Laman

Kamis, 25 Oktober 2018

Pengertian Efek Ekor Jas (Coat-Tail Effect)

Dalam psikologi politik, ada istilah yang dikenal dengan “coat-tail effect”. Jika diterjemahkan ke Bahasa Indonesia jadi "pengaruh ekor-jas”. Efek ekor jas dapat dimaknai sebagai pengaruh figur atau tokoh dalam meningkatkan suara partai di pemilu. Figur atau tokoh tersebut bisa berasal dari calon presiden ataupun calon wakil presiden yang diusung. Sederhananya, partai politik akan mendapatkan limpahan suara dalam pemilihan umum anggota legislatif bila mencalonkan tokoh atau figur yang populer serta memiliki elektabilitas yang tinggi.


Dengan mendukung figur atau tokoh, partai-partai politik tersebut berharap akan mendapat insentif elektoral. Minimal perolehan suara mereka tidak menurun dibanding pemilu sebelumnya. Semakin tinggi tingkat elektabilitas figur atau tokoh yang didukung, maka semakin signifikan insentif elektoral yang didapatkan partai pengusung meskipun figur atau tokoh tersebut kalah dalam kompetisi. Sehingga, setiap partai berlomba-lomba mengidentikkan diri dengan figur atau tokoh yang mereka dukung. Tidak heran jika di pinggir jalan tol atau perempatan jalan Ibu Kota sering kita jumpai baliho atau spanduk besar yang menunjukkan wajah ketua umum partai disandingkan dengan capres tertentu. Mengais insentif elektoral dari efek ekor jas terlihat ketika partai-partai pendukung berlomba-lomba menyorongkan calon wakil presiden. Dengan kadernya menjadi calon wakil presiden, mereka berharap insentif elektoral mampu didapatkan secara maksimal. Contoh Coat tail Effect meningkatnya perolehan suara PDI Perjuangan, yang mengusung kadernya, Joko Widodo (Jokowi) di Pilpres tahun 2014. Pada Pemilu tahun 2014, PDI Perjuangan memperoleh suara sebanyak 23.681.471 (18,95 persen). Badingkan dengan perolehan suara PDI Perjuangan Pada Pemilu Legislatif tahun 2009 yang hanya mendapatkan suara sebanyak 14.600.091 (14,03 persen). Apalagi setelah menang dalam Pilpres 2014 dan menduduki jabatan Presiden. Saat elektabilitas Presiden Jokowi meningkat, hal yang sama terjadi juga pada elektabilitas PDI-Perjuangan. Survei Litbang Kompas April 2018 elektabilitas PDI-Perjuangan mencapai 33,3 persen. Angka ini naik dibandingkan dengan survei pada Oktober 2017. Dampak dari efek ekor jas semakin kuat, saat pileg dan pilpres digelar serentak. Masyarakat yang memilih capres secara linear akan memilih partai yang paling identik dengan pengusung capres tersebut. Ini akan mendongkrak suara partai di pemilu legislatif 2019. Dalam konteks Indonesia dengan sistem Multipartai (Koalisi) dampak dari Presidential Threshold (ambang batas pencapresan), tidak ada jaminan bahwa partai pendukung capres akan mendapatkan insentif elektoral atau menikmati efek ekor jas. Perpecahan suara (split vote ) antara pemilih yang memilih capres/cawapres dengan memilih partai bisa saja terjadi. Presidential Threshold (Ambang Batas Pencapresan) Salah satu faktor pentingnya insentif elektoral dari efek ekor jas bagi partai politik peserta pemilu adalah karena sistem Presidential Threshold (ambang batas pencapresan). Undang-Undang Pemilu, No. 17 tahun 2017 yang disahkan oleh DPR Kamis 20 Juli 2017, memutuskan Presidential Threshold (ambang batas pencapresan) 20 persen kursi di DPR atau memiliki suara 25 persen hasil perolehan suara pemilu tahun 2014 yang lalu. Partai peserta pemilu 2019 yang akan mencalonkan presiden, harus punya 20 persen kursi di DPR atau memiliki suara 25 persen hasil pemilu. Undang-Undang Pemilu ini mensyaratkan, sebuah partai peserta pemilu 2019 dapat mengusung sendiri capres dan cawapresnya setidaknya harus memiliki 112 dari 560 kursi di DPR. Jika partai politik tidak memenuhi syarat tersebut, maka dia harus Berkoalisi dengan partai lain untuk memenuhi ambang batas 20-25 persen itu. Karena Pemilu 2019 mendatang dilakukan secara serentak, serta penghitungan yang dipakai adalah hasil pemilu 2014 ketika tidak ada satu partai pun yang memperoleh suara sebesar 20 persen, maka tidak ada partai yang bisa mengusung/mencalonkan sendiri presiden dan wakil presidennya. Ditulis oleh: Komarrudin.Amd Jumat, 10 Agustus 2018 Referensi: "Pemilu Serentak Nasional dan Lokal Jadi Model Ideal Pemilu Indonesia" (23 Februari 2015) Prof. Dr. Ikrar Nusa Bhakti [Guru Besar Riset di Pusat Penelitian Politik LIPI] www.umy.ac.id "Diffused coat-tail effect" - Andre Borges dan Mathiu Turgeon (2018) Ali Rif'an [Direktur Riset Monitor Indonesia] https://m.detik.com "Efek Ekor Jas" (19 Februari 2018) Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) www.saifulmujani.com "PDI Perjuangan, Jokowi dan Coat-tail Effect" (26 April 2018) Interview: Jeprima Narasumber: Andreas Hugo Pareira [anggota Komisi I DPR RI] Tribunnews.com "Perolehan Suara Pemilu Legislatif 2014" (Jumat, 9 Mei 2014) Penetapan hasil perolehan suara Pemilu Legislatif 2014 oleh Komisi Pemilihan Umum dibacakan oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum Husni Kamil Manik. [Keputusan KPU 411/KPTS/KPU/2014 ] KOMPAS.com "Hasil Perolehan Suara Parpol Pemilu 2009" Hasil rekapitulasi perolehan suara Nasional Pemilu tahun 2009 Komisi Pemilihan Umum, sabtu 9 Mei 2009 www.antaranews.com "Presidential Threshold 20% Dinilai Bisa Ganggu Iklim Demokrasi" (16 Juli 2018) Narasumber Diskusi Policy Centre (Polcen) Pengurus Pusat Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI): 1. Prof Dr Jimly Ashiddiqie [Mantan Ketua MK] 2. Titi Anggraini [Direktur Eksekutif Perludem] m.bisnis.com