Sekitar tahun 1240 M, Spanyol yang muslim sedang dalam
keadaan terpuruk dan mengalami kekacauan. Negara itu sedang diperebutkan
oleh raja-raja Kristen Eropa, siapa di antara mereka yang paling kuat,
maka akan menguasainegeri muslim di Eropa tersebut. Padahal sebelumnya
umat Islam adalah kelompok yang disegani oleh penguasa-penguasa Eropa.
Keadaan demikian terus menyelimuti umat Islam di Spanyol sepanjang abad
ke-12 Masehi atau abad ke-6 Hijriyah.Walaupun dalam keadaan terpuruk,
negara Islam di Andalusia ini masih memiliki harapan, mereka belum 100%
tamat dan hanya meninggalkan sejarah.
Saat itu muncullah seorang pahlawan besar yang bernama
Muhammad bin Yusuf al-Ahmar atau lebih dikenal dengan Muhammad al-Ahmar
dari bani al-Ahmar. Ia selalu memikirkan cara agar umat Islam bisa
mengecap masa kejayaan kembali di benua biru tersebut. Ia terus memutar
otaknya, mengumpulkan masalah-masalah dan mencari solusinya.
Peluang Muhammad al-Ahmar dimulai ketika terjadi kekosongan
kekuasaan di Kerajaan Granada. Saat penguasa Granada wafat, sang raja
meninggalkan kekuasaannya tanpa pengganti atau pewaris. Muhammad
al-Ahmar dibantu oleh rekan-rekannya dengan cepat bergerak dan mengambil
alih kekuasaan yang kosong kala itu. Granada yang merupakan kerajaan
terbesar di Andalusia ditambah sebuah wilayah kecil yang dikenal dengan
wilayah Miriyah ia siapkan untuk mengecap kembali kejayaan Islamdi tanah
Andalusia.
Pada tahun 1244 M, Raja Qusytala,Ferdinand III yang
beragama Kristen mendengar berita-berita tentang Muhammad al-Ahmar. Ia
mendengar tentang bagaimana rakyat Granada mencintai dan menghormati
raja mereka ini. Ia juga mendapat kabar tentang semangat, kecerdasan,
dan cita-cita raja muda ini untuk mengembalikan kejayaan umat Islam.
Ferdinand pun mulai merasa terganggu dengan kabar-kabar tersebut. Ia
khawatir kalau Muhammad al-Ahmar akan menggagalkan amibisinya menguasai
kerajaan-kerajaan Islam di Andalusia. Oleh karena itu,Ferdinand berjanji
kepada dirinya sendiri untuk menundukkan Muhammad al-Ahmar.
Tidak menunggu waktu yang lama,Ferdinand segera mengirim
pasukan besar untuk menyerang Granada. Dalam penyerangannya yang
pertama, pasukan Ferdinand dengan mudah dipukul mundur oleh
mujahid-mujahid Granada. Kedatangan mereka disambut dengan hujan panah
yang membuat mereka mundur dan kalah.Mendengar kekalahan pasukannya,
Ferdinand semakin yakin bahwa Muhammad al-Ahmar benar-benar merupakan
ancaman besar. Ia memutuskan untuk berangkat berperang dan memimpin
langsung pasukannya menyerang Granada. Dengan peralatan yang lebih
lengkap serta dukungan penuh rakyatnya sempurnalah persiapan Ferdinand
III.
Di sinilah kita dibuat takjub terhadap langkah politik yang
diambil oleh Muhammad al-Ahmar, manakala mengetahui persiapan yang
dilakukan oleh Ferdinand III. Muhammad al-Ahmar sadar betul bahwa ia
tidak akan mampu melawan pasukan yang dibawa oleh Ferdinand III, Granada
baru saja mulai bangkit dari keterpurukan yang mereka alami, di atas
kertas tidak mungkin mereka akan menang melawan Kerajaan Kristen
Qusytala yang sudah mapan. Muhammad al-Ahmar pun memutuskan untuk
menyerah kepada Ferdinand III, menyatakan tunduk di bawah kekuasaan
Kerajaan Qusytala, dan memberikan loyalitasnya kepada mereka. Muhammad
al-Ahmar bersedia membayar pajak yang ditetapkan oleh Ferdinand hingga
saat yang belum ia ketahui. Raja Ferdinand III pulang ke negaranya
dengan kepala tegak dan sorak sorai kemenangan, mereka berhasil
menaklukkan Granada tanpa mengangkat senjata.
Sepuluh tahun setelah Muhammad al-Ahmar merelakan Granada
tunduk kepada Qusytala, ia pun membuat keputusan yang sangat berani.
Granada baru telah lahir, Granada yang kuat, yang memiliki
benteng-benteng yang kokoh dan tentara-tentara yang tangguh dengan
perlengkapan yang mumpuni sepuluh kali lipat lebih kuat dibanding
sepuluh tahun yang lalu. Masyarakat Granada hari ini juga masyarakat
yang memiliki persatuan yang amat kuat, mereka tidak lagi berbicara
tentang keuasaan, akan tetapi pembicaraan mereka adalah tentang
kemenangan.
Dengan persiapan seperti itu, Muhammad al-Ahmar pun
mengumumkan penolakan membayar pajak kepada Raja Ferdinand III, ia
enggan untuk tunduk di bawah kekuasaannya seperti yang telah ia lakukan
selama sepuluh tahun terakhir ini. Muhammad al-Ahmar juga menggandeng
rekan-rekannya dari Bani Marin dan raja-raja Afrikauntuk sama-sama
menghadapi Kerajaan Qusytala.Penolakan tersebut ditanggapi Ferdinand
dengan ekspansi militer. Pasukan Kristen Eropa itu datang dengan percaya
diri yang tinggi karena ketidaktahuan mereka tentang Granada yang baru.
perang sengit pun terjadi, Muhammad al-Ahmar memimpin pasukannya
menyerang pasukan musuh, menusuk dan mengayunkan pedangnya dengan kuat
untuk mengahantam musuh. Ia tidak peduli lagi dengan apa yang akan
terjadi, yang ada di benaknya adalah menghabisi musuh sebanyak-banyaknya
dan menggapai kemenangan.
Muhammad al-Ahmar tidak berhenti maju menerobos dan
mengayunkan senjatanya sampai ia mendengar ucapan, “Cukup wahai
panglima, tidak ada yang tersisa lagi dari pihak musuh.” Muhammad
al-Ahmar dengan sedikit bingung sambil menjawab dengan suara keras,
“Benarkah perang telah selesai?!” “Benar wahai panglima, kita menang
Alhamdulillah. Orang-orang kafir telah berlari kocar-kacir.” Muhammad
al-Ahmar berteriak gembira, “Kita menang!! Kita menang!! Allahu Akbar!!
Allahu Akbar!!” Kaum muslimin pun turut bertakbir dan bergemuruhlah
medan perang dengan kalimat takbir.
Mengalah dengan perhitungan realistis bukanlah suatu
kekalahan, terlebih lagi masa-masa “mengalah” itu diisi dengan persiapan
untuk menjemput kemenangan. Apabila kebijaka yang dilakukan Muhammad
al-Ahmar dilakukan pada zaman sekarang ini, mungkinakan mendapat banyak
celaan daribanyak umat Islam. Umat Islam akan mengarahkan telunjuk
mereka kepada Muhammad al-Ahmar sembari mengatakan, “Mengapa engkau
menyerah? Apakah engkau takut mati? Bukankah kita memiliki semboyan
hidup mulia atau mati syahid? Tidak hidup hina dengan tunduk dibawah
kekuasaan orang kafir dan membayar pajak kepada mereka.” Tapi ternyata
kebijakannya tersebut malah berbuah kejayaan bagi umat Islam di Granada,
kejayaan yang berlangsung kuranglebih sdua abad sebelum runtuhnya
Kerajaan Granada.Sama halnya dengan apa yang dilakukan sebagian
negara-negaraIslam yang baru mempersiapkan kekuatan militer mereka,
membangun ekonomi yang kokoh,rakyat yang sejahtera, dan keadaan negara
yang stabil dan makmur, negara-negara ini dituduh sebagai antek Amerika
atau takut kepada Amerika.
Padahal bisa jadi ini adalah sebuah strategi,
sebagaimana Muhammad al-Ahmar yang malah melakukan hal yang lebih parah
dengan membayar pajak. Amerika dan Eropa saat ini adalah negara yang
kuat, yang memiliki pengaruhyang sangat kuat pula, memiliki militer yang
tangguh serta ekonomi yang mapan. Mengadakan konfrontasi dengan
negara-negara Barat secara terang-terang malah bisa menimbulkan mafsadat
yang lebihbesar terhadap negara Islam dan umat Islam itu sendiri,Allahu
a’lam. Mudah-mudahan AllahSubhanahu wa Ta’alamenyatukan barisan kaum
muslimin, memberikan kekuatan atas musuh-musuh mereka, dan memuliakan
keudukan umat Islam di muka bumi ini.
Sumber: Asy-Syabakah al-Islamiyah oleh Husein Mu’nis
Penulis: Nurfitri Hadi, M.A.