Ksatria Templar (bahasa Inggris: Knights Templar) adalah ordo militer Kristen terbesar dan paling kuat, disebut juga Para Perwira Miskin Kristus dan Bait/Kuil Nabi Salomo/Sulaiman alaihi salam (Baitul Maqdis) yang berpusat di Yerusalem. yang dibentuk pada 1119, setelah Perang Salib Pertama pada 1096, untuk membantu Kerajaan Yerusalem melindungi kerajaannya, dan untuk memastikan keamanan para peziarah Eropa yang pergi ke Yerusalem.
Dalam proses perekrutan, Ordo Templar menerima seluruh kalangan masyarakat untuk bergabung, tidak melihat asal-usulnya. Walaupun pada awalnya penerimaan dilakukan secara ketat, tetapi karena semakin lama semakin banyak anggota Ordo yang terbunuh, dihapuslah seluruh peraturan itu.
Ksatria Templar tiba di Tanah Suci (Palestina dan sekitarnya) untuk mengklaim harta karun yang mereka yakini sebagai haknya. Menuruh sejarahwan modern peneliti Templar, Tim Wallace-Murphy dan Christopher Knight, para ksatria yang tergabung dalam Ordo Templar merupakan gelombang bangsawan Eropa yang memiliki darah para Tetua Yahudi yang meninggalkan Tanah Suci sekitar 70M, ketika bangsa Romawi menghancurkan sebagian besar dari kota-kota penting seperti Yerusalem.
Sebelum meninggalkan negerinya, para Tetua ini menyembunyikan harta karun Bait Allah serta naskah-naskah berharga dari sekte Essene dan ilmu Kabbala di titik-titik strategis yang sulit ditemukan oleh pasukan Kaisar Titus yang mencari barang rampasan. Kemudian mereka hijrah ke Eropa, dan banyak diantaranya kemudian menikah ke dalam keluarga-keluarga bangsawan Eropa. Dari para Tetua ini, dua puluh empat diantaranya akan menjadi patriark dari sekelompok keluarga ningrat Eropa yang dikenal sebagai keluarga "Rex Deus" (artinya Raja Tuhan) atau "Bintang".
Selama ratusan tahun, rahasia lokasi harta karun tersebut diwariskan secara turun-temurun hingga waktu Perang Salib Pertama, ketika para anggota keluarga Rex Deus yang menjadi ksatria bergabung dalam petualangan ke timur yang mengatasnamakan agama, dan bertujuan mengalahkan kaum Muslim dan mengambil kembali harta keluarga mereka.
Kesembilan pendiri Ordo Templar merupakan anggota atau menikah dengan anggota keluarga Rex Deus. Salah satunya adalah Godfrey de Boullion, seorang jendral Prancis yang memimpin pasukan dalam Perang Salib Pertama melawan pihak Muslim. Sepupunya, Raja Baldwin II dari Yerusalem, membantu para Templar dalam mengambil harta karunnya, dengan menghadiahkan Mesjid al-Aqsa kepada Ordo tersebut untuk mereka gunakan.
Sisa-sisa penggalian oleh kaum Templar ditemukan pada tahun 1800 oleh detasemen Zeni Kerajaan Inggris dan sekarang menjadi milik keluarga peneliti Templar asal Skotlandia, Robert Brydon.
Nampaknya para Tetua Yahudi menyimpan banyak dari peninggalan mereka di area yang dikenal sebagai Kandang Kuda Sulaiman, karena disitulah para Templar banyak melakukan penggalian. Setelah sembilan tahun menggali, kesembilan Templar yang pertama telah mengambil harta dan dokumen yang memenuhi empat koper.
Ketika Raja Baldwin sakit mendadak dan meninggal, para Templar membawa harta mereka kembali ke Eropa dan singgah di St.Omer, Flanders (sekarang Belgia) untuk menyalin salah satu dokumen mereka dan diganti oleh seorang rahib bernama Lambert de St.Omer. Berjudul Yerusalem Surgawi, dokumen yang disalin sekarang tersimpan di perpustakaan Universitas Ghent, Belgia.
Setelah sebuah upacara khusus bersama Paus Honorius III pada Konsili Troyes di tahun 1128, dua dari Ksatria Templar, Hughes de Payen dan Andre de Montbard, mengangkut keempat koper tersebut ke Kilwinning, Skotlandia, yang juga merupakan lokasi Loji Induk Freemason.
Koper tersebut berdiam disana untuk waktu yang lama hingga akhirnya berpindah ke Kastil Sinclair di Roslin dekat Edinburgh. Keluarga Sinclair merupakan salah satu anggota Rex Deus dimana salah satu nenek moyangnya Catherine de Saint Clair menikahi Hughes de Payen sepuluh tahun sebelum dia mengambil sumpah dan menjadi rahib pada tahun 1128.
Oleh karena ikatan keluarga inilah, maka sebagian besar harta karun yang berhasil lolos dari Prancis pada tahun 1307 (ketika Ordo Templar dilarang oleh Raja Prancis), jatuh ke dalam tangan klan Sinclair.
Para bangsawan Sinclair dari Roslin menyimpan harta karun tersebut di kastil mereka hingga sebuah kebakaran melandanya dan mereka terpaksa memindahkan hartanya ke tempat yang lebih aman. Sepertinya memang ada hikmah dari kejadian tersebut, karena tidak lama setelah kebakaran, terjadi renovasi besar-besaran yang memungkinkan penyimpanan harta tersebut dengan aman.
Konfirmasi tersimpannya keempat koper tersebut diperoleh melalui penindaian area sekitar kapel tersebut selama dua puluh tahun, dimana ditemukan sebuah tempat penyimpanan bawah tanah yang mengandung empat koper besar. Tempat penyimpanan ini terdapat persis di bawah bagian yang paling dilindungi oleh kapel tersebut.
Jika, sebagaimana diyakini beberapa pihak, Kapel Rosslyn merupakan tiruan letak Bait Allah maka titik tersebut merupakan atau tempat tersuci dari yang suci. Periset Christoper Knight yakin bahwa kapel ini adalah tiruan Bait Allah di zaman Raja Herodes, sehingga terdapat juga bagian dinding luar yang sengaja tidak selesai.
Menurut Knight, tembok ini ditambahkan dengan sengaja untuk memberikan penampilan yang serupa dengan reruntuhan Bait Allah di masa Herodes, seperti waktu kaum Templar menggalinya. Jika benar, maka Kapel Rosslyn dibangun dengan meniru Bait Allah supaya harta karun yang diambil dapat dikembalikan secara simbolis ke versi tiruan dari lokasi penyimpanan harta karun yang asli.
Meskipun pandangan umum menyebutkan bahwa Perang Salib adalah ekspedisi militer yang dilakukan atas nama iman Kristiani, pada dasarnya keuntungan materilah yang menjadi tujuannya. Pada masa itu Eropa dilanda kemiskinan dan kesengsaraan yang berat, dan kemakmuran serta kekayaan bangsa-bangsa Timur, terutama Muslim, menarik perhatian mereka. Inilah yang menyebabkan perubahan tiba-tiba dari kebijakan cinta damai di kalangan Kristen Eropa menjadi agresi militer.
Kita bisa melacak jejak Perang Salib ke tahun 1095, tepatnya November 1095, pada saat Paus Urban II menyelenggarakan Konsili Clermont. Dalam Konsili ini, doktrin cintai damai yang semula mendominasi Dunia Kristen Eropa ditanggalkan, dan sebagai gantinya, menjelang akhir Konsili, Paus Urban II “memanggil” seluruh umat Kristiani Eropa-baik kaya atau miskin, raja atau rakyat biasa-untuk bersatu dan menggelar perang demi “membebaskan” tanah suci dari genggaman orang-orang “kafir” Muslim.
Paus Urban II menyebut pembebasan itu sebagai “Perang Suci”.
Minimnya pengetahuan bangsa Eropa terhadap Islam pada Abad Pertengahan menyebabkan propaganda Paus Urban II sangat mudah menyulut emosi umatnya. Disamping itu, Paus Urban II juga dikenal sebagai orator yang ulung.Dia berniat memantik kebencian di kalangan Kristen Eropa terhadap Kaum Muslim, terutama orang-orang Turki dan Arab, dengan mengatakan Kaum Muslim telah mengganggu peziarah Kristen dan merusak sejumlah tempat suci Kristiani di Jerusalem. Tentu saja, semua itu tidaklah benar.
Untuk menggalang lebih banyak massa, Paus Urban II bahkan menyatakan bahwa siapapun yang ikut serta dalam perang suci, maka seluruh dosa-dosanya akan diampuni, sehingga dalam waktu singkat saja, terbentuklah pasukan Pejuang Salib yang amat besar, terdiri dari para tentara profesional dan puluhan ribu rakyat biasa.
Para ahli sejarah percaya bahwa upaya Paus Urban II didorong oleh keinginannya untuk mendapatkan prestise sekaligus merintangi pencalonan seorang pesaingnya dalam kepausan. Sedangkan di balik sambutan penuh semangat dari para raja, pangeran dan bangsawan Eropa atas seruan Paus, tujuan mereka sebenarnya adalah keduniaan. Sebagaimana diungkapkan oleh Donald Queller dari Universitas Illinois,
“Ksatria-ksatria Perancis menginginkan lebih banyak tanah. Pedagang-pedagang Italia berharap untuk mengembangkan perdagangannya di pelabuhan-pelabuhan Timur Tengah...sementara sejumlah orang miskin bergabung dengan ekspedisi sekadar untuk melarikan diri dari kerasnya kehidupan sehari-hari mereka.”
Pada Perang Salib IV, keserakahan yang bagai tanpa batas ini mendorong pejuang Salib melakukan tindakan memalukan : merampok kota Kristen Konstantinopel dan melucuti daun-daun emas dari lukisan-lukisan dinding Kristiani di Hagia Sophia.
Kebiadaban Tentara Salib
Pada musim panas 1096, Tentara Salib dipecah menjadi tiga kelompok, setiap kelompok menempuh rute yang berbeda menuju Konstantinopel, untuk kemudian bertemu kembali. Kaisar Bizantium, Alexius I, melakukan segala yang bisa dia lakukan untuk melayani Pasukan besar ini, yang terdiri dari 4000 ksatria berkuda dan 25000 prajurit infantri.
Raymond IV de Saint Gilles atau Count Toulouse; Bohemond, Duke Of Taranto: Godfrey de Bouillon;Hugh, Count of Vermandois; dan Robert Duke Of Normandy menjadi panglima-panglima pasukan Salib ini, sementara Uskup Adhemar le Puy, teman dekat Paus Urban II, menjadi penasihat spiritual mereka.
Setelah menghancurkan banyak kota dan desa di sepanjang perjalanan mereka, Tentara Salib akhirnya tiba di luar kota Jerusalem pada 1099. Setelah melakukan pengepungan selama lima minggu, benteng kota Jerusalem pun runtuh. Pasukan Salib menghambur masuk bagai sekawanan binatang buas yang lepas dari kandangnya. “Mereka membunuh semua orang Saracen dan Turki yang mereka temukan...baik laki-laki maupun wanita”
Tentara Salib membantai siapapun yang mereka lihat dan merampas apapun yang tampaknya berharga. Mereka membunuh orang-orang Muslim dan Yahudi, merusak tempat ibadat mereka, tanpa pandang bulu. Salah seorang pejuang Salib, Raymond de Aguiles, membanggakan kekejaman ini dengan sombong.
Pemandangan yang menakjubkan untuk dilihat: sebagian orang-orang kami (dan ini lebih murah hati) memenggal kepala-kepala musuh; yang lainnya menembak mereka dengan panah sehingga mereka berjatuhan dari menara-menara; yang lain lagi menyiksa lebih lama dengan melemparkan mereka ke dalam api. Gundukan kepala, tangan dan kaki tampak di jalan-jalan kota. Orang harus mencari jalan diantara tumpukan mayat dan kuda. Tapi itu hanya hal kecil bila dibandingkan dengan apa yang terjadi di Kuil Sulaiman...di dalam Kuil dan serambi Sulaiman, orang-orang berkuda berkubang darah hingga ke lutut dan tali kekang mereka.
Di dalam karyanya, The Monks Of War, peneliti sejarah Desmond Seward menarasikan kejadian yang tragis ini,
Jerusalem bagai dilanda badai pada bulan Juli 1099. Kerusakan hebat yang ditimbulkan oleh Pejuang Salib menunjukkan betapa minimnya kemampuan Gereja dalam mengkristenkan insting manusia. Seluruh populasi Jerusalem dibantai di ujung pedang, Muslim maupun Yahudi, 70000 orang, laki-laki dan perempuan mengalami holocaust selama tiga hari. Darah menggenang di jalan sampai ke mata kaki dan kuda yang melewatinya mencipratkan darah ke pinggir jalan
Menurut sumber sejarah yang lain, jumlah Muslim yang dibantai adalah 40.000 orang. Berapapun jumlah sebenarnya dari mereka yang dibantai oleh pejuang Salib, apa yang dilakukan oleh pejuang Salib di Tanah Suci adalah contoh konkrit kebiadaban yang mengatasnamakan agama.
Perang Salib I berakhir dengan jatuhnya Jerusalem pada 1099. Setelah 460 tahun di bawah pemerintahan Kaum Muslim, Tanah Suci jatuh di bawah kekuasaan Kaum Kristiani. Para pejuang Salib kemudian mendirikan Kerajaan Latin yang wilayahnya membentang dari Palestina hingga Antiokia, dengan Jerusalem sebagai ibukotanya.
Selanjutnya, Pejuang Salib berusaha meneguhkan kekuasaannya di Timur Tengah. Untuk mempertahankan negara yang baru saja mereka bentuk, mereka perlu mengorganisasikan diri sendiri, termasuk mengorganisasikan militer demi pertahanan. Dengan alasan itu pula, dibentuklah sejumlah ordo-ordo militer. Anggota-anggota orde militer ini-yang bermigrasi dari Eropa ke Palestina- menjalani kehidupan layaknya biarawan. Namun pada saat yang sama, mereka juga dilatih untuk memerangi Kaum Muslim.
Secara khusus, salah satu dari ordo-ordo ini berbeda dengan yang lainnya. Ia mengalami transformasi yang kelak akan memengaruhi jalannya sejarah, tidak hanya di Eropa, melainkan juga dunia. Nama ordo ini: KSATRIA TEMPLAR.
Terbentuknya Ordo Templar
Sekitar 20 tahun setelah penaklukan Jerusalem oleh Tentara Salib dan pembentukan Kerajaan Latin, Ordo Ksatria Templar muncul untuk pertama kalinya di panggung sejarah, menggunakan nama lengkap Pauperes commilitones Christi Templique Salomonis atau Tentara Miskin Pengikut Yesus Kristus dan Kuil Sulaiman.Ordo militer ini dibentuk pada tahun 1118 oleh sembilan Ksatria Salib: Hugues de Payens, Geoffrey de St.Omer, Rossal, Gondamer, Geoffrey Bisol, Payen de Montdidier, Archambaud de St. Agnat, Andre de Montbard, dan Hugh Conte de Champagne. Kesembilan ksatria yang telah bergabung ini kemudian menghadap Baldwin II, Kaisar Jerusalem, meminta kepada raja agar mereka diberi tugas dan tanggungjawab untuk menjaga keselamatan dan harta para peziarah Kristen yang kini berdatangan ke Jerusalem dari segala penjuru Eropa.
Kaisar Jerusalem, Baldwin II, kenal dengan Hugues de Payens, dan hal itu sudah cukup bagi kesembilan ksatria ini untuk mendapatkan permintaan mereka. Sebuah distrik di Jerusalem di mana Kuil Sulaiman dulu pernah berdiri (termasuk kawasan Masjid Al Aqsa), menjadi inspirasi nama bagi kelompok yang dibentuk oleh sembilan ksatria ini.
Selanjutnya, kawasan yang kelak dinamakan Temple Mount itu menjadi markas besar Ksatria Templar selama hampir 70 tahun. Dalam waktu singkat Para Templar yang menyebut dirinya “Tentara Miskin” menjadi sangat makmur. Mereka mengontrol penuh para peziarah Kristen yang berdatangan dari Eropa ke Palestina, dan menjadi kaya dari uang para peziarah tersebut.
Mereka pula yang pertama kali mengenalkan sistem cek dan kredit, menyerupai yang ada di sebuah bank. Menurut penulis Inggris, Michael Baigent dan Richard Leigh, mereka membangun semacam kapitalisme abad pertengahan, dan merintis jalan menuju perbankan modern dengan transaksi mereka yang berbasis bunga
Pertanyaannya, mengapa Templar menjadikan kawasan Temple Mount sebagai markas besar?
Saat menghadap Raja Baldwin, kesembilan ksatria yang tergabung menjadi Ordo Templar ini sebenarnya memang sudah memilih kawasan itu untuk dijadikan “tempat” mereka. Alasan utama mengapa Templar memilih kawasan Temple Mount sebagai markas besar adalah karena mereka mengetahui apa yang tidak diketahui oleh Penguasa Kristen di Jerusalem saat itu: bahwa di reruntuhan Kuil Herod, tersimpan sebuah rahasia.
Misi Utama Ordo Templar
Pada masa itu, ada sejumlah biarawan prajurit (warrior monk) di Jerusalem, dan mereka menjalankan dengan patuh segala perintah sebagaimana yang ditetapkan dalam piagam bagi ordo militer. Mereka tidak meminta tugas, melainkan melaksanakannya. Sebaliknya, Templar, mereka meminta untuk diri sendiri “tugas kemanusiaan” yang wilayah cakupannya membentang antara Haifa dan Jerusalem-tugas yang jelas mustahil bisa dilaksanakan oleh sembilan ksatria saja. Namun belakangan kita akan ketahui, Templar sengaja meminta tugas ini untuk mendapatkan sesuatu yang lain, alih-alih melaksanakan tugas kemanusiaan.
Penulis buku The Hiram Key, Christopher Knight dan Robert Lomas-keduanya anggota Freemason-mengungkapkan asal-usul dan tujuan Ordo Ksatria Templar. Menurut mereka, Templar menemukan sebuah “rahasia” di reruntuhan Kuil Herod. “Rahasia” ini kemudian mengubah cara pandang mereka terhadap dunia. Selanjutnya, mereka mengadopsi filsafat non Kristiani itu dalam kehidupan mereka.
Tidak ada bukti konkrit yang menunjukkan bahwa selama berkuasa di Temple Mount Templar telah menjalankan perlindungan terhadap peziarah Kristen yang berdatangan ke Jerusalem. Di sisi lain, terdapat bukti-bukti nyata bahwa Templar telah melakukan penggalian atau ekskavasi yang intensif di reruntuhan Kuil Herod. Sejarawan Perancis, Gaetan Delaforge juga menyatakan hal yang sama.
Tugas sebenarnya dari sembilan ksatria itu adalah melakukan penyelidikan di daerah tersebut untuk mendapatkan berbagai barang peninggalan dan naskah yang berisi intisari dari tradisi-tradisi rahasia Yahudi dan Mesir Kuno.
Pada akhir abad ke-19, Charles Wilson dari Royal Engineering mulai melakukan penelitian arkeologis di Jerusalem. Penelitian yang dia lakukan membawanya kepada kesimpulan bahwa Templar telah mendatangi Jerusalem untuk mempelajari reruntuhan kuil tersebut. Wilson menemukan jejak-jejak penggalian di bawah pondasi kuil dan menyimpulkan hal ini dilakukan dengan peralatan milik Templar. Charles Wilson mengatakan, sebenarnya, “rahasia” apa yang diperoleh Templar, yang membuat cara pandang mereka berubah?
Menurut pandangan umum dari banyak peneliti, “rahasia” itu adalah Kabbalah. Kabbalah adalah hasil sinkretisme antara kepercayaan pagan (penyembahan berhala) dengan tradisi Yahudi (Judaisme). Selama berabad-abad, Kabbalah diasosiasikan dengan sihir, terutama sihir dari zaman Mesir Kuno. Kabbalah menjadi dasar bagi kepercayaan menyimpang yang dipraktikkan oleh Ordo Ksatria Templar.
Secara harfiah, Kabbalah berarti “tradisi lisan”. Bagian esoterik dari mistik Yahudi, Kabbalah juga disebutkan sebagai pelajaran untuk mengetahui rahasia dan makna tersembunyi dalam Taurat. Tetapi ketika kita mengkaji lebih dekat, kita akan menemukan faktanya sama sekali berbeda. Kabbalah tidak memiliki kaitan sedikitpun dengan Taurat. Kabbalah adalah suatu sistem yang berakar kepada penyembahan dan pemujaan terhadap berhala, bahwa ia ada sebelum Taurat, dan menjadi tersebar luas bersama agama Yahudi setelah Taurat diturunkan (adanya proses sinkretisasi).
Ajaran Kabbalah sebenarnya sudah ada di Eropa bahkan sebelum Perang Salib terjadi. Pusat Kabbalah Abad Pertengahan di Eropa adalah sebuah kota kecil di Perancis bernama Narbonne, dan anggotanya berasal dari komunitas Yahudi Azkhenazi. Para ksatria yang membentuk Ordo Templar adalah anggota dari Kabbalah Abad Pertengahan ini. Para Kabbalist Eropa ini, sudah sejak lama ingin “mengambil kembali” naskah-naskah kuno yang tersimpan di reruntuhan Kuil Herod, tapi niat mereka terhalang oleh keberadaan penguasa Muslim di Jerusalem.
Ketika Jerusalem akhirnya jatuh pada Perang Salib I, Ksatria Templar melakukan penggalian di Kuil Herod, dan menemukan naskah Sepher ha Bahir, naskah kuno mistik Kabbalah yang konon diciptakan pada masa kekuasaan Nebukadnezar di Babilonia. Penemuan ini dengan segera menghidupkan kembali tradisi mistik Kabbalah, dan menciptakan revolusi kultural terhadap tradisi Kabbalah di Eropa.
Selama ratusan tahun kemudian, Kabbalah dijadikan sumber bagi ilmu-ilmu sihir, dan saat ini kita menyaksikan, betapa sihir telah mendapatkan pengikut tidak hanya dari komunitas Yahudi, tapi juga umat manusia di berbagai penjuru dunia. Templar melakukan penggalian di Jerusalem untuk mendapatkan naskah Kabbalah, yang dengan mempelajari naskah tersebut, mereka berharap bisa memperoleh kekuasaan melalui kekuatan supranatural.
Perkembangan Ordo Templar
Dengan masuknya anggota baru ke dalam Ordo, Templar mengalami perkembangan yang cukup cepat. Tahun 1120, Foulgues d’Angers menjadi anggota Ordo, disusul kemudian oleh Hugo Count de Champagne pada 1125. Kemisteriusan yang menyelubungi Ordo Templar dan pengajaran mistik mereka mendapatkan perhatian khusus dari kalangan aristokrat (bangsawan) Eropa. Dalam Konsili Troyes yang diselenggarakan tahun 1128, Lembaga Kepausan akhirnya mengetahui keberadaan Ordo Templar di Tanah Suci.
Hubungan antara Paus dengan Ordo Templar pada masa ini dibeberkan dalam sebuah artikel yang dimuat di jurnal Mason Turki, Mimar Sinan. Untuk mendapatkan persetujuan dari Paus terhadap eksistensi ordo ini, Imam Besar (Grand Master) Templar, Hugues de Payens, ditemani oleh lima kstaria, mengunjungi Pope Honorius II. Hugues de Payens kemudian menyerahkan dua lembar surat untuk Paus-yang pertama dari golongan penguasa Jerusalem, dan yang kedua dari King Baudoin II. Kedua surat itu menjelaskan tentang tugas-tugas mulia Ordo Templar, pelayanannya terhadap Kekristenan, dan hal-hal baik lainnya.
Pada 13 Januari 1129, Konsili Troyes mengadakan pertemuan. Orang-orang yang hadir dalam pertemuan ini adalah para pejabat tingkat tinggi Gereja, termasuk Kepala Biara Citaeux, Etienne Harding dan Bernard, Kepala Biara Clairvaux. Dalam pertemuan ini, tercapai kesepakatan bahwa ordo yang dibentuk Hugues de Payens dan delapan ksatria lainnya ini diberi nama Tentara Miskin Pengikut Yesus Kristus, dan Bernard, Kepala Biara Clairvaux, diangkat menjadi pejabat yang akan menyiapkan Kaidah bagi Para Templar (Rule for The Templars). Pada tahun itu, Ordo Templar secara resmi diakui berdiri.
Sosok yang kemudian “berperan” penting dalam mengembangkan pengaruh Ordo Templar adalah St. Bernard, orang yang juga menyusun Rule for The Templars. Diangkat sebagai Kepala Biara Clairvaux pada usia 25, dia menjadi juru bicara Gereja yang sangat dihormati dan memiliki pengaruh yang besar terhadap Paus serta Raja Prancis. Yang perlu dicatat, St. Bernard adalah sepupu Andre de Montbard, salah satu pendiri Ordo Templar. Kaidah bagi Para Templar ditulis oleh St Bernard berdasarkan prinsip-prinsip dasar Cistercian Order, dan meskipun Templar mengadopsi banyak peraturan dari kelompok biarawan tersebut, mereka tetap melaksanakan praktik bidah yang dilarang oleh Gereja.
Besar kemungkinan, St.Bernard adalah korban penipuan Templar; Templar telah memanfaatkan kepercayaannya dan, yang terutama, statusnya yang sangat dihormati di Dunia Kristen Eropa, demi membesarkan pengaruh mereka sendiri. St Bernard, yang tampaknya tidak menyadari bahwa dirinya sedang dimanfaatkan, menuliskan buku puji-pujian untuk Ordo Templar yang diberi judul De Laude Novae Militae atau Pujian Kepada Persaudaraan Ksatria Baru, untuk memenuhi permintaan Imam Besar Templar, Hugues de Payens. Waktu itu, St.Bernard sudah menjadi orang kedua yang paling berpengaruh di Dunia Kristen Eropa setelah Sang Paus.
Karya St.Bernard, De Laude Novae Militae dengan cepat tersebar ke seluruh Benua Eropa, dan dalam waktu yang singkat, banyak orang menjadi bersimpati kepada Templar dan memutuskan bergabung dengan ordo ini. Dalam waktu yang hampir bersamaan pula, sejumlah hadiah, penghargaan, dan donasi uang dari sejumlah keluarga Monarki dan Baron dari seluruh Eropa tiba di depan pintu rumah Ordo Templar. Dengan kecepatan yang sungguh mengagumkan, ordo yang semula hanya beranggotakan sembilan ksatria ini berubah menjadi ordo yang besar dan memiliki pengaruh yang kuat.
Berkat karya St.Bernard pula, Templar mendapatkan keistimewaan yang belum pernah didapatkan ordo militer lainnya. Templar telah berubah menjadi organisasi militer, perdagangan, dan keuangan yang paling sukses di Eropa selama Abad Pertengahan. Ketika keberadaan Templar tersebar dari mulut ke mulut sebagai sebuah legenda, organisasi ini telah menjelma menjadi perusahaan multinasional yang memiliki kekayaan luar biasa dan memiliki 1000 pegawai yang terlatih!
Dalam waktu yang relatif singkat, Templar telah menjadi organisasi otonom yang bertanggungjawab langsung kepada Paus, dan tidak pernah membayar pajak apapun kepada raja atau negara manapun untuk setiap aktivitas mereka. Kekayaan Templar terus bertambah setiap hari bagaikan bunga yang mereka tetapkan dalam perbankan. Sementara di Jerusalem, kekuasaan Templar yang legendaris terus berlanjut hingga kejatuhan Acre pada 1291. Pada masa kejayaannya di Jerusalem, Templar menguasai jalur pelayaran dari Eropa ke Palestina, jalur yang biasa digunakan oleh para peziarah yang ingin mengunjungi Tanah Suci.
Pada 1147, setidaknya ada 700 kstaria Templar berikut 2400 pelayannya di Jerusalem. Di berbagai penjuru dunia, terutama di Eropa, sekitar 3468 kastil sudah menjadi milik Ordo Templar. Mereka membangun banyak rute sekaligus pos perdagangan baik di darat maupun di laut, memperoleh banyak harta rampasan dari setiap peperangan yang mereka ikuti. Pendek kata, diantara negara-negara Eropa, Templar tiba-tiba saja menjadi kekuatan politik yang sangat diperhitungkan, dan seringkali dipanggil untuk menyelesaikan konflik antar negara Eropa (mirip PBB/United Nation pada zaman modern).
Di dalam buku The Temple and the Lodge, penulis Michael Baigent dan Richard Leigh menyebutkan pengaruh Templar sesungguhnya sudah meluas ke seluruh daratan Eropa. Mereka berada dimana saja, bahkan memainkan peranan penting dalam penciptaan Magna Carta di Inggris. Mereka adalah bankir-bankir terkuat dan paling kaya pada masanya sekaligus kekuatan militer yang paling besar di Eropa. Mereka merancang dan mendanai pembangunan katedral, mewadahi berbagai transaksi internasional, bahkan mensuplai pengurus rumah tangga bagi keluarga-keluarga kerajaan.
“Rentenir Kristen”
Menurut Alan Butler dan Stephen Dafoe Ksatria Templar adalah pemodal-pemodal yang ahli, yang menggunakan teknik perdagangan yang belum dikenal bangsa Eropa pada masa itu. Mereka mempelajari teknik-teknik seperti itu dari sumber-sumber Yahudi, namun dalam pelaksanaannya mereka mengembangkannya sedemikian rupa dengan cara mereka sendiri demi memperluas kerajaan keuangan mereka.
Walaupun praktik riba pada masa itu (Abad Pertengahan) diharamkan oleh Gereja Katolik, Templar sama sekali tidak mengindahkan peraturan ini dan tetap menjalankan praktik perbankan dengan sistem bunga. Hebatnya, pihak Gereja Katolik yang mengetahui bahwa Templar menghalalkan riba tidak berani menurunkan sanksi terhadap Ordo yang menyimpang ini. Mengapa? Sebagian peneliti meyakini, Templar pada saat itu sudah tumbuh menjadi kekuatan yang sangat kaya dan berkuasa, sehingga tidak seorang pun berani berbicara melawan mereka atau melakukan tindakan menentang mereka. Keadaan seperti ini membuat Templar menjadi besar kepala, sehingga mereka tidak lagi mau tunduk kepada raja dan Paus, bahkan menantang otoritas mereka.
Pada Abad ke-12, perjalanan di Eropa, terutama perjalanan dagang, adalah kegiatan yang penuh dengan risiko. Para pedagang yang membawa uang atau komoditas berharga lainnya harus bertindak hati-hati dan menjaga barangnya dengan ketat karena bandit bisa muncul kapan saja dan dimana saja. Templar yang memahami keadaan ini, berhasil memetik keuntungan dari kondisi yang ada, dengan menjalankan sebuah sistem perbankan yang sebenarnya cukup sederhana, yang kelak kita kenal sebagai “cek”.
Contohnya, jika seorang pedagang hendak bepergian dari London ke Paris, yang pertama dia lakukan adalah mendatangi kantor Templar di London dan menyimpan uangnya di sana. Sebagai gantinya, dia akan mendapatkan sebuah catatan yang berkode dari kantor Templar. Saat sang pedagang tiba di Paris, dia bisa menukarkan catatan berkode itu di kantor Templar Paris, dan mendapatkan kembali uang yang dia simpan di London. Tentu saja, setelah dikurangi fee dan bunga.
Sistem yang sepertinya menawarkan banyak kemudahan ini kemudian digunakan oleh sebagian besar peziarah yang kaya, yang datang ke Jerusalem menggunakan rute yang dikuasai oleh Ordo Templar juga. Cek yang dikeluarkan oleh bank milik Templar di Eropa, bisa dicairkan di bank milik Templar di Palestina, tentu saja setelah dipotong bunga yang sangat besar dan fee.
Uang, bank, dan bunga, selalu menjadi perhatian utama para Templar pada Abad Pertengahan yang dilanjutkan oleh keturunan mereka yang sekarang menguasai dunia. Dengan cara seperti inilah, memanfaatkan uang dan kekayaan orang lain, Templar membangun kerajaan bisnisnya, menjadikan diri mereka sangat kaya dan berkuasa. Dalam bukunya The Temple and the Lodge, penulis Michael Baigent dan Richard Leigh menyatakan bahwa Templar adalah peletak dasar perbankan modern dan sistem ekonomi kapitalis yang kelak dianut oleh bangsa Eropa dan Amerika Serikat. Pada masanya, Templar telah mengembangkan “kapitalisme Abad Pertengahan”. Mereka meminjamkan uang dengan bunga mencapai 60 % dan mengontrol pergerakan uang di Eropa.
Menggunakan metode yang menyerupai bank swasta modern, Templar mengambil keuntungan baik dari perdagangan maupun perbankan, termasuk juga dari harta donasi dari sejumlah peziarah yang kaya atau aristokrat Eropa yang dekat dengan mereka. Mereka telah berkembang menjadi perusahaan multinasional yang kaya dan sangat berpengaruh. Kekuatan keuangan yang dimiliki oleh Templar pada akhirnya menguasai sistem keuangan di sejumlah kerajaan di Eropa, terutama Inggris dan Perancis, dan keluarga dua kerajaan tersebut berhutang sangat banyak kepada Templar. Hutang-hutang ini menyebabkan para raja itu hidup dibawah kekuasaan Templar, berharap Templar berkenan meminjamkan uang, dan pada akhirnya menjadikan keluarga-keluarga kerajaan sangat bergantung kepada keberadaan Templar. Jika sudah begini, Templar bisa dengan mudah memanipulasi para raja dan keluarganya, mempengaruhi kebijakan nasional sang raja, sehingga berpihak kepada kepentingan mereka.
Jika sebuah negara sudah jatuh ke dalam jerat hutang para bankir internasional seperti Templar, maka pada detik itu juga, negara itu sudah kehilangan kedaulatannya dan yang berkuasa sesungguhnya adalah para korporat/bankir tersebut. Raja atau pemimpin negara, tak ubahnya boneka mereka, yang bisa disingkirkan kapanpun mereka suka. Dengan cara seperti inilah, Templar membangun kekuatan politiknya di Eropa, dan menjadikan mereka organisasi yang kuat dan sangat sulit ditumpas di benua itu, meskipun kedudukan mereka di Palestina berhasil diruntuhkan oleh Umat Islam yang dipimpin oleh Shalahuddin Al Ayubbi.
Perang Hattin
Menyusul wafatnya Baldwin I, Raja Kerajaan Latin di Jerusalem, pada 1186, Guy de Lusignan-yang dikenal memiliki hubungan akrab dengan Ksatria Templar-dinobatkan sebagai Raja Jerusalem yang baru. Reynald de Chatillon, pangeran dari Antiokia, menjadi sahabat terdekat Sang Raja. Setelah terlibat dalam Perang Salib II, Reynald “beristirahat” di Jerusalem, dimana dia menjalin persahabatan dengan Ksatria Templar.Di Jerusalem, Reynald de Chatillon sangat terkenal dengan kekejamannya. Dia adalah pendukung Ksatria Templar yang menginginkan perang dengan Shalahuddin Al Ayubbi demi dominasi total seluruh kawasan Timur Tengah. Perang ini benar-benar terlaksana pada 4 Juli 1187 - sejarah menyebutnya Perang Hattin. Lebih dari 20000 prajurit infantri Tentara Salib beserta ribuan ksatria berkuda yang berangkat ke perang ini. Namun Shalahuddin Al Ayubbi dan pasukannya berhasil menyapu Tentara Salib, membuat ribuan dari mereka kehilangan nyawa, dan mereka yang masih hidup ditangkap. Diantara yang tertangkap adalah Guy de Lusignan dan Reynald de Chatillon.
Sultan Shalahuddin yang mengerti kekejaman Templar, menghukum mati mereka semua, termasuk diantaranya Reynald de Chatillon dan Imam Besar Ordo Templar.Akan halnya Guy de Lusignan, ia dibebaskan setelah dipenjara selama satu tahun di Nablus.
Setelah kemenangannya di Hattin, Salahuddin membawa pasukannya untuk membebaskan Jerusalem. Meskipun mengalami kekalahan telak dalam mempertahankan Jerusalem, sejumlah anggota Templar berhasil menyelamatkan diri dan bersama Umat Kristen lainnya kembali ke Eropa. Sebagian besar diantaranya pergi ke Perancis dan, berkat status istimewa mereka di Eropa, anggota Templar yang kembali ini berhasil meningkatkan lagi kekuasaan dan kekayaan mereka, hingga mereka tumbuh menajdi “negara di dalam negara” di banyak negara Eropa.
Dalam situasi ini, anggota Templar mendapatkan pertolongan dari teman bangsawan Kerajaan Inggris, Richard Si Hati Singa. Raja Richard menjual pulau Siprus kepada Ksatria Templar, dan yang terakhir ini segera mengubah pulau itu menjadi basis sementara mereka, sebelum mereka menguatkan kedudukan di Eropa, lalu “merebut kembali” Palestina. Cita-cita Templar untuk kembali ke Palestina ini baru terwujud 800 tahun kemudian, ketika negara Israel berdiri di atas tanah milik bangsa Palestina.
Siprus: Markas Sementara
Untuk memahami hubungan antara Siprus dengan Ordo Templar, kita harus menatap lagi peristiwa demi peristiwa yang berpuncak pada pecahnya Perang Salib III. Pada 4 Juli 1187, Jerusalem berhasil direbut kembali oleh Kaum Muslim. Raja Jerusalem, Guy de Lusignan ditangkap lalu dibebaskan setahun kemudian, setelah bersumpah tidak akan menyerang Kaum Muslim lagi.Jerman, Perancis dan Inggris membuat keputusan bersama untuk melancarkan Perang Salib III yang bertujuan mengambilalih lagi Jerusalem yang berhasil dikuasai Umat Islam. Namun sebelum melancarkan serangan inti ke Kota Suci Jerusalem (Al Quds) Tentara Salib III memutuskan untuk merebut sebuah pelabuhan, dimana mereka bisa mendaratkan pasukan dan mengatur suplai makanan dan senjata. Jerman, Perancis dan Inggris sepakat memilih pelabuhan Acre; dan Raja Phillip dari Perancis serta Raja Richard dari Inggris memulai pelayaran mereka.
Tak lama setelah armada laut Inggris menaklukkan Siprus, salah satu Imam Templar-bukan Imam Besar-Robert de Sable mendatangi Raja Richard, membawa proposal untuk membeli Siprus dengan harga 100000 bezants (mata uang emas Kekaisaran Byzantium), bahkan de Sable berani membayar uang panjar sebesar 40000 bezants saat itu juga jika Raja Richard berkenan. Bagaimana Templar bisa mengeluarkan begitu banyak uang setelah kekalahan mereka di Hattin, jelas menunjukkan betapa kayanya ordo ini.
Tahun 1291, Acre jatuh ke tangan Kaum Muslimin, mengakhiri keberadaan Kaum Kristiani Eropa di Timur Tengah, dan Templar pun turut serta pergi meninggalkan kawasan tersebut. Sebagian dari Templar menetap di Siprus, dan membangun sebuah markas di pulau ini. Setelah terusir dari Tanah Suci, tujuan Templar selanjutnya adalah memiliki kerajaan sendiri di Eropa, seperti yang dialami oleh Ordo Ksatria Teutonic di Eropa Utara. Hanya saja, Templar menginginkan kerajaannya berdiri di pusat peradaban Eropa-kemungkinan Perancis.
Di Eropa, di bawah bimbingan dan perlindungan Imam-Imam mereka yang bermarkas di Perancis, Templar kembali menjalankan ativitas mereka dengan kebebasan yang luar biasa; perbankan dengan riba, kapitalisme Abad Pertengahan, dan ritual Kabbalah. Imam Besar Templar menikmati kedudukan yang seimbang dengan raja-raja Eropa; dan Kaum Templar memiliki begitu banyak tanah di Benua Biru ini, dari Denmark hingga Italia. Templar juga membangun kekuatan militernya secara besar-besaran demi mendukung kekuatan politiknya. Dan karena hampir semua keluarga kerajaan di Eropa berhutang kepada Templar, mereka mulai merasakan ordo ini sebagai ancaman yang menakutkan bagi masa depan mereka sendiri.
Kemunduran dan Terbongkarnya Kedok Templar
Setalah penaklukan Acre oleh Kaum Muslimin pada 16 Juni 1291, yang sekaligus mengakhiri kisah panjang pendudukan Tentara Salib, Templar kembali ke Eropa. Mereka terus memperkuat pengaruh politik mereka, menambah jumlah prajurit secara besar-besaran, dan mengumpulkan semakin banyak kekayaan. Namun, dimulai dari titik ini, sejarah kemudian berbalik melawan Templar.Ketika jumlah anggota dan kekayaan mereka bertambah banyak, kesombongan, keserakahan, ketamakan, dan sikap tirani para anggota Templar juga ikut meningkat. Pada masa itu, Templar sudah menjadi kekuatan yang berseberangan dengan Gereja, baik secara kepercayaan, pengajaran, maupun ritual agama. Hal ini bisa dimaklumi mengingat Templar bukanlah penganut Kristen, melainkan pemeluk doktrin pagan Kabbalah. Dan ketika kekuatan mereka meningkat, mereka mulai terbuka untuk menunjukkan “jati diri” sesungguhnya.
Kerajaan-kerajaan di Eropa, terutama Perancis, mulai menunjukkan “kegerahannya” terhadap intrik demi intrik yang dilakukan Templar di panggung politik Eropa. Setelah berinteraksi sekian lama dengan anggota Templar, raja dan rakyat Eropa akhirnya menyadari bahwa mereka yang menyebut dirinya Ksatria Miskin Pengikut Yesus Kristus ini bukanlah tipe ksatria religius seperti yang digambarkan sebelumnya. Puncaknya pada 1307, Raja Phillip dari Perancis dan Paus Clement V mengetahui bahwa tujuan Templar sebenarnya adalah mengubah kekuatan politik di Eropa, sekaligus mengubah keyakinan masyarakatnya kembali menjadi pagan. Pada Oktober 1307, Paus Clement V dan Raja Phillip mengerahkan pasukannya untuk menghancurkan ordo Templar yang menyimpang tersebut.
Wajah Asli Ordo Templar
Pejuang yang rendah hati, yang berjuang tulus demi Kristiani-inilah wajah yang ditampilkan Templar kepada publik. Pada awal perkembangannya, Templar memperlihatkan dirinya sebagai sekumpulan orang suci yang melakukan kebajikan besar demi agama, serta “penolong” bagi orang-orang miskin dan mereka yang membutuhkan. Sungguh menakjubkan bagaimana mereka mampu menciptakan citra positif bagi kelompoknya, sementara pada saat yang bersamaan, menjalani kehidupan yang menyimpang dari kaidah agama. Beberapa diantara orang-orang yang mengetahui “wajah asli” Templar tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkan kebenaran dan melawan kekuatan yang sangat besar ini.Sebagaimana telah dituturkan sebelumnya, saat melakukan penggalian di Jerusalem, Templar menemukan “rahasia” besar yang telah lama mereka cari: Kabbalah-sebuah pengetahuan kuno tentang sihir dan mistik yang berasal dari zaman pagan kuno. Kabbalah kemudian menjadi akidah Templar, menggantikan Kristen yang sejak awal memang tidak mereka yakini dengan tulus.
Pada masa awal kelahirannya, Templar melaksanakan ritual pagan Kabbalah-nya secara sembunyi-sembunyi. Namun seiring meningkatnya kekuasaan, kekayaan dan pengaruh politik mereka di Eropa, serta keyakinan mereka bahwa masyarakat Eropa telah berhasil diyakinkan bahwa mereka adalah sekumpulan orang suci, para anggota Templar mulai kurang berhati-hati dalam melaksanakan ritual pagannya. Kecerobohan ini mengakibatkan beberapa orang melihat penyimpangan yang dilakukan mereka, dan bisik-bisik pun seketika beredar di tengah masyarakat.
Apa yang dilakukan oleh para “ksatria”kaya itu di balik pintu istananya?
Keserakahan, ketamakan, kekejaman, dan perilaku menyimpang anggota Templar perlahan-lahan diketahui oleh masyarakat, dan menyebabkan timbulnya kecurigaan yang besar terhadap kelompok ini. Kecurigaan muncul di kalangan masyarakat hingga kaum bangsawan. Sementara Lembaga Kepausan sendiri meyakini bahwa Templar, yang semakin lama semakin tidak bisa dikontrol, telah menjalani kehidupan yang menyimpang dari agama. Paus kemudian mencabut hak-hak istimewa yang dimiliki oleh Ordo Templar.
Rumors terkait Ordo Templar pun membubung ke langit Eropa. Terdapat sejumlah tuduhan yang bisa dipercaya, bahwa Templar melakukan praktik yang diharamkan, semacam ritus rahasia yang diselenggarakan di dalam istana-istana mereka, yaitu ritual pemujaan terhadap Setan. Selain itu mereka juga melakukan bermacam tindakan amoral seperti homoseksualitas dan pedophilia. Tuduhan itu dikuatkan dengan sejumlah fakta aktual-kesaksian dari para pelayan yang bekerja di istana-istana ordo Templar.
Clement V, Paus yang terpilih pada 1305, mendapatkan tekanan dari sejumlah uskup daerah, dan juga Raja Perancis, terkait eksistensi Ordo Templar. Singkat kata, para uskup daerah dan Raja Philip menginginkan Paus Clement V mengeluarkan keputusan yang bisa menjadi dasar bagi mereka untuk melakukan tindakan terhadap Templar yang sudah menyimpang. Sementara di Cyprus, Jacques de Molay-Imam Besar Templar-sedang menyiapkan armada perangnya untuk merebut kembali Jerusalem, ketika ia mendapat panggilan dari Paus untuk kembali ke Perancis guna menjawab seluruh tuduhan yang dialamatkan kepada Ordo Templar.
Namun, apa yang dilakukan oleh Paus rupanya tidak terlalu disetujui oleh Raja Perancis yang menginginkan tindakan tegas yang cepat terhadap Templar. Ia kemudian meluncurkan sebuah undang-undang yang memerintahkan semua anggota Templar ditangkap. Undang-undang ini akhirnya berhasil memaksa Paus Clement V mengeluarkan sebuah keputusan yang tegas.
Pada 13 Oktober 1309, anggota Ksatria Templar, termasuk Imam Besar Jacques de Molay, didakwa di depan pengadilan dengan sejumlah tuduhan, antara lain :
• Bahwa dalam upacara penerimaan anggota baru di Ordo Templar, setiap anggota yang baru bergabung harus mengucapkan sumpah yang menolak eksistensi Tuhan
• Ordo Templar telah melakukan sejumlah tindakan yang melanggar kesucian Salib maupun citra Jesus
• Ordo Templar melakukan tindakan homoseksualitas/sodomi
• Ordo Templar melakukan penyembahan berhala
• Ordo Templar telah menyalahgunakan wewenang mereka untuk mendapatkan kekayaan pribadi
Penyimpangan dalam Keyakinan dan Praktik Keagamaan Ordo Templar
Dengan bukti-bukti berupa dokumen, ditambah pengakuan dari saksi mata, menunjukkan bahwa Templar bukanlah ordo militer Kristen biasa. Ordo Templar adalah sebuah organisasi gelap: mereka menggabungkan keyakinan yang sesat, metode yang menakutkan, dan strategi yang licik sekaligus. Namun di sisi lain, Templar adalah organisasi yang sangat baik, selalu siap sekaligus berbahaya, dan memiliki rencana yang jelas untuk masa depannya.Selama masa kekuasaannya di Timur Tengah, Templar telah menjalin hubungan dengan sejumlah sekte mistik, termasuk penyihir. Mereka juga dikenal dekat dengan Sekte Al Nizari, atau Sekte Assassin menurut idiom Eropa, yang didirikan oleh Hasan Al Saba, dan merupakan salah satu sekte yang menyimpang dari akidah Islam. Dari sekte ini, Templar mempelajari sejumlah filsafat mistik serta strategi yang kejam, dan juga metode mengatur sebuah organisasi rahasia.
Para petinggi Templar yang tidak pernah mengimani Kristen secara sungguh-sungguh, melakukan ritual menyimpang yang berlandaskan filsafat mistik Kabbalah, yang lekat dengan sihir dan kemusyrikan. Menurut anggota Templar, Setan adalah “tuhan” di dunia manusia dan mereka memang menyembah Setan yang direpresentasikan ke dalam bentuk berhala.
Salah satu berhala yang dipuja oleh Templar adalah Baphomet, setan berkepala kambing, yang kelak menjadi simbol bagi Gereja Setan yang dibangun oleh pemuja Lucifer, Anton Szandor La Vey.
Menurut Peter Underwood, penulis Dictionary of the Occult and Supernatural, Baphomet adalah berhala yang disembah oleh Ksatria Templar, dan di dalam Sihir, merupakan sumber sekaligus kreasi dari iblis; setan berkepala kambing yang juga dipuja para penyihir, Sabbath...
Selama masa pengadilan, hampir semua anggota Templar mengakui bahwa mereka telah menyembah Baphomet. Mereka mendeskripsikan berhala itu memiliki kepala manusia yang bentuknya mengerikan, dengan jenggot panjang dan mata yang bersinar. Mereka juga menyebutkan tentang berhala yang bentuknya menyerupai kucing. Para sejarawan sepakat, semua figur yang digambarkan oleh anggota Templar itu adalah obyek dari penyembahan berhala.
Para anggota Templar juga mengakui bahwa mereka tidak mengakui Jesus karena menganggap Jesus adalah “nabi palsu”. Mereka mengaku pula telah melakukan praktek homoseksual. Semua pengakuan ini dicatat oleh pengadilan, dan selama masa pengadilan itu, sebagian besar anggota Templar dipenjarakan.
Setelah pengakuan anggota Templar di pengadilan Raja Prancis, Paus kemudian melakukan interogasi langsung terhadap 72 anggota Templar. Dari hasil interogasi ini, Paus memutuskan untuk membubarkan Ordo Templar, Pada 1314, Jacques de Molay-Imam Besar Templar-dihukum bakar di atas panggung, disaksikan oleh rakyat Perancis.
Sejumlah anggota Templar yang telah melarikan diri, dikejar dan ditangkap di berbagai penjuru Eropa. Italia dan Jerman adalah dua negara yang juga melakukan pengejaran dan penangkapan terhadap anggota Templar. Namun, dengan sejumlah alasan, beberapa negara menerima para pelarian Templar ini.
Pada 10 November 1307, Raja Inggris Edward II menulis kepada Paus bahwa dia tidak akan menghukum anggota Templar dan di negaranya, pelarian Templar dijamin keselamatannya. Tapi dua tahun kemudian, setelah menginterogasi anggota Templar, Paus menyatakan bahwa Templar “telah melakukan kejahatan yang tak kuasa untuk diucapkan, dan telah melakukan praktik bidah yang buruk sekali”. Setelah membaca pernyataan Paus, Edward II setuju untuk menghukum anggota Templar.
Puncaknya, pada Konsili Vienna yang diselenggarakan di Perancis tahun 1312, Ordo Ksatria Templar dinyatakan sebagai organisasi terlarang, dan semua anggota Templar yang tertangkap dijatuhi hukuman berat. Pada Maret tahun yang sama, Paus mengeluarkan keputusan yang dinamakan Vox in Excelso, yang intinya menyatakan bahwa Ordo Ksatria Templar telah resmi dibubarkan.
Templar Bergerak “Di Bawah Tanah”
Meskipun Ordo Templar telah resmi dibubarkan, namun menghapuskan keberadaan ordo ini dari benua Eropa terbukti lebih sulit dari yang diperkirakan. Walaupun Imam Besar Templar Jacques de Molay dan sejumlah orang terdekatnya sudah mati dihukum bakar, Templar sebenarnya masih tetap hidup, hanya saja, para anggotanya bergerak “di bawah tanah” atau secara sembunyi-sembunyi. Ribuan kastil dan benteng yang tersebar di seluruh penjuru Eropa masih menjadi milik Ordo Templar.
Menurut sumber sejarah, Dewan Inkuisisi Gereja “hanya” menghukum 620 dari 2.000 anggota Templar yang tertangkap. Jumlah total dari ksatria Templar adalah 20.000 orang, dan untuk setiap ksatria Templar biasanya memiliki delapan pengawal yang masih termasuk anggota ordo juga. Jadi jika kita melakukan perhitungan secara sederhana, ada 160.000 anggota Templar di seluruh Eropa, dan jumlah ini masih merupakan kekuatan terbesar di Eropa pada masa itu. Lepas dari klaim Paus yang menyatakan Templar sudah dimusnahkan, pada kenyataannya, tidak saja Templar berhasil meloloskan diri dari kejaran Dewan Inkuisisi, namun mampu terus bernapas dan melanjutkan hidupnya “di bawah tanah”, terutama di kawasan Inggris dan Eropa Utara.
Salah satu negara yang menjadi tempat pelarian anggota Templar adalah Skotlandia.
Pada abad ke-14, Skotlandia adalah satu-satunya negara di Eropa yang tidak mengakui otoritas Gereja Katolik Roma. Di negara ini, Templar menyusun kekuatannya kembali di bawah perlindungan Raja Skotlandia, Robert the Bruce, dan membangun sebuah markas di daerah Balontrodoch. Tak lama kemudian, mereka menemukan penyamaran yang tepat untuk melanjutkan gerakan rahasia mereka: mereka menyusup ke dalam gilda (serikat kerja) terpenting di Kepulauan Inggris pada abad pertengahan- loge (pemondokan) para mason (tukang batu).
Di luar Kerajaan dan pemerintahan lokal di Inggris waktu itu, Mason Lodge atau Pemondokan Tukang Batu adalah organisasi yang paling kuat keberadaannya. Anggota Templar menyusup ke dalam loge-loge ini, dan kemudian menguasainya. Loge Mason yang sebelumnya adalah organisasi murni profesional, setelah dikuasai oleh Templar, berubah menjadi organisasi politik dan ideologis. Sekarang, kita mengenal organisasi yang telah dikuasai Templar ini sebagai Freemason.
Selain Skotlandia, Spanyol juga menjadi tujuan pelarian anggota Templar. Di Spanyol, mereka menyusup ke dalam ordo-ordo seperti Caltrava, Alcantra dan Santiago de la Espada. Ada juga anggota Templar yang melarikan diri ke Portugal dan membangun sebuah ordo yang dinamakan Order Of Christ. Sementara sebagian Templar lain memilih Holy Roman Empire di Jerman sebagai tempat pelarian, dimana mereka bergabung ke dalam Ordo Ksatria Teuton (Teuton Knight), atau ke dalam ordo Hospitalers. Di Inggris, para anggota Templar ditangkap, namun dengan segera dibebaskan. Sementara di beberapa negara lain, Templar dibiarkan hidup tanpa mendapat gangguan.
Sejumlah sumber menyebutkan, setelah kematian Jacques de Molay, para Templar yang bergerak di bawah tanah merencanakan konspirasi untuk menjatuhkan kerajaan Perancis, kerajaan yang telah mengharamkan keberadaan mereka dan mengeksekusi Imam Besar mereka. Rencana ini secara rahasia diwariskan secara turun-temurun kepada para keturunan anggota Templar. Dan lewat upaya tidak kenal lelah dilakukan oleh organisasi “penerus” Templar yaitu Illuminati dan Freemason, rencana ini akhirnya berhasil diwujudkan melalui REVOLUSI PERANCIS.
Referensi:
Buku "Ksatria Templar (1120-1312)"
by Helen Nicholson, Wayne Reynolds
Buku "The Templars: Knights of Christ"
by Regine Pernoud
Buku "The Holy Blood and The Holly Grail dan The Da Vinci Code book."
by Michael Baigent, Richard Leigh and Henry Lincoln.
Buku "Knights Templar: A Secret History"
by Graeme Davis
Buku "The Hiram Key"
by Christopher Knight dan Robert Lomas
Buku "Dictionary of the Occult and Supernatural"
by Peter Underwood
"De Laude Novae Militae"
create by St.Bernard
"Mimar Sinan"
Mason Turki Journal
Buku "The Temple and the Lodge"
by Michael Baigent dan Richard Leigh
Knights Templar - HISTORY
Knights Templar - Wikipedia
Who were the Knights Templar? - Telegraph
Asal usul Ksatria Templar - keturunan Para Tetua Yahudi? - Elshita.com
SEJARAH HITAM KSATRIA TEMPLAR - Kidthepanthomthief.blogspot.com