Ikhwanul Muslimin adalah sebuah gerakan Islam terbesar di zaman modern
ini. Seruannya ialah kembali kepada Islam sebagaimana yang termaktub di
dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah serta mengajak kepada penerapan syari’at
Islam dalam kehidupan nyata. Gerakan ini telah mampu membendung arus
sekularisasi di dunia Arab dan Islam.
Sejarah
Nama besar Ikhwan tak lepas dari nama besar pendirinya pula, Syaikh
Hasan al-Banna (1324 – 1368 H/1906 – 1949 M). Lahir di sebuah kampung di
kawasan Buhairah, Mesir, Imam Syahid—begitu Imam Hasan biasa
dipanggil—tumbuh dalam lingkungan yang taat beragama; menerapkan Islam
secara nyata dalam seluruh aspek kehidupannya. Di samping belajar agama
di rumah dan di masjid, ia belajar pada sekolah pemerintah. Pada tahun
1927, Imam Syahid menamatkan pelajarannya di Dar al-‘Ulum. Setelah tamat dari Dar al-‘Ulum, ia menjadi guru pada sebuah sekolah
dasar di Isma’iliyyah. Dari Isma’iliyyah inilah ia memulai aktivits
keagamaannya di tengah-tengah masyarakat, terutama di warung-warung kopi
di hadapan para karyawan Proyek Terusan Suez.
Dzul Qa’idah 1327 H/April 1928 M adalah bulan didirikannya cikal
bakal Ikhwan. Tahun 1932 Hasan al-Banna pindah ke Kairo. Bersama itu
pula gerakannya berpindah dari Isma’iliyyah ke Kairo. Tahun 1352 H/1933 M
beliau menerbitkan sebuah bulletin pekanan Ikhwan yang dipimpin oleh
Muhibuddin Khatib (1303 – 1389 H/1886 – 1969 M). Kemudian tahun 1357
H/1938 M terbit majalah al-Nadzir. Lalu menyusul al-Syihab, tahun 1367
H/1947 M. Seterusnya majalah dan berita-berita Ikhwan terbit secara
teratur. Ikhwan sadar betul, bahwa sebuah perjuangan di zaman sekarang
haruslah ditopang dengan media yang kokoh pula. Sebuah perjuangan tanpa
media, ibarat melangkah tanpa punya pelapis dan bemper.
Pada awal berdirinya, tahun 1941 M, Ikhwan hanya terdiri 100 orang.
Namun 100 orang ini merupakan hasil pilihan langsung Imam Syahid
sendiri. Tahun 1948 Ikhwan turut serta dalam perang Palestina. Mereka
masuk dalam angkatan perang khusus. Peristiwa ini telah direkam secara
rinci oleh Kamil Syarif dalam bukunya ‘Al-Ikhwan al-Muslimun fi Harbi Falasthin.
Pada tanggal 8 November 1948, Muhammad Fahmi Nagrasyi, perdana
menteri Mesir waktu itu, membekukan gerakan Ikhwan dan menyita harta
kekayaannya serta menangkap tokoh-tokohnya. Kelak penangkapan anggota
Ikhwan terjadi selama puluhan tahun dan terus berkembang sampai kini. Desember 1948, Muhammad Fahmi Naqrasyi, perdana menteri Mesir saat
itu, diculik. Orang-orang Ikhwan dituduh sebagai pelaku penculikan dan
pembunuhan tersebut. Ketika jenazah Naqrasyi diusung,
pendukung-pendukungnya berteriak-teriak, “Kepala Naqrasyi harus dibayar
dengan kepala Hasan al-Banna!” Dan pada tanggal 12 Februari 1949 Hasan
al-Banna terbunuh oleh pembunuh misterius.
Tahun 1950 berdasarkan keputusan Dewan Tertinggi Negara, Ikhwan
direhabilitasi. Ketika itu Mesir diperintah oleh kabinet al-Nuhas. Dewan
tersebut juga memutuskan bahwa pembekuan Ikhwan selain tidak sah, juga
inkonstitusional.
Tahun 1950 Hasan al-Hudhaibi (1306 -1393 H/1891 – 1973 M), terpilih
menjadi Mursyid ‘Al-Mahdi Al-Ikhwan al-Muslimun. Ia adalah salah seorang
ahli hukum di Mesir. Ia juga berkali-kali ditangkap. Tahun 1954, ia
divonis hukuman mati, tetapi kemudian diringankan menjadi seumur hidup.
Tahun 1971 ia dibebaskan terakhir kalinya.
Oktober 1951 konflik antara Mesir dn Inggris semakin memuncak. Ikhwan
melancarkan perang urat saraf melawan Inggris di Terusan suez.
Peristiwa ini telah direkam oleh Kamil Syarif dalam bukunya
‘Al-Muqawamat al-Sirriyyah fi Qanat Suwes.
Tanggal 23 Juli 1952, pasukan Mesir di bawah pimpinan Muhammad Najib,
bekerja sama dengan Ikhwan melancarkan Revolusi Juli. Tetapi kemudian
Ikhwan menolak kerja sama dalam pemerintahan, karena mereka mempunyai
pendapat dan pandangan yang jelas tentang metode revolusi. Gamal Abdul
Nashr menganggap penolakan tersebut sebagai penolakan terhadap mandat
revolusi. Kemudian kedua belah pihak terlibat serangkaian konflik dan
permusuhan yang semakin hari semakin tajam.
Akibatnya, tahun 1954, pihak pemerintah melakukan penangkapan
besar-besaran terhadap anggota Ikhwan dan beribu-ribu orang dijebloskan
ke dalam penjara. Alasan pemerintah, karena orang Ikhwan telah berupaya
memusuhi dan mengancam kehidupan Jamal Abdunnashr di lapangan
Mansyiyyah, Iskandariyyah. Bahkan pemerintah Mesir telah menghukum mati 6
anggota Ikhwan.
Tahun 1965 – 1966 bentrokan antara Ikhwan dan pemerintah Mesir
terulang kembali untuk kedua kalinya. Pemerintah kembali melakukan
penangkapan besar-besaran, melakukan penyiksaan serta memenjarakan
anggota Ikhwan. Bahkan tiga orang di antarannya telah dihukum gantung,
yaitu : Sayyid Quthb, Hawasi, Abdulfattah Isma’il. Sejak itu Ikhwan
bergerak secara rahasia sampai Gamal Abdul Nashr meninggal dunia 28
September 1970.
Ketika Anwar Sadat berkuasa, orang-orang Ikhwan mulai dilepaskan
secara bertahap. Sepeninggal Hudhaibi, Umar Tilmisani (1904-1986 M)
terpilih menjadi Mursyid ‘Aam. Di bawah pimpinannya Ikhwan menuntut
hak-hak jama’ah secara utuh dan mengembalikan hak milik jama’ah yang
dibekukan oleh Gamal Abdul Nashr. Tilmisani menempuh jalan kompromi
dengan penguasa dan berkali-kali beliau menyerukan, “Bergeraklah dengan
bijak dan hindarilah kekerasan dan ekstremisme.” Saat ini Ikhwan
mengamanahi Mahdi Akif sebagai Mursyid ‘Aam.
Ideologi
Pemahaman Ikhwan terhadap Islam bersifat universal, tidak mengenal
adanya pemisahan antara satu aspek dengan aspek lainnya. Kaitanya dengan
dakwah Ikhwan, Syaikh Hasan al-Banna mengatakan, “Gerakan Ikhwan adalah
dakwah salafiyah, thariqah sunniyah, haqiqah shufiyyah, lembaga
politik, klub olah raga, lembaga ilmiah dan kebudayaan, perserikatan
ekonomi dan pemikiran sosial.”
Dalam Risalah Ta’alim, Hasan al-Banna berkata, “Rukun Bai’at
kita ada sepuluh. Karena itu hafallah baik-baik. Yaitu: Faham, Ikhlas,
Amal, Jihad, Berkorban, Tetap pada pendirian, Tulus, Ukhuwah dan percaya
diri.” Kemudian beliau berkata, “Wahai saudaraku yang sejati! Ini
merupakan garis besar dakwah Anda. Anda dapat menyimpulkan
prinsip-prinsip tersebut menjadi lima kata, yaitu : sederhana, membaca
Al-Qur’an, shalat, sikap kesatria dan akhlaq.”
Sayyid Quthb, dalam bukunya Khashaish al-Tashawwur al-Islami wa Muqawwimatuhu, memberikan
gambaran tentang pemahamannya dan pemahaman Ikhwan. Lambang Ikhwan
adalah dua bilah pedang menyilang melingkari Al-Qur’an, ayat Al-Qur’an
dan tiga kata: haq (kebenaran), quwwah (kekuatan) dan hurriyyah
(kemerdekaan).
Penyebaran
Gerakan Ikhwan dimulai di Isma’iliyyah kemudian beralih ke Kairo.
Dari Kairo tersebar ke berbagai pelosok dan kota di Mesir. Akhir tahun
40-an, cabang Ikhwan di Mesir sudah mencapai 3000 dan tiap cabang
memiliki anggota yang cukup banyak.
Ikhwan meluas ke negara-negara Arab. Ia berdiri kukuh di Suriah,
Palestina, Yordania, libanon, Irak, Yaman dan lain-lain. Dewasa ini
anggota dan simpatisannya tersebar di berbagai penjuru dunia. Saat ini,
Ikhwan menjadi satu-satunya gerakan Islam terbesar di dunia yang mampu
menyatukan segala perjuangan dan umat Islam.