Kemasyhuran Kalimantan telah muncul sejak berabad-abad silam. Setidaknya ditandai oleh adanya Kerajaan Kutai pada ke-6 dan banyak kerajaan setelahnya. Eksistensi Kalimantan telah dicatat para penjelajah, salah satunya Tome Pires, pelayar asal Portugis.
Berawal dari pelayaran sebuah kapal bernama Borneo dengan kapten kapalnya bernama De Barito yang merupakan seorang Portugis. Namun dalam perjalanannya, kapal itu karam di pulau bernama Kambang (kini terletak di tengah Sungai Barito, Kalimantan Selatan).
Dari situlah kemudian nama kapal itu dijadikan nama pulau tempat karamnya kapal tersebut, Borneo. Lalu, sungai tempat Pulau Kambang berada, yang melintas di Pulau Borneo atau Kalimantan, dinamakan pula Sungai Barito.
Brunei berasal dari kata “Burni: (bahasa Sansekerta yang artinya kesibukan). Kata “Brunei” atau “Burney”. Brunei adalah daerah yang terletak di sisi utara Kalimantan, yang kini merupakan sebuah negara berdaulat dengan nama Brunei Darussalam.
Kerajaan Sriwijaya mencatat bahwa Brunei terkait dengan kata “Porunai ”. Nama ini terkait dengan koloni orang-orang India yang bermukim di sekitar daerah tersebut.
Oleh orang Portugis, kata “Brunei” atau “Burney” itu diucapkan Borneo. Penyebutan nama pulau ini oleh orang Portugis lalu diikuti orang-orang Eropa lain. Alhasil orang kulit putih dari benua Eropa dan Pulau Inggris menyebutnya sebagai Borneo juga.
Sedangkan menurut Barbara Charlton dan John Tietjen dalam The Facts on File Dictionary of Marine Science: “Asal-usul nama Kalimantan tidak jelas. Di Sarawak, istilah Kelamantan, mengacu pada masyarakat pemakan sagu di Kalimantan bagian utara".
Seorang sejarahwan: Tome Pires dalam "Suma Oriental" menjabarkan bahwa Tahun 1512-1515 pulau Kalimantan terkenal sebagai penghasil komoditi sagu, beras, ikan, dan daging. Orang-orang dari daerah tersebut kala itu berdagang dengan orang Malaka. Selain beras, ikan dan sagu, Kalimantan juga menghasilkan emas, madu, kamper, dan lilin. Dari Malaka, para pedagang asal Kalimantan membawa kain, manik-manik kaca, dan mutiara.