Sebuah peristiwa bersejarah, apalagi peristiwa itu termasuk kejahatan
kemanusiaan seperti pemboman Hiroshima, Jepang, 6 Agustus 1945
seharusnya berisi refleksi, perenungan atau apapun kampanye untuk dunia
yang damai. Tapi rupanya tidak ada dalam kamus Pemerintah Amerika
Serikat (AS). Justru titimangsa pemboman Hiroshima itu dijadikan
pertemuan untuk membahas rencana 'jahat' berikutnya yang disebut-sebut
para ahli dan pengamat sebagai persiapan menuju Perang Dunia III.
Sangat mengerikan, pertemuan di Markas Komando Strategis Angkatan Udara
Offutt Omaha, Nebraska, pada 6 Agustus 2003 itu dihadiri para eksekutif
senior kompleks industri nuklir dan kompleks industri militer. Pertemuan
antara kontraktor, ilmuwan dan para pembuat kebijakan pertahanan itu
menyiapkan panggung untuk pengembangan generasi baru nuklir yang 'lebih
kecil', 'lebih aman' dan 'lebih dapat dipergunakan'. Nuklir tersebut
akan dipergunakan untuk perang nuklir pada abad ke-21. Yang lebih
mengerikan, industri persenjataan, militer dan pertahanan ini oleh
Amerika diswastanisasi. Kontraktor selain memproduksi persenjataan dan
nuklir generasi terbaru, juga terlibat dalam pengambilan keputusan.
Perusahaan swasta yang terlibat dalam industri nuklir adalah Lockheed
Martin, General Dynamics, Northrop Grunman, Raytheon dan Boeing. Secara
logika ekonomi, keterlibatan swasta tentu yang paling dicari adalah
keuntungan yang berlipat.
Nah, untuk mendapat keuntungan itu tentu produksinya harus berkelanjutan
dan massal. Barang akan terus menumpuk bila tidak didistribusikan atau
bila tidak digunakan. Begitu juga dengan bom nuklir. Tentu keuntungan
lain yang dibidik sifatnya jangka panjang seperti gas dan minyam bumi.
Atas dasar logika ini maka harus dicari panggung perang nuklir atasnama
negara liar atau negara pemasok terorisme. Istilah 'lapangan' atau
'panggung teater' dalam konsep Amerika sudah jelas dan terpolakan yaitu
Iran, Suriah dan negara-negara di Afrika Utara seperti Libya dan Sudan.
Inilah negara-negara yang masih kaya dengan cadangan gas dan minyak
bumi. Negara lain yang juga menjadi sasaran tidak langsung perang
Amerika dan sekutunya sejatinya adalah Rusia dan China. Kedua negara itu
tidak hanya bersekutu tetapi juga berinvestasi di negara kaya minyak
seperti Iran dan Sudan. Sejumlah perusahaan raksasa minyak Amerika tentu
tidak senang bila perusahaan minyak milik Rusia dan China mendapat
porsi dan 'keistimewaan' di negara-negara muslim tersebut. Sangat
beralasan bila Amerika Serikat dan konco-konconya sampai saat ini terus
mengincar Iran. Amerika rupanya sangat tergiur dengan cadangan minyak
bumi dan gas alam global Iran yang mencapai kurang lebih 10 persen. Iran
menduduki urutan ketiga setelah Arab Saudi (25 persen) dan Irak (11
persen). Praktis kedua negara yang disebut terakhir itu sudah dikuasai
Amerika.
Membaca buku karya Michel Chossudovsky ini pembaca dituntun dan
sekaligus ditunjukkan latar belakang, fakta, sekaligus skenario perang
nuklir terbatas atasnama perang kemanusiaan dan pencegahan terorisme.
Iran yang disebut 'bankir pusat terorisme' awalnya menjadi sasaran
pertama perang nuklir. Tapi rupanya Amerika ciut nyali. Iran dinilai
memiliki pertahanan yang tangguh dan bisa melakukan serangan balik
dengan kekuatan nuklirnya. Skenario menyerang Iran untuk sementara
ditunda. Amerika dan sekutunya lebih memilih mengobrak- abrik
negara-negara yang dianggap lemah seperti Libya, Sudan dan Suriah.
Rencana menyerang Iran dari udara sebelumnya secara terang-terangan
disampaikan Wakil Presiden Dick Cheney pada Juni 2005. Serangan itu
disebut rencana darurat dan serangan udara berskala besar terhadap Iran
menggunakan senjata taktis konvensional dan nuklir. Yang mengerikan dari
rencana Cheney itu adalah justifikasi didasarkan pada asumsi
terlibatnya Iran dalam serangan teroris terhadap Amerika 'yang belum
terjadi'. (halaman 49) Chossudovsky yang melakukan penelitian untuk buku
ini selama sepuluh tahun juga mengungkap media arus utama bersekongkol
dengan pemerintahnya. Tidak hanya menjelek- jelekkan negara-negara Islam
dan berstandar ganda tetapi juga banyak memutar-balikkan fakta. Untuk
kasus Iran misalnya media Amerika selalu menyebut rencana serangan ke
Iran atas dua alasan. Pertama, Iran dituduh memiliki senjata pemusnah
massal. Kedua, Iran dianggap pemasok terorisme Islam. Lalu bagaimana
dengan Jerman dan Israel yang sama-sama memproduksi dan memiliki hulu
ledak nuklir? Anehnya, mereka tidak dianggap sebagai 'kuasa nuklir'.
Dusta media barat juga sangat terang- benderang ketika memunculkan
kontroversi pernyataan Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad soal 'Israel
dihapus dari peta'. Padahal istilah itu sebenarnya tidak pernah ada.
Kabar burung itu sengaja dibuat-buat media Amerika untuk mendiskreditkan
kepala Pemerintahan Iran dan menjustifikasi untuk menyerang Iran. Pada
dasarnya apa yang dikemukakan Ahmadinejad adalah perubahan 'rezim' di
Tel Aviv bukan penghapusan Israel dari peta. Media Amerika salah atau
sengaja melakukan penyesatan dalam menerjemahkan istilah rezim dalam
bahasa Parsi.
Dalam buku setebal 238 halaman ini, sangat terlihat bahwa Chossudovsky
sangat antiperang. Namun dia sangat menyangsikan dengan lembaga swadaya
masyarakat ataupun kelompok antiperang. Beberapa LSM sangat tergantung
pada badan-badan pendanaan publik maupun pribadi seperti Yayasan Ford,
Rockefeller dan McCarthy. Raksasa minyak Rockefeller, misalnya akan
dengan murah hati melalui yayasannya mendanai jaringan antikapitalis
atau antiperang progresif serta pemerhati lingkungan hidup (berlawanan
dengan raksasa minyak).
Tujuan akhirnya adalah mengontrol para LSM
tersebut. Karena itu secara khusus Chossudovsky di Bab VI lebih percaya
bahwa untuk mencegah dan menghentikan perang yang sangat mengerikan itu
lebih percaya pada kekuatan akar rumput daripada kelompok antiperang.
Demonstrasi antiperang tidak cukup. Yang diperlukan adalah pengembangan
jaringan anti perang 'akar rumput' atau rakyat kecil di seluruh negara
baik secara nasional maupun internasional. Perang dapat dicegah apabila
rakyat dengan tegas menkonfrontir kebijakan pemerintahnya, menekan
legislatifnya, pemerintah kota dan juga desa mengenai bahaya perang
nuklir. Kesimpulan utama setelah membaca buku ini sangat simpel: musuh
utama keamanan global sejatinya adalah kolaborasi jahat kelompok
NATO-AS- Israel.
Sumber: The Centre for Research on Globalisation (CRG)