Provokasi Papua Merdeka menghadirkan Neraka di bumi Cenderawasih. Ribuan nyawa telah melayang sia -sia. Generasi muda Papua banyak yang terpapar isu Papua yang menyesatkan, hingga sedang terancam masa depannya.
Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah momok yang mengancam disintegrasi negara. Berbagai tindakannya sudah mengarah kepada upaya mewujudkan keinginannya untuk meraih kemerdekaan. Mengibarkan bendera OPM dan menyanyikan lagu, serta aksi-aksi yang menguatkan dirinya sebagai kekuatan yang mengancam warga sipil semakin meneguhkan dirinya sebagai kelompok separatis. Namun negara Indonesia hanya menyebut mereka sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
Mereka secara terbuka menyatakan bahwa motif penyerangan adalah untuk menolak kebijakan pemerintah dalam melakukan pembangunan di Papua. Bahkan mereka secara eksplisit menginginkan kemerdekaannya. Mereka sudah sering mengekspresikan keinginan besar mereka tapi negara masih menganggapnya sebagai ancaman negara. Bahkan ekspresi sudah mereka tunjukkan di setiap acara mereka, seperti menampilkan lagu kebangsaan dan lambang bendera mereka. Mereka juga mengklaim memiliki wilayah dan kekuasaan, serta jumlah penduduk yang jelas.
Gerakan prokemerdekaan Papua merupakan imbas dari perlakuan tidak adil yang diterima masyarakat Papua dari pemerintah Indonesia yang dianggap represif. Kekerasan yang terjadi sudah pasti adalah ekses, tapi target sasarannya memang TNI dan POLRI. Di bayangan mereka selama ini, kehadiran negara dalam sosok aparat TNI dan Kepolisian itu penuh dengan repressiveness. Itu sebuah akumulasi ingatan, pengalaman. Akar persoalannya di situ.
Dalam buku Papua Road Map yang diterbitkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia pada 2009 disebut akar masalah Papua meliputi: peminggiran, diskriminasi, termasuk minimnya pengakuan atas kontribusi dan jasa Papua bagi Indonesia, tidak optimalnya pembangunan infrastruktur sosial di Papua, khususnya pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat dan rendahnya keterlibatan pelaku ekonomi asli Papua, proses integrasi politik, ekonomi, dan sosial budaya yang belum tuntas.
Selain itu, siklus kekerasan politik belum tertangani, bahkan meluas dan pelanggaran HAM yang belum dapat diselesaikan, khususnya kasus Wasior, Wamena, dan Paniai. Pembangunan konektivitas infrastruktur menjadi pintu masuk untuk penyelesaian masalah sosial yang dibutuhkan oleh masyarakat Papua, itu sebagai pemenuhan HAM untuk aspek sosial, budaya dan juga ekonomi.
Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah gerakan prok Papua yang berawal dari reaksi orang Papua atas sikap pemerintah Indonesia sejak 1963. Perlawanan secara bersenjata pertama kali diluncurkan di Manokwari pada 26 Juli 1965.
Laporan Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) berjudul The Current Status of The Papuan Pro - Independence Movement yang diterbitkan 24 Agustus 2015 menyebut organisasi ini 'terdiri dari faksi yang saling bersaing '.
Faksi ini terdiri dari tiga elemen: kelompok bersenjata, masing- masing memiliki kontrol teritori yang berbeda: Timika, dataran tinggi dan pantai utara; kelompok yang melakukan demonstrasi dan protes; dan sekelompok kecil pemimpin yang berbasis di luar negeri -seperti di Pasifik, Eropa dan Amerika Serikat yang mencoba untuk meningkatkan kesadaran tentang isu Papua dan membangkitkan dukungan internasional untuk kemerdekaan.
Sebagian besar OPM bersenjata bermarkas di Papua, tetapi beberapa orang berlindung di pedalaman dan di perbatasan Papua Nugini. Namun, tidak ada komando tunggal dalam organisasi bersenjata ini.
Laporan IPAC menyebut, setidaknya terdapat tiga komando sayap militer OPM. Goliath Tabuni, yang berbasis di Tingginambut, kabupaten Puncak Jaya, dipandang yang paling kuat dengan cakupan teritorial yang paling luas, meliputi Puncak, Paniai dan Mimika.
Puron Wenda, yang berbasis di Lanny Jaya memisahkan diri dari Goliath sekitar tahun 2010. Pada Mei 2015, kelompoknya menyatakan " perang total revolusioner" dan mengklaim kelompok Goliat dan yang lainnya berada di bawah komandonya, tetapi tidak ada bukti yang mendukung ini.
Sementara itu, Richard Hans Yoweni berbasis di Papua New Guinea (Nugini), namun memiliki pengaruh kuat di sepanjang Pantai Utara. Adapun aparat menuding Egianus Kogoya sebagai otak di balik insiden Nduga.
Direktur eksekutif IPAC yang juga pengamat terorisme, Sydney Jones , menyebut kelompok Egianus Kogoya merupakan sempalan dari kelompok pimpinan Kelly Kwalik, komandan sayap militer OPM, yang tewas dalam penyergapan polisi pada 2009.
Militansi kelompok ini diamini oleh peneliti kajian Papua di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI ), Adriana Elizabeth yang menyebut organisasi sayap militer OPM ini merupakan 'kelompok yang paling agresif'.
"Kalau dalam struktur (organisasi) tidak ada hierarki, menurut saya, jadi itu ada beberapa kelompok. Tapi kalau melihat pola yang dilakukan kelompok Egianus Kogoya ini memang ini kelompok yang paling agresif, yang mereka sasar itu memang TNI" jelas Adriana.
IPAC dalam laporannya menyebut Kelly Kwalik berada di balik penculikan dan pembunuhan delapan orang pendatang di Papua pada 1986. Sepuluh tahun kemudian, pada Januari 1996, Kelly Kwalik menculik tim peneliti satwa liar, termasuk enam orang asing di Mapenduma, Nduga.
Orang- orang Kelly juga dikaitkan dengan serangan 31 Agustus 2002 yang menewaskan tiga warga sipil di sekitar wilayah tambang Freeport, termasuk dua guru sekolah Amerika, dan melukai sembilan orang lainnya. Juga serangkaian penembakan yang dimulai Juli 2009 di sepanjang jalan yang menghubungkan tambang ke kota Timika, termasuk pembunuhan seorang warga Australia. Unit polisi kontra terorisme, Densus 88, kemudian memburu dan menembaknya di Timika pada Desember 2009.
Menyusul kematian Kelly Kwalik, pusat kegiatan bersenjata OPM bergeser ke utara di daerah Puncak Jaya, di mana salah satu pejuang Kelly, Goliath Tabuni kini berbasis.
Sejak tahun 2004, Goliath dan pengikutnya menjadikan Puncak Jaya sebagai distrik paling keras di Papua. Ini membuat daerah operasinya meluas ke distrik tetangga, seperti Puncak dan Tolikara, begitu juga Paniai. Goliath, disebut Sebby sebagai panglima tinggi TPNPB, sesuai hasil reformasi militer yang digelar 1 - 5 Mei 2012.
Peta kekuatan militer TPNPB - OPM sendiri dibagi menjadi 29 Komando Daerah Pertahanan (Kodap) yang tersebar di seluruh Papua. Setiap kodap mempunyai 2 .500 personil. Dua ribu lima ratus personil TPNPB itu anggota tetap, anggota tidak tetap adalah ratusan ribu.
Mereka dapatkan senjata dengan merampas senjata anggota aparat TNI/ Polri yang lengah, dari pelaku konflik Ambon di Maluku, dan melalui jalur ilegal di perbatasan Papua Nugini.
Sementara faksi - faksi bersenjata merupakan inti simbolis yang penting bagi gerakan pro kemerdekaan, jaringan yang lebih moderat secara aktif melakukan tekanan kepada pemerintah pusat. Sama halnya dalam faksi bersenjata, hubungan antara kelompok ini sering ditandai oleh permusuhan dan kekacauan, namun pada 2014 dibentuklah Gerakan Persatuan Pembebasan untuk Papua Barat atau ULMWP yang terdiri dari Otoritas Nasional Papua Barat (WPNA), Koalisi Nasional untuk Pembebasan Papua Barat (WPNCL) dan Komite Nasional Papua Barat (KNPB).
Sementara dua kelompok yang pertama percaya mereka memiliki legitimasi lebih karena akar mereka dalam gerakan yang lebih tua, termasuk OPM bersenjata, KNPB sejak 2008 menunjukkan kemampuan yang jauh lebih besar untuk memobilisasi protes di Papua.
Tahun 2017, Benny Wenda, juru bicara ULMWP mengklaim telah menyerahkan petisi ke PBB, yang antara lain mengharapkan Papua masuk kembali dalam daftar di Komite Dekolonisasi PBB, setelah dikeluarkan dari daftar tahun 1963 menyusul hal yang disebut sebagai invasi Indonesia.
Petisi itu diklaim ULMWP sudah diserahkan kepada Komite Dekolonisasi PBB yang dikenal pula dengan Komite 24 di New York, Selasa (26/ 09). Disebut pula petisi yang didukung 1 ,8 juta tanda tangan itu -sebanyak 95,77% disebut merupakan warga asli Papua Barat dan sisanya adalah para pemukim Indonesia di Papua - yang mewakili sekitar 70% dari total warga asli Papua Barat.
Referensi:.
Organisasi Papua Merdeka, Apa dan Siapa Mereka ?
Okezone.com
Organisasi Papua Merdeka dan Bahaya Separatisme
suaramuslimnet
Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah momok yang mengancam disintegrasi negara. Berbagai tindakannya sudah mengarah kepada upaya mewujudkan keinginannya untuk meraih kemerdekaan. Mengibarkan bendera OPM dan menyanyikan lagu, serta aksi-aksi yang menguatkan dirinya sebagai kekuatan yang mengancam warga sipil semakin meneguhkan dirinya sebagai kelompok separatis. Namun negara Indonesia hanya menyebut mereka sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
Mereka secara terbuka menyatakan bahwa motif penyerangan adalah untuk menolak kebijakan pemerintah dalam melakukan pembangunan di Papua. Bahkan mereka secara eksplisit menginginkan kemerdekaannya. Mereka sudah sering mengekspresikan keinginan besar mereka tapi negara masih menganggapnya sebagai ancaman negara. Bahkan ekspresi sudah mereka tunjukkan di setiap acara mereka, seperti menampilkan lagu kebangsaan dan lambang bendera mereka. Mereka juga mengklaim memiliki wilayah dan kekuasaan, serta jumlah penduduk yang jelas.
Latar belakang
Gerakan prokemerdekaan Papua merupakan imbas dari perlakuan tidak adil yang diterima masyarakat Papua dari pemerintah Indonesia yang dianggap represif. Kekerasan yang terjadi sudah pasti adalah ekses, tapi target sasarannya memang TNI dan POLRI. Di bayangan mereka selama ini, kehadiran negara dalam sosok aparat TNI dan Kepolisian itu penuh dengan repressiveness. Itu sebuah akumulasi ingatan, pengalaman. Akar persoalannya di situ.
Dalam buku Papua Road Map yang diterbitkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia pada 2009 disebut akar masalah Papua meliputi: peminggiran, diskriminasi, termasuk minimnya pengakuan atas kontribusi dan jasa Papua bagi Indonesia, tidak optimalnya pembangunan infrastruktur sosial di Papua, khususnya pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat dan rendahnya keterlibatan pelaku ekonomi asli Papua, proses integrasi politik, ekonomi, dan sosial budaya yang belum tuntas.
Selain itu, siklus kekerasan politik belum tertangani, bahkan meluas dan pelanggaran HAM yang belum dapat diselesaikan, khususnya kasus Wasior, Wamena, dan Paniai. Pembangunan konektivitas infrastruktur menjadi pintu masuk untuk penyelesaian masalah sosial yang dibutuhkan oleh masyarakat Papua, itu sebagai pemenuhan HAM untuk aspek sosial, budaya dan juga ekonomi.
Sejarah Organisasi Papua Merdeka (OPM)
Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah gerakan prok Papua yang berawal dari reaksi orang Papua atas sikap pemerintah Indonesia sejak 1963. Perlawanan secara bersenjata pertama kali diluncurkan di Manokwari pada 26 Juli 1965.
Logo (simbol) OPM |
Faksi ini terdiri dari tiga elemen: kelompok bersenjata, masing- masing memiliki kontrol teritori yang berbeda: Timika, dataran tinggi dan pantai utara; kelompok yang melakukan demonstrasi dan protes; dan sekelompok kecil pemimpin yang berbasis di luar negeri -seperti di Pasifik, Eropa dan Amerika Serikat yang mencoba untuk meningkatkan kesadaran tentang isu Papua dan membangkitkan dukungan internasional untuk kemerdekaan.
Peta Provinsi Papua, Indonesia (foto: zonadamai.files.wordpress.com) |
Laporan IPAC menyebut, setidaknya terdapat tiga komando sayap militer OPM. Goliath Tabuni, yang berbasis di Tingginambut, kabupaten Puncak Jaya, dipandang yang paling kuat dengan cakupan teritorial yang paling luas, meliputi Puncak, Paniai dan Mimika.
Puron Wenda, yang berbasis di Lanny Jaya memisahkan diri dari Goliath sekitar tahun 2010. Pada Mei 2015, kelompoknya menyatakan " perang total revolusioner" dan mengklaim kelompok Goliat dan yang lainnya berada di bawah komandonya, tetapi tidak ada bukti yang mendukung ini.
Puron Wenda (foto: MiliterMeter.com) |
Direktur eksekutif IPAC yang juga pengamat terorisme, Sydney Jones , menyebut kelompok Egianus Kogoya merupakan sempalan dari kelompok pimpinan Kelly Kwalik, komandan sayap militer OPM, yang tewas dalam penyergapan polisi pada 2009.
Militansi kelompok ini diamini oleh peneliti kajian Papua di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI ), Adriana Elizabeth yang menyebut organisasi sayap militer OPM ini merupakan 'kelompok yang paling agresif'.
"Kalau dalam struktur (organisasi) tidak ada hierarki, menurut saya, jadi itu ada beberapa kelompok. Tapi kalau melihat pola yang dilakukan kelompok Egianus Kogoya ini memang ini kelompok yang paling agresif, yang mereka sasar itu memang TNI" jelas Adriana.
IPAC dalam laporannya menyebut Kelly Kwalik berada di balik penculikan dan pembunuhan delapan orang pendatang di Papua pada 1986. Sepuluh tahun kemudian, pada Januari 1996, Kelly Kwalik menculik tim peneliti satwa liar, termasuk enam orang asing di Mapenduma, Nduga.
Kelly Kwalik (foto: Wikipedia) |
Menyusul kematian Kelly Kwalik, pusat kegiatan bersenjata OPM bergeser ke utara di daerah Puncak Jaya, di mana salah satu pejuang Kelly, Goliath Tabuni kini berbasis.
Sejak tahun 2004, Goliath dan pengikutnya menjadikan Puncak Jaya sebagai distrik paling keras di Papua. Ini membuat daerah operasinya meluas ke distrik tetangga, seperti Puncak dan Tolikara, begitu juga Paniai. Goliath, disebut Sebby sebagai panglima tinggi TPNPB, sesuai hasil reformasi militer yang digelar 1 - 5 Mei 2012.
Goliath Tabuni (foto: Wikipedia) |
Mereka dapatkan senjata dengan merampas senjata anggota aparat TNI/ Polri yang lengah, dari pelaku konflik Ambon di Maluku, dan melalui jalur ilegal di perbatasan Papua Nugini.
Sementara faksi - faksi bersenjata merupakan inti simbolis yang penting bagi gerakan pro kemerdekaan, jaringan yang lebih moderat secara aktif melakukan tekanan kepada pemerintah pusat. Sama halnya dalam faksi bersenjata, hubungan antara kelompok ini sering ditandai oleh permusuhan dan kekacauan, namun pada 2014 dibentuklah Gerakan Persatuan Pembebasan untuk Papua Barat atau ULMWP yang terdiri dari Otoritas Nasional Papua Barat (WPNA), Koalisi Nasional untuk Pembebasan Papua Barat (WPNCL) dan Komite Nasional Papua Barat (KNPB).
Sementara dua kelompok yang pertama percaya mereka memiliki legitimasi lebih karena akar mereka dalam gerakan yang lebih tua, termasuk OPM bersenjata, KNPB sejak 2008 menunjukkan kemampuan yang jauh lebih besar untuk memobilisasi protes di Papua.
Tahun 2017, Benny Wenda, juru bicara ULMWP mengklaim telah menyerahkan petisi ke PBB, yang antara lain mengharapkan Papua masuk kembali dalam daftar di Komite Dekolonisasi PBB, setelah dikeluarkan dari daftar tahun 1963 menyusul hal yang disebut sebagai invasi Indonesia.
Benny Wenda (foto: CNN Indonesia) |
Referensi:.
Organisasi Papua Merdeka, Apa dan Siapa Mereka ?
Okezone.com
Organisasi Papua Merdeka dan Bahaya Separatisme
suaramuslimnet