711 masehi, Tariq bin Ziyad (Taric el Tuerto) jendral dari dinasti Umayyah memimpin pasukan muslim menaklukan Andalusia (Spanyol, Portugal, Andorra, Gibraltar dan sekitarnya) yang saat itu dikuasai Raja Roderick yang kejam.

King Roderick 
Musa bin Nushair dan Thariq bin Ziyad tidak hanya mengalahkan penguasa-penguasa zalim di Eropa, namun mereka berhasil menaklukkan hati masyarakat Eropa dengan memeluk Islam. Mereka berhasil menyampaikan pesan bahwa Islam adalah agama mulia dan memuliakan manusia.

ilustrasi 
Dibawah kepememimpiam Islam,
kebebasan beragama dan beribadah warga non muslim di wilayah Andalusia diakui dan dijamin pemerintahan Islam, sesuai dengan wasiat Musa bin Nushair:

“Saya berwasiat kepada kalian semua, taatlah kepada Allah Subhanahu Wata’ala , Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam dan pemimpin kalian. Niscaya kalian akan bahagia dunia dan akhirat. Berperanglah kalian karena Allah Subhanahu Wata’ala dan bukan karena harta ataupun nama. Saya berwasiat kepada kalian. Janganlah membakar tanaman ataupun desa dan pepohonan yang berbuah. Jangan membunuh wanita dan orang tua, kecuali jika mereka bersenjata dan jangan membunuh anak-anak. Jangan pula membunuh mereka yang berlindung di dalam rumah atau tempat ibadah”


Thariq bin Ziyad dilahirkan pada tahun 50 H atau 670 M di Kenchela, Aljazair, dari kabilah Nafzah. Ia bukanlah seorang Arab, akan tetapi seorang yang berasal dari kabilah Barbar yang tinggal di Maroko. Masa kecilnya sama seperti masa kecil kebanyakan umat Islam saat itu, ia belajar membaca dan menulis, juga menghafal surat-surat Alquran dan hadis-hadis.

Thariq bin Ziyad, seorang budak belia dari suku Barbar di Afrika. Thariq bin Ziyad adalah bekas budak Musa bin Nushair. Karena sifat dan keshalehan Thariq bin Ziyad, membuat Musa bin Nushair mengangkatnya sebagai pemimpin 7.000  prajurit terbaik Islam yang kemudian berhasil menaklukan Andalusia.

Dalam memilih  pasukan, Thariq menetapkan adanya dua indikator “prajurit Islam terbaik” yakni siapa di antara pasukan yang tak pernah meninggalkan shalaf fardhu dan tak pernah absen dalam menjalankan dwitunggal (shalat tahajud dan witir).

29 April 711, pasukan Tariq berhasil berlabuh  di Gibraltar. Mendengar kedatangan kaum muslimin, Raka Roderick  dengan 100.000 pasukan yang dibekali dengan peralatan perang lengkap segera berangkat untuk meladeni pasukan Thariq bin Ziyad.

Thariq bin Ziyad mengetahui bahwa Roderick membawa pasukan yang begitu besar, ia segera menghubungi Musa bin Nushair untuk meminta bantuan. Dikirimlah pasukan tambahan yang jumlahnya hanya 5000 orang.

18 Juli 711 Masehi (28 Ramadhan 92 Hijriah) bertepatan bertempurlah dua pasukan yang tidak berimbang ini di Medina Sidonia. Perang yang dahsyat pun berkecamuk selama delapan hari. Kaum muslimin dengan jumlahnya yang kecil tetap bertahan kokoh menghadapi hantaman orang-orang Visigoth pimpinan Roderick.

pertempuran Guadalete (FOTO/Wikipedia) 
Thariq memutuskan membagi pasukannya menjadi empat kelompok pasukan. Kelompok pertama, pasukan pemanah yang dipimpin Amir dan berada di garda terdepan. Pasukan kedua, pasukan berkuda dipimpin Sufyan bertugas menggempur musuh dari sayap kiri. Pasukan ketiga, pasukan pejalan kaki menyerang dari sayap kanan dan pasukan terakhir dipimpin Thariq sebagai pasukan pendukung ketiga pasukan yang terbentuk.

ilustrasi
Strategi untuk membagi pasukan tersebut cukup unik. Anak panah yang dilepaskan dari busur akan membunuh terlebih dahulu pasukan musuh. Memakai pasukan panah di depan adalah kunci strategis untuk mengalihkan perhatian musuh hanya terarah kepada satu kelompok pasukan saja.

Strategi itu berhasil, serangan sayap kanan dan kiri tentu tidak terduga. Apalagi Thariq menyiapkan pasukan pendukung yang tak mudah diprediksi lawan.

Tidak hanya membagi pasukan, Thariq juga menerapkan strategi perang yang terbilang gila untuk ukuran zamannya, Thariq meminta kapal perang yang membawa pasukannya dari Afrika ke Andalusia dibakar.


Cara ini dipilih sebagai antisipasi agar kendaraan dan alat perang tersebut tidak jatuh ke tangan musuh, serta membuat musuh tidak dapat melarikan diri saat terdesak.

Thariq berpidato kepada pasukannya:

“Di belakang kita lautan, di depan kita musuh. Kita tidak dapat melarikan diri. Demi Allah Subhanahu Wata’ala, kita datang ke bumi Andalusia untuk menjemput syahid atau meraih kemenangan. Demi Allah Subhanahu Wata’ala jika kita mundur, lautan akan menenggelamkan kita. Jika kita maju, musuh telah menanti kita. Kita hanya memiliki senjata, jika kita tenggelam di laut, nama kita tercemar dan Allah Subhanahu Wata’ala akan mencabut rasa gentar di hati musuh. Jika kita maju, Allah Subhanahu Wata’ala akan membuat musuh takut. Syahid dan syurga menunggu kita. Allah Subhanahu Wata’alau Akbar,”

Allah pun memenangkan umat Islam atas bangsa Visigoth dan berakhirlah kekuasaan Roderick di tanah Andalusia. Roderic terbunuh pada tanggal 19 Juli 711 dalam pertempuran Guadalete.


Setelah perang besar yang dikenal dengan Perang Sidonia ini, pasukan muslim dengan mudah menaklukkan sisa-sisa wilayah Andalusia lainnya. Musa bin Nushair bersama Thariq bin Ziyad berhasil membawa pasukannya hingga ke perbatasan di Selatan Andalusia.

Thariq menjadi gubernur wilayah Andalusia sebelum akhirnya dipanggil pulang ke Damaskus oleh Khalifah Walid I.

Atas jasa dan kepahlawanannya, nama Thariq diabadikan sebagai nama selat, yakni Selat Giblatar, selat yang memisahkan Maroko dan Spanyol.

Peta Selat Giblatar 
Gibraltar adalah kata dalam bahasa Spanyol yang diartikan dalam bahasa Arab sebagai Jabal Thariq atau dalam bahasa Indonesia Bukit Thariq.

Panorama Keindahan Selat Giblatar

Semoga Allah membalas jasa-jasa Thariq bin Ziyad rahimahullah


Referensi:

Pentingnya Meneladani Spirit Panglima Thariq bin Ziyad
Hidayatullah.com

Thariq bin Ziyad Penaluk Andalusia
KisahMuslim.com