Ichimonji adalah merobek perut dengan jalan menusuk pedang ke bagian kiri, lalu menariknya ke sisi kanan. Sedangkan jumonji, menusukkan pedang ke ulu hati, kemudian menghelanya ke bawah sampai ke pusar, hingga mengeluarkan isi perutnya.
Setelah isi perur keluar, pelaku Harakiri akan menengadahkan kepala sebagai isyarat agar kepalanya segera dipengggal. Algojo yang mendampinginya kemudian memenggal kepalanya.
Harakiri (Seppuku) tidak dilakukan dengan sederhana, ada persiapan khusus sebelum seseorang bunuh diri. Selain harus berpakain putih yang bersih, samurai yang akan bunuh diri akan disajikan makan lezat sebelum upacara digelar.
Saat melakukan seppuku, pelaku akan dikawal algojo yang bertugas memenggal kepala pelaku, bila ia tak sampai mati dalam aksinya.
Seppuku pertama yang tercatat dalam literatur yakni terjadi pada 1180 ketika Minamoto No Yorimasa melakukan seppuku.
Sedangkan aksi harakiri (seppuku) terakhir kali dilakukan pada November 1970. Seorang sastrawan terkenal Jepang, Mishima melakukan ritual seppuku setelah bersama para pengikutnya menerobos masuk ke pangkalan militer Pasukan Bela Diri Jepang. Setelah berpidato dia lalu merobek perutnya dan seorang pengikut menebas batang lehernya setelah Mishima berteriak Tenno Heika Banzai ! (Hidup Kaisar!).
Meski sudah memasuki era modern, tradisi Harakiri masih dilakukan, namun menggunkan metode dan senjata yang berbeda. Saat Perang Dunia 1 dan 2, prajurit Jepang atau perwiranya yang mengalami kekalahan akan melakukan bunuh diri.
Caranya bisa dengan minum racun, seppuku, menembak diri atau mengantarkan nyawa di tengah berondongan senjata musuh. Sejarah mencatat, aksi tersebut dikenal dengan Kamikaze dan Ningen Gyorai.
Pasukan Kamikaze adalah pasukan pesawat udara yang dalam operasi berani mati melakukan misi bunuh diri. Sementara Ningen Gyorai adalah pasukan angkatan laut yang dikenal sebagai torpedo manusia. Seorang prajurit akan jadi penunggang peluru torpedo yang tentu saja akan ikut tewas ketika torpedo mengenai sasaran.
Lain lagi di Provinsi Okinawa. Ketika pasukan Amerika Serikat mendarat, prajurit dan rakyat ikut pula bunuh diri dalam sebuah bunuh diri massal yang mengerikan.
Tradisi ini juga dilakukan oleh kaum wanita. Ritual bunuh diri yajg dilakukan oleh wanita tersebut bernama Jigai.
Metode bunuh diri Jigai dilakukan dengan memotong urat merih yang berada di leher ( jugular vein). Proses bunuh diri ini dilakukan dalam satu kali tebas dengan menggunakan pisau tanto atau kaiken (belati atau pedang kecil yang selalu dibawa oleh anggota samurai).
Wanita Jepang yang akan melakukan Jigai duduk bersimpuh. Hal ini dilakukan agar wanita tersebut dapat meninggal secara anggun dan terhormat. Sehingga ketika pasukan musuh mendatangi rumah wanita tersebut, mereka akan mendapatinya tak lagi bernyawa.
Tak seperti Seppuku yang membutuhkan bantuan orang lain, Jigai dapat dilakukan sendiri oleh wanita. Karena prosesnya yang cepat, maka wajah dari wanita ini akan terlihat biasa saja tanpa rasa sakit, sehingga kehormatan dan keanggunan seorang wanita tetap terpancar.
Tradisi Jigai ini biasanya dilakukan oleh istri samurai yang telah melakukan Seppuku atau istri dari para ksatria yang kalah perang. Jigai dilakukan untuk menghindari tertangkap oleh musuh dan diperlakukan dengan tidak hormat.
Tradisi ini diajarkan turun-temurun dari ibu kepada anak perempuannya, karena tindakan bunuh diri ini dianggap mencerminkan kehormatan dan harga diri sebagai wanita.
Pada abad ke-12 hingga ke-20, terjadi ritual Jigai massal di Jepang. Misalnya saja pada akhir Perang Boshin, keluarga Saigo melihat sendiri lebih dari 20 wanita memilih untuk melakukan Jigai ketimbang menyerah saat kalah perang.
Referensi:
Tradisi Bunuh Diri Jepang, dari Seppuku hingga Ningen Gyorai
Liputan6.com
Jigai, Ritual Bunuh Diri Wanita Jepang agar Mati Terhormat
KUMPARAN News
Ritual Bunuh Diri Paling Mengerikan Tapi Terhormat, Hanya Ada di Jepang
TRIBUNnews.com